Odegaard, Madrid, dan Ketidakpedulian pada Pemain Muda

Ketika Real Madrid merekrut Martin Odegaard pada 2015, banyak orang yang pesimis kalau mereka bisa memaksimalkan pemain berkebangsaan Norwegia tersebut. Apalagi, usia Odegaard belum genap berusia 17 tahun. Sementara Madrid bukanlah tim yang terkenal pandai mengasah kemampuan pemain yang masih remaja.

Pemikiran itu terbukti benar. Odegaard tak berkembang di Madrid. Mayoritas masa kontraknya di Madrid justru lebih sering dihabiskan main buat tim lain, mulai dari Heerenveen, Vitesse, Real Sociedad, sampai Arsenal. Di musim 2021/2022 ini, Odegaard bahkan dijual ke Arsenal.

Musim 2020/2021 lalu, Odegaard yang baru selesai masa peminjamannya dari Real Sociedad harus kembali ke Valdebebas. Ia kembali bergabung dengan tim yang merekrutnya ketika usianya masih 16 tahun itu. Saat asanya untuk menjadi pemain Real Madrid mulai meningkat, lima bulan kemudian ia justru dipinjamkan ke Arsenal.

Di masa peminjamannya tersebut, Odegaard sebenarnya tak bisa melepaskan rasa resah soal masa depannya. Soalnya, setelah dari Arsenal, ia akan kembali ke Madrid dan mengulanginya dari awal. Musim selanjutnya, ia mungkin akan kembali dipinjamkan.

Dari Castilla dan Terus Dipinjamkan

Transfer Odegaard ke Madrid pada 2015 sebenarnya sudah diperingatkan oleh banyak pihak. Odegaard masih terlalu muda untuk Madrid, tim bertabur bintang, yang tak punya rencana dalam pengembangan pemain muda. Dampaknya jelas: ia diturunkan dulu ke tim Castilla.

Madrid sendiri menyebut kalau Odegaard agak kesulitan berlatih dengan tim utama tetapi membela tim cadangan. Ia juga kesulitan berkomunikasi karena masalah bahasa. Carlo Ancelotti pun meminta agar para suporter sabar menanti proses Odegaard.

Prosesnya ternyata tak sebentar. Setidaknya ia di Castilla selama dua setengah tahun. Odegaard kemudian dipinjamkan ke Heerenveen dengan status pinjaman selama 18 bulan. Setelah pinjamannya usai, Odegaard kembali dipinjamkan ke klub Eredivisie lainnya, Vitesse, selama setahun.

Pada musim 2019/2020, Odegaard dipinjamkan ke tim La Liga lainnya, Real Sociedad, dengan opsi pemanggilan kembali dan peminjaman kembali selama setahun. Momen terbaiknya adalah menyingkirkan Real Madrid di perempatfinal Copa del Rey pada Februari 2020.

Ia pun membantu Sociedad menjuarai Copa del Rey meski tak terlibat di partai final karena cedera. Odegaard juga membawa Sociedad lolos ke Europa League setelah menempati peringkat keenam.

Kembali ke Madrid untuk Dipinjamkan

Setelah musim 2019/2020 selesai, Odegaard bisa saja kembali main di Sociedad. Selain sudah menyatu, Sociedad membuatnya dianggap sebagai salah satu pemain terbaik di La Liga dengan visi, sentuhan, dan pergerakan yang sempurna. Ia dilatih oleh pelatih yang paham cara menangani pemain muda, dengan rekan-rekan yang berbakat juga berambisi.

Dalam klausul peminjamannya Sociedad masih punya setahun lagi untuk meminjam Odegaard. Ini pun menguntungkan bagi Odegaard untuk mengasah bakatnya setahun lagi di Sociedad. Namun, Madrid memanggilnya untuk masuk ke dalam skuad di musim 2020/2021.

Salah satu alasannya karena kekalahan Madrid dari Manchester City di perempatfinal Liga Champions musim 2019/2020 yang leg keduanya baru digelar pada 7 Agustus 2020 karena pandemi Covid-19. Madrid kalah dua leg dengan skor identik: 1-2.

Kekalahan ini membuat Madrid membutuhkan pemain baru. Sayangnya, mereka tak punya uang. Untungnya, mereka punya pemain yang bisa didatangkan secara gratis. pemain ini adalah pemain terbaik di liga dan bisa mereka panggil kapan saja. Dia adalah Odegaard.

Odegaard jelas senang. Ia berpikir bahwa Madrid telah melihat kerja kerasnya dan akan menjadikannya sebagai pemain utama.

Odegaard bilang kalau ia sudah bicara dengan Zinedine Zidane sebagai pelatih. Baik klub maupun Zidane menginginkannya, dan itulah alasan mengapa ia kembali ke Madrid.

Sayangnya, Odegaard tak kunjung menjadi pemain utama. Sampai akhirnya ia bilang kalau ia ingin pergi. Dia ingin pergi, dan dia tak ingin menunggu. Di musim 2020/2021 tersebut, Odegaard hanya main selama 242 menit. Meski demikian, ada alasan lain kenapa ia tak main: cedera lutut dan positif Covid-19.

Madrid Bukan untuk Pemain Muda

Apa yang terjadi pada Odegaard seolah menunjukkan kalau Madrid adalah kesebelasan yang berbeda. Kompetisi antarpemainnya kuat. Peluang untuk bermain sungguh langka. Sabar adalah jalan terbaik, tapi mereka benar-benar tak punya waktu untuk mengembangkan pemain satu persatu; termasuk Odegaard.

Adalah pilihan yang buruk kalau ada pemain muda yang posisinya sama seperti Toni Kroos atau Luka Modrid, lalu datang ke Madrid. Peluangnya menjadi terbatas. Sialnya, kalau mereka terus tampil bagus, peluang tersebut menjadi lebih kecil lagi. Alasannya? Menjadi risiko besar bagi Zidane, atau pelatih Madrid lainnya, untuk menurunkan skuad “coba-coba”. Ada hal besar yang dipertaruhkan kalau ternyata hasilnya tak maksimal.

Madrid memang mulai meninggalkan pembelian pemain bintang seperti di era Galactico. Mereka kini mulai mencari pemain muda yang akan bersinar. Sayangnya, Madrid lupa kalau para pemain muda ini perlu menit bermain untuk menjadi hebat.

Di musim 2021/2022 ini ada tujuh pemain di bawah 25 tahun. Mereka adalah Eder Miliato, Andriy Lunin, Federico Valverde, Luka Jovic, Vinicius Junior, Rodrygo, serta rekrutan terbaru, Eduardo Camavinga.

Menjadi wajar kalau sejumlah pemain dipinjamkan dan memberikan dampak besar buat timnya. Sebut saja Brahim Diaz di Milan, Achraf Hakimi di Inter, Dani Ceballos di Arsenal,  Takefusa Kubo di Mallorca, sampai Sergio Reguilon di Spurs.

Gara-gara minimnya menit bermain, jadi banyak yang bertanya: apakah para pemain ini memang cukup bagus buat bermain di Madrid?

Pertanyaan seperti di atas menjadi kurang tepat karena masalahnya bukan soal bagus atau tidak, tapi Madrid memang sudah punya pemain bagus di starting line-up yang posisinya sulit digantikan, apalagi untuk pemain muda tak berpengalaman.

Sumber: ESPN.