Satu hal yang paling membanggakan bagi seorang pemain sepakbola adalah ketika berhasil meraih gelar juara. Piala akan menjadi tolak ukur apakah pemain tersebut adalah pemain yang bagus atau tidak. Terlebih lagi jika gelar tersebut adalah gelar bergengsi antar benua atau turnamen internasional. Namun, apa rasanya ketika menjadi seorang pemain yang selalu gagal meraih gelar juara meski tim tempatnya bermain memiliki banyak kesempatan untuk mengangkat piala?
Itulah yang dirasakan oleh Michael Ballack sepanjang kariernya sebagai pemain sepakbola. Pria kelahiran Gorlitz ini lekat sekali dengan kesialan ketika timnya bertanding pada pertandingan penting. Inilah yang membuat Ballack sahih disebut sebagai “Mr Runner-up” akibat kegagalannya tersebut.
Ballack bukan pemain yang buruk. Di posisinya, Ballack adalah salah satu pemain terbaik yang pernah diproduksi oleh sepakbola Jerman. Ia puunya teknik, skill, dan kepemimpinan yang luar biasa di atas lapangan. Oleh karena itu ia dijuluki sebagai Little Kaizer karena dianggap memiliki kehebatan yang sama dengan Der Kaizer, Franz Beckenbauer. Oleh Pele, nama Ballack masuk dalam 100 pemain terbaik versinya.
Terkait gelar, Ballack bukannya miskin trofi. Sepanjang karier, ia sudah empat kali mengangkat trofi Bundesliga, tiga kali Piala FA, dan dua kali meraih gelar Premier League. Namun, julukan Mr Runner-up memang tidak bisa dilepaskan karena Ballack kerap kehilangan kesempatan untuk meraih gelar di beberapa kompetisi yang bisa membuat CV nya sebagai pemain lebih mentereng lagi apabila ia sukses meraihnya.
Ketika masih membela Bayer Leverkusen, Ballack gagal meraih juara Bundesliga musim 1999/2000. Mereka yang butuh hasil seri justru kalah pada laga terakhir yang tragisnya karena gol bunuh diri Ballack. Luka semakin pedih ketika Bayer kalah selisih gol disaat mereka hanya butuh satu poin.
Tahun 2002 mungkin menjadi tahun yang ingin dilupakan oleh Ballack. Ketika itu, ia gagal meraih gelar juara dalam empat kompetisi berbeda yang berlangsung berdekatan. Bayer merosot ke posisi dua di Bundesliga, lalu kalah dari Schalke pada DFB Pokal, dan puncaknya adalah ketika mereka kalah dari Real Madrid pada final Liga Champions. Lebih dari sebulan setelah kegagalan di Hampden Park tersebut, Ballack harus melihat negaranya kalah dari Brasil pada final Piala Dunia 2002. Ia yang harusnya bisa mendapat tiga gelar di level klub justru menerima kenyataan kalau Bayer Leverkusen menjadi bahan ejekan dengan julukan Neverkusen atau Treble Horror.
Nasib buruk ternyata tidak mau pergi meski Ballack sudah meninggalkan Jerman untuk berpetualang di Inggris bersama Chelsea. Musim pertamanya, Chelsea terpaut enam poin dari Manchester United yang menjadi juara. Musim berikutnya, ia hanya terpaut dua angka dari Setan Merah.
Ballack sebenarnya menjadi pahlawan Chelsea ketika mengalahkan mereka 2-1. Dua golnya saat itu membawa Chelsea menyamai poin United yang sama-sama mengantungi 85 poin. Meski masih kalah selisih gol, namun setidaknya Ballack memberikan harapan. Sayangnya, Chelsea justru bermain imbang pada laga terakhir sehingga mereka terpaut dua angka pada akhir kompetisi. The Blues juga saat itu gagal menjadi juara Piala Liga setelah kalah dari Tottenham Hotspur.
Sama seperti 2002, Ballack memiliki kesempatan untuk membawa Chelsea dan timnas Jerman menjadi juara di level Eropa pada 2008. Namun lagi-lagi takdir membawanya menjadi spesialis nomor dua. Chelsea kembali kalah dari Manchester United pada final Liga Champions di Moskow sedangkan Wina menjadi saksi ketika Jerman kalah dari Spanyol pada final Euro 2008.
Menjelang pensiun, Ballack juga masih menghiasi riwayat kariernya dengan status sebagai spesialis nomor dua. Ketika ia kembali ke Bayer Leverkusen, Ballack hanya sanggup membawa tim ini finis tujuh poin di bawah Borussia Dortmund. Pada 2 Oktober 2012, ia memutuskan untuk gantung sepatu.
Setelah gantung sepatu, beberapa kesebelasan yang sebelumnya diperkuat Ballack berhasil meraih trofi yang tidak pernah ia dapatkan saat masih bermain untuk klub tersebut. Jerman sukses merebut gelar Piala Dunia 2014. Lima bulan sebelum ia memutuskan gantung sepatu, Chelsea merebut gelar Liga Champions pertamanya setelah mengalahkan mantan klub Ballack yang lain Bayern Munich. Meski dikenal karena kesialannya yang sering meraih gelar runner-up, Ballack mengaku tidak pernah mempemasalahkan hal itu.
“Terlalu berlebihan jika menilai seseorang hanya dari gelar. Lothar Matthaus akan dikenang karena keberhasilannya pada Piala Dunia 2010, tapi apa orang ingat gelar apa yang diraih oleh Gunter Netzer, Johan Cruyff, atau Luis Figo? Bagaimana cara mereka bermain dan cara mereka memimpin tim masing-masing? Saya berharap orang-orang akan mengingatku sebagai pemain yang spesial,” katanya.
Terlepas dari statusnya sebagai jagoan runner-up, Ballack tetaplah menjadi salah satu pemain sepakbola terbaik yang pernah dimiliki oleh kesebelasan negara Jerman.
Tulisan ini untuk merayakan ulang tahun Michael Ballack yang ke-44 pada 26 September