Peran Sofia Balbi dalam Perjalanan Karier Luis Suarez

Luis Suarez dibentuk oleh masa lalu yang keras, yang menjadikannya manusia seperti sekarang. Suarez berada di keluarga besar, tinggal di kota besar, dengan satu yang kecil: pendapatan orang tuanya.

Suarez bukanlah tipe anak-anak beruntung yang bisa memilih dan membeli sepatunya sendiri. Dengan saudaranya yang banyak, ia sampai tak tahu akan kebagian sepatu yang mana. Pernah suatu hari, ia mangkir latihan karena tak punya sepatu sepakbola.

“Kami dari kelas bawah,” ingat Suarez.

“Aku tak pernah punya kesempatan untuk memilih sepatuku sendiri, sebagai contoh, karena betapa besarnya jumlah keluargaku. Orang tuaku melakukan segala yang mereka bisa tapi mereka tak bisa membelikan kami barang yang kami mau, hanya apa yang mereka sediakan. Namun, aku amat bersyukur atas apa yang mereka berikan.”

Suarez mengaku kalau dirinya tak bagus-bagus amat saat memegang bola. Akan tetapi, ia merasa kalau karakternya-lah yang menyelamatkannya.

Di usia sembilan tahun, bakatnya terendus pemandu bakat Nacional, Wilson Pirez. Suarez dianggap punya kemampuan yang melampaui anak-anak seusianya.

Berita baik ini sayangnya diakhiri dengan rasa terkejut yang begitu besar ketika ayahnya pergi meninggalkannya pada usia 12 tahun. Ibu dan neneknya yang kemudian menjadi tulang punggung keluarga, agar ia dan saudara-saudaranya bisa makan. Dua tahun kemudian, ia pun mengejar kariernya di Nacional.

“Kehidupan ini amat sulit baginya. Dia belum siap secara mental untuk menjadi pesepakbola. Tapi kerasnya masa kecilnya membuatnya haus akan kesuksesan,” kata Pirez.

Suarez mengamini pernyataan Pirez. Ia mengaku saat masih di Nacional kalau ia malas belajar. Namun, bukan fokus bermain bola, melainkan keluyuran malam-malam. Suarez bahkan menyatakan kalau ada orang-orang di sekitarnya yang memberikan pengaruh buruk.

Untungnya, hal ini tak berlangsung lama. Pada usia 15 tahun, ia bertemu Sofia Balbi. Suarez jatuh cinta pada pandangan pertama.

“Ia memberiku rasa percaya diri yang begitu besar dan membantuku untuk percaya pada diri sendiri,” tutur Suarez.

Namun, kehidupan Suarez dengan Sofia amatlah berbeda. Kalau Suarez bahkan tak punya sepatu untuk dipakai, Sofia justru hidup berkecukupan. Ayahnya bekerja di industri perbankan di Uruguay.

Suatu ketika, Suarez bahkan memunguti uang koin yang bertebaran di jalan untuk mentraktir Sofia.

Suarez tergila-gila pada Sofia. Di sisi lain, ini memberikan dorongan baginya untuk meyakinkan para pelatih di Nacional kalau dia punya bakat besar. Untungnya, Nacional mempercayainya. Suarez mendapatkan debut di Nacional. Namanya bahkan masuk ke dalam daftar pemain timnas Uruguay.

Sampai akhirnya momen menyedihkan itu datang. Sofia terbang ke Barcelona untuk melanjutkan studi. Jarak Monteveido-Barcelona sekitar 10 ribu kilometer. Butuh paling cepat 15 jam menggunakan pesawat udara melintasi Samudera Atlantik.

“Ketika Sofia mengatakan padaku kalau ia akan pergi ke Barcelona, situasinya amat rumit. Melihat situasi ekonomiku, adalah tak mungkin untuk menemuinya. Kami adalah pasangan remaja yang akan berpisah. Malam sebelum pergi, kami berdua menangis bersama-sama. Sehari setelah Sofia pergi, aku diundang datang ke pesta. Tapi yang kulakukan hanya tidur di ranjang dan menangis semalaman,” kata Suarez dari FCBN.

Pindahnya Sofia bikin konsentrasinya terganggu. Ada satu dalam hatinya yang menghilang. Ketika ia mencetak gol, Suarez tak sebahagia biasanya, karena tak ada Sofia di sampingnya.

“Kebahagiaanku tak paripurna,” kata Suarez.

“Ketika Sofia tinggal di Spanyol, aku berhenti main bola. Tapi saat itu, aku sadar kalau aku harus mendedikasikan hidupku untuk olahraga indah ini.”

Suarez sempat ingin menyusul Sofia di Spanyol saat usianya 16 tahun. Namun, ia cuma bisa membeli tiket pesawat ke Barcelona, tapi tak punya uang untuk hidup di sana. Kakaknya sempat meminjaminya uang tapi hanya 45 euros atau sekitar 500 ribu rupiah.

Sialnya, di Barcelona ia mendapatkan pengalaman tak enak. Setelah menjalani perjalanan panjang, Suarez tertahan di bandara. Soalnya ia kebingungan dan tak tahu harus kemana. Apalagi ia juga tak punya apa-apa.

Sofia sebenarnya sudah menunggu di bandara lebih dari empat jam. Ia harus menunggu karena Suarez ditahan karena tak punya alasan untuk tujuan yang jelas. Namun, setelah petugas menemukan alamat di tas Suarez, ia pun dilepaskan. Sialnya, Suarez tak pernah benar-benar bertemu Sofia karena ia sudah keburu pergi dari bandara.

Suarez dan Sofia menjalani hubungan jarak jauh. Banyak orang yang menyerah dengan hubungan macam ini. Tapi Suarez tidak. Di kepalanya, ia membayangkan kalau ia tak akan berpikir dua kali andai ada tim Eropa yang meminatinya.

Tak disangka, tawaran itu datang dari Groningen tiga tahun kemudian. Suarez beruntung karena Groningen fokus pada talenta Uruguay. Soalnya, klub seperti Ajax punya pemandu bakat di Denmark, PSV di Brasil, sementara AZ Alkmaar di Belgia. Apalagi, Groningen punya memori bagus ketika merekrut pemain Uruguay, yaitu ketika merekrut Bruno Silva dari Danubio.

Keberuntungan Suarez bertambah karena saat itu, pemandu bakat Groningen sebenarnya sedang memantau rekan setimnya di Nacional, bukan dirinya. Laporan pemandu bakat Groningen pun sampai ke Belanda dengan satu pesan: rekrut Luis Suarez!

Groningen kemudian merekrut Suarez dengan nilai yang cukup besar buat tim sekelas mereka, yakni 800 ribu paun.

Buat Suarez kepindahan ini bermakna besar. Jarak yang harus ditempuh 15 jam untuk bertemu Sofia, kini dipersingkat menjadi hanya dua jam.

Akan tetapi ada satu masalah besar buat Suarez. Ia kesulitan beradaptasi dan tak bahagia di sana. Dampaknya merembet ke lapangan. Suarez jadi orang tak sabaran dan sering berkonfrontasi dengan wasit. Belum lagi masalah fisiknya yang dianggap terlalu gempal dan menyebabkannya belum fit benar untuk level Eropa.

Semuanya berubah ketika Sofia pindah ke Belanda. Dia atas lapangan, penampilan Suarez meningkat drastis. Ia mencetak 15 gol dari 37 penampilan di semua kompetisi.

Suarez memang hanya menjadikan Groningen batu loncatan untuk kariernya di sepakbola. Ia kemudian pindah ke Ajax Amsterdam sebelum bersinar bersama Liverpool. Statusnya sebagai salah satu striker terbaik di dunia kian diakui usai berkostum Barcelona.

Suarez mungkin tidak akan seperti sekarang ini andai tak bertemu Sofia. Ia mengakui kalau di sekitarnya banyak orang-orang yang berpengaruh buruk. Tanpa Sofia, Suarez seperti kehilangan arah.

Sumber: Sportsmob, Liverpool Echo.