Momen Mengerikan dalam Hidup Victor Moses

Karier Victor Moses begitu unik. Di usianya yang sudah menginjak 30 tahun, pada 12 Desember 2020 lalu, ia masih berstatus sebagai pemain Chelsea. Sepanjang delapan tahun terakhir ini, perjalanan sepakbolanya dari Inggris ke Turki, ke Italia, sampai ke Rusia, masih berstatus sebagai pemain pinjaman.

Kalau melihat perjalanan karier Moses, ada hal yang cukup menarik. Ia lahir di Lagos, Nigeria, dan membela timnas Nigeria. Namun, sejak usia 12 tahun, ia terdaftar sebagai anggota akademi Crystal Palace. Ini pula yang membuatnya pernah membela timnas Inggris U-16, U-17, U-19, sampai U-21.

Cukup menarik melihat seorang pemain Nigeria sudah pindah ke Inggris di usia 12 tahun. Hal yang menarik pula ketika ia memilih Inggris saat membela tim muda mereka, dan bukan Nigeria.

Ternyata, Moses punya cerita dan kisah yang kelam di masa kecilnya.

Kerusuhan di Nigeria

Ayah Moses adalah seorang pastor. Saat usianya 11 tahun, kedua orang tuanya terbunuh dalam kerusuhan keagamaan di Kaduna. Para perusuh menyerbu rumahnya dan menargetkan kedua orang tuanya. Beruntung karena moses tengah main bola di jalanan saat itu.

Moses beruntung karena saudaranya mau membantunya. Ia disembunyikan karena takut menjadi target para perusuh. Saudaranya kemudian membiayainya pergi ke Inggris sebagai pencari suaka.

Moses akhirnya tinggal bersama keluarga angkat di London Selatan. Moses juga disekolahkan di sekolah negeri, Stanley Technical High School di South Norwood.

Bakat Moses terpantau saat ia main bola di lapangan sekitar. Di sana, pemandu bakat dari Crystal Palace menginginkannya bergabung. Palace pun merekomendasikannya untuk masuk Whitgift School di Croydon. Whitgift merupakan sekolah yang dijalankan oleh perserikatan pendidikan terkaya kedua di Inggris, yang membayar 45 persen dari total 1200 siswanya.

Kepindahannya ini memberikan Moses akses pada fasilitas tingkat tinggi, pengajar berpengalaman, dan lingkungan yang cocok untungnya. Apalagi, tim sepakbolanya dilatih Colin Pates, mantan pemain Chelsea dan Arsenal, yang dikenal punya pendekatan bagus buat pemain muda.

“Aku harus bekerja keras kalau aku ingin menjadi pemain profesional, tapi saat ini aku hanya ingin terus mencetak goldan memenangi pertandingan buat tim. Aku begitu mengagumi Zinedine Zidane dan Frank Lampard. Mereka amat mahir dan aku suka cara mereka menendang dari jarak jauh,” kata Moses saat ini.

Pates juga percaya kalau Moses punya segala hal yang dibutuhkan untuk menjadi pesepakbola sukses. Meski dianggap sebagai barang yang belum jadi, tapi Pates yakin kalau dia adalah striker paling berbakat yang pernah dilihat Pates.

“Dia kuat, cepat, dan mencetak gol untuk bersenang-senang, dan dia terlihat fantastis sebagai pemain. Yang menggembirakan adalah dia memiliki sikap yang baik. Dia memiliki kaki yang kuat di tanah dan dia rendah hati dan berkepala dingin.”

“Dia hampir memiliki sikap seorang profesional; jika dia mencetak empat gol tetapi meleset satu, itu akan membuatnya tetap terjaga. Dia harus bekerja sangat keras jika dia ingin melakukannya, tetapi dengan bakatnya itu terserah untuk dia,” kata Pates.

Di Whitgift, Moses menjadi sensasi tersendiri bagi rekan-rekannya. Mereka bahkan ingin seperti Moses ketimbang Thierry Henry atau Wayne Rooney. Popularitas Moses naik begitu tinggi karena ketajamannya di depan gawang. Ia akhirnya membawa Whitfigt menjuarai FA Youth Cup dengan mengalahkan Grimsby dengan skor 5-0. Moses mencetak semua golnya.

Di Akademi Crystal Palace, Moses tak kalah tajam. Dalam satu musim ia bisa mencetak 50 gol.

Bangga Padanya

Masa lalu yang kelam jelas tak bisa dibanggakan. Namun, atas capaiannya saat ini, Moses yakin kalau kedua orang tuanya akan bangga padanya.

“Pastinya, di mana pun mereka berada saat ini, mereka pasti bangga padaku, memandang dari atas dan merasa bangga.”

“Ini merupakan perjalanan yang panjang [dari Nigeria] dan aku hanya ingin tetap kuat dan bekerja keras untuk diri saya sendiri, entah itu sepakbola atau bukan. Aku harus berterima kasih kepada Tuhan untuk berada di tempatku sekarang, ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan dan, jika saya terus bekerja keras, siapa tahu, saya mungkin akan berakhir di Barcelona suatu hari nanti,” ujar Moses.

Sumber: The Guardian.