Final Euro 2000 menjadi final yang menyakitkan bagi tim nasional Italia. Menghadapi Prancis di De Kuip, Italia berada di ambang juara setelah unggul 1-0 hingga menit terakhir. Akan tetapi, gol Wiltord pada injury time membuat laga harus diteruskan hingga babak perpanjangan waktu. Naas, sepakan David Trezeguet membuat Prancis menghabisi perlawanan mereka melalui golden goal.
Tidak mau larut dalam duka, Italia bertekad untuk membalas kekalahan mereka dengan memasang target menjadi juara pada Piala Dunia 2002. Saat itu, Italia sedang memiliki pemain-pemain hebat yang dianggap sebagai generasi emas mereka. Sebut saja Gianluigi Buffon, Paolo Maldini, Francesco Totti, Alessandro Del Piero, hingga Christian Vieri.
Sayangnya, 23 nama yang dibawa oleh pelatih Giovanni Trapattoni ini tidak bisa memberikan gelar yang diinginkan oleh publik Italia. Pada 18 Juni 2002, langkah mereka terhenti oleh tuan rumah Korea Selatan pada 16 besar. Yang membuat perasaan mereka semakin menyakitkan, Italia lagi-lagi kalah karena golden goal.
Bermain di Daejeon World Cup Stadium, tuan rumah nyaris unggul cepat ketika wasit Byron Moreno memberikan penalti kepada Korea. Akan tetapi, tendangan Ahn Jung-Hwan masih bisa ditepis oleh Gianluigi Buffon. Italia kemudian unggul melalui sundulan Vieri pada menit ke-18. Keunggulan ini terus bertahan hingga akhir pertandingan.
Namun, Seol Ki-Hyeon menyamakan kedudukan pada menit ke-88. Golden goal kembali menjadi penentu siapa yang akan lolos. Italia mendapatkan itu enam menit sebelum perpanjangan waktu berakhir. Damiano Tommasi mencetak gol ke gawang Lee Won-Jae. Namun Moreno menganulir gol tersebut.
Akan tetapi, kemalangan tampaknya belum mau pindah dari Italia. Pada menit ke-103, Totti mendapat kartu merah karena dianggap diving. Tiga menit setelah gol Tommasi yang dibatalkan, Ahn justru mencetak gol kemenangan melalui sundulan kepala. Korea Selatan menang 2-1 dan membuat sejarah dengan lolos ke babak peremat final. Publik Korea bergembira, sementara duka berada di pihak Italia. Mereka kembali gagal membuka puasa gelar Piala Dunia mereka yang terakhir kali mereka raih saat itu pada 1982.
Tifosi Italia menuding wasit Byron Moreno menjadi biang keladi kekalahan Italia saat itu. Di stasiun kota Roma, lokasi pendukung Italia nonton bareng, mereka mengeluarkan chant “death to the referee.” Beberapa suporter Korea yang berada di sana kesulitan untuk merayakan kemenangan timnya karena tertutup oleh hinaan penggemar Italia yang menyebut timnas Korea sebagai “pencuri”.
Tudingan kepada Moreno beralasan. Gol Tommasi sebenarnya tidak seharusnya dianulir karena pemain AS Roma tersebut berada pada posisi onside. Totti juga sebenarnya dilanggar yang seharusnya bisa membuat Italia mendapat penalti yang bisa mengubah hasil akhir pertandingan. Kekesalan yang membuat Trapattonni sampai memukul kaca tempat wasit keempat menyaksikan laga. Presiden FIGC saat itu, Sergio Campagna, sampai melancarkan protes kepada FIFA dan menyebut Italia sebagai korban dari ketidak adilan.
“Membuat kesalahan adalah sesuatu yang bisa terjadi di sepakbola, tetapi hari ini wasit telah bertindak terlalu jauh. Dengan hormmat, saya menyebut kalau ini (kekalahan Italia) adalah sebuah skandal,” kata Paolo Maldini.
Tidak ada yang tidak kecewa dengan kepemimpinan Moreno. Trapattoni bingung kenapa Totti harus mendapat kartu merah saat itu. Bahkan hingga 17 tahun sejak kejadian tersebut, pria yang pernah melatih Republik Irlandia ini masih menyimpan kemarahan kepada pria asal Ekuador tersebut.
“Wasit yang membuat saya sakit hati jelas Moreno. Itu semua karena apa yang terjadi pada Piala Dunia 2002. Kami kalah karena wasit dan bukan karena lawan. Jika memikirkannya lagi, maka saya ingin laga Italia melawan Korea Selatan dengan wasit yang berbeda,” ujarnya.
Byron Moreno memang akrab dengan skandal. Setelah memimpin Piala Dunia, ia pernah memberi waktu tambahan hingga 13 menit yang membuatnya dihukum 20 bulan tidak boleh memimpin laga. Pada 2010, ia ditangkap karena kedapatan membawa enam kilogram heroin yan membuat citranya semakin buruk. “Saya pikir heroin sudah ia bawa di badannya sejak 2002,” kata Buffon.
Pemecatan Ahn Jung Hwan
Tidak hanya Moreno yang menjadi sasaran publik Italia ketika mereka tersingkir, sang pencetak gol kemenangan yaitu Ahn juga merasakan hal yang sama. Meski tidak semua publik Italia yang membencinya, namun pemain yang saat itu membela Perugia tersebut sudah dideskripsikan sebagai “orang yang merusak sepakbola Italia’.
Sehari setelah membawa Korea Selatan melaju ke perempat final, presiden Perugia, Luciano Gaucci, membatalkan kontrak Ahn. Alasannya Gaucci saat itu adalah dia tidak mau membayar gaji kepada seseorang yang telah merusak sepakbola Italia. Sontak, komentar tersebut membuat Gaucci dicap sebagai anak kecil.
Gaucci kemudian menarik kembali kata-katanya dan mengajak Ahn kembali, namun Ahn sudah terlanjur sakit hati dengan sikap Perugia. Ia menyebut kalau pernyataan presidennya tersebut sudah emnghancurkan karakternya. Ia kemudian pindah ke Shimizu S-Pulse.
Italia sendiri memang apes pada turnamen Piala Dunia 2002. Mereka kerap “dikerjai” oleh wasit yang memimpin. Tercatat ada lima gol mereka yang dianulir dalam empat pertandingan mereka di Piala Dunia. Beruntung, empat tahun kemudian mereka bisa menjadi juara meski dengan generasi pemain yang berbeda.