The New Saints, Kesebelasan yang Paling Dibenci di Wales

Foto: FAW.cymru

Mendominasi Welsh Premier League (WPL) dengan 13 gelar juara, The New Saints alias TNS adalah raja sepakbola Wales. Pada WPL 2018/2019, mereka meraih gelar kedelapan secara beruntun dengan keunggulan 12 poin dari pesaing terdekat Connah’s Quay Nomads.

Dengan dominasi selevel Bayern Munchen, Juventus, dan Paris Saint-Germain, aneh TNS tidak mengirim satupun pemain ke tim senior ataupun U-21 Wales. Mungkin level kompetisi WPL jauh di bawah Premier League. Koefisien UEFA hanya menempatkan mereka di posisi ke-48 dari 55 negara.

Namun, Republik Irlandia dan Skotlandia yang mayoritas diisi pemain-pemain dari klub Inggris juga punya wakil dari liga domestik mereka. Skotlandia memanggil enam pemain dari Scottish Premier League untuk menjalani uji coba di Maret 2019. Tidak termasuk pemain-pemain dari Glasgow Celtic dan Rangers.

Mick McCarthy selaku nakhoda Republik Irlandia menyelipkan nama gelandang Shamrock Rovers, Jack Byrne untuk kualifikasi Piala Eropa 2020. Tapi Ryan Giggs tidak memanggil pemain dari WPL. Begitu juga dengan Rob Page yang menangani tim U21.

Meskipun ada nama Momodou Touray yang membela Barry Town United di 2018/2019, ia hanya pemain pinjaman dari Newport County yang main di Inggris. TNS selaku penguasa liga tidak menyumbang satupun pemain.

Wales memang memiliki beberapa kesebelasan di struktur sepakbola Inggris. Cardiff City, Swansea, Wrexham, dan Methyr Town, semua terpencar di berbagai divisi. Swansea dan Cardiff menjadi kesebelasan asal Wales paling populer di Inggris karena pernah merasakan atmosfer Premier League.

Meski demikian tidak ada rasa benci yang berlebihan kepada empat kesebelasan tersebut. Swansea bahkan pernah menjadi salah satu kuda hitam yang diperhitungkan saat masih ditangani oleh Michael Laudrup. Sementara TNS yang berlokasi di Inggris dan main di WPL menjadi kesebelasan paling dibenci di Wales.

Bukan karena mereka mendominasi WPL. Bayern, Juventus, dan Paris Saint-Germain mungkin mendapat pandangan miring karena membuat liga domestik negara masing-masing menjadi “membosankan. Tapi TNS dibenci karena mereka mendominasi liga yang bukan seharusnya. Layaknya penjajah yang menguasai wilayah tanpa izin warga setempat.

Uang dan Waktu

Foto: BBC

Bahkan kenyataannya, TNS memang tidak memiliki izin untuk berdiri di tempat mereka sekarang. Saat masih bernama Total Network Solutions, mereka sebenarnya bermain di Wales. Entah itu di Newtown atau Wrexham. Tapi jelas daerah Wales. Namun pada 2003 mereka merger dengan Oswestry Town.

Oswestry adalah kota perbatasan antara Wales dan Inggris. Kandang TNS, Park Hall ada di bagian Inggris dari kota tersebut. Dewan Kota Shropshire yang menaungi Oswestry pada awalnya mengizinkan TNS untuk bermain di daerah mereka.

TNS mendapat izin, tapi dengan perjanjian bahwa pihak klub harus membayar mereka 80 ribu pauns dalam waktu enam tahun. Namun sampai September 2018, baru 10 ribu pauns yang dibayarkan. “Kami memberi mereka izin dengan pemahaman bahwa dana itu dibayar. Tapi sampai sekarang hanya 10 ribu pauns yang dikirimkan,” kata Dewan Kota Shropshire.

Berkali-kali TNS diminta hengkang dari WPL. Akan tetapi Presiden TNS Mike Harris menolak ide tersebut. “Untuk apa kita pindah? Memulai dari level semi-profesional di Inggris. Itu tak mudah, 10 tahun juga belum tentu cukup,” kata Harris.

Dibanding memulai dari awal lagi, lebih baik tetap di WPL. Mereka mendominasi liga dan langganan Liga Champions. Meski belum tentu lolos ke fase grup, satu pertandingan Liga Champions bernilai ratusan ribu pauns. Itu sudah lebih dari cukup untuk menutup biaya operasional akademi (19.000) dan lisensi klub (4.000-5.000 pauns).

Dukungan Pihak Liga

Foto: Chronicle Live

Keberhasilan TNS untuk mendapatkan tiket Liga Champions bahkan berhasil menarik minat mantan pemain akademi Manchester United, Jamie Mullan. Padahal ketika ia menandatangi kontrak dengan TNS, jasanya juga diminati Leeds United.

“Sedih juga melihat persepsi negatif yang menyelimuti TNS. Padahal mereka merupakan kesebelasan yang membuat sepakbola Wales diperhitungkan,” ungkap mantan pelatih TNS yang juga pernah membela Crystal Palace dan Middlesbrough, Craig Harrison.

Pembelaan serupa juga datang dari Ketua Kompetisi WPL, Andrew Howard. “Jika TNS dapat menembus fase grup Liga Champions seperti Shamrock Rovers di Irlandia, itu akan sangat baik bagi WPL,” katanya.

“Orang-orang mengatakan TNS melakukan monopoli di liga. Tapi kenyataannya, perlahan tim lain ikut menyusul. Semakin jauh TNS melangkah di Eropa, kian populer juga liga kita,” lanjut Howard.

Hasutan Untuk Pulang

Foto: Irish Mirror

Sekretaris WPL John Deakin bahkan mengeluarkan kata-kata yang lebih ke arah menghasut dibandingkan mendukung TNS. “Ini adalah anomali untuk kesebelasan-kesebelasan lainnya seperti Wrexham, Cardiff, dan Swansea City,” buka Deakin.

“Saya paham akan permintaan publik yang mengatakan semua harus diatur bedasarkan wilayah. TNS sejatinya memang berdiri di Inggris, tapi mereka akan tetap mewakili WPL di Liga Champions,” lanjutnya.

Deakin seakan-akan menghasut kesebelasan asal Wales yang bermain di Inggris untuk pulang dengan iming-iming tiket Liga Champions. Cara itu bahkan terbukti ampuh saat Chester City, yang juga berdiri di perbatasan Inggris dan Wales melamar masuk ke WPL. Namun setelah ditendang dari Football League, reinkarnasi mereka, Chester FC, memilih untuk tetap melanjutkan petualangan di Inggris.

Kenapa TNS tidak menyumbang pemain ke tim nasional senior ataupun U21 Wales? Karena mereka bukan kesebelasan dari Wales. Pada 2018/2019 mereka hanya diperkuat 10 warga Wales dari total 26 pemain. Sementara kesebelasan Wales yang memiliki kepedulian dan modal untuk tim nasional, bermain di Inggris.