Perjuangan Barisan Pertahanan Menghadapi Ronaldo Sang Fenomena

Selama 18 tahun, dia telah mengalahkan banyak bek tangguh dunia. Ketika bola sampai di kakinya, segala cara yang memungkinkan akan terjadi, meski kadang tak pernah terbayangkan. Dari nutmeg hingga stepover, flip-flap hingga rolet, dia tak bisa lagi dihentikan di tengah liukannya. Dalam sekejap, sosoknya akan sukses melewati barisan pertahanan lawan, dan kemudian mencetak gol luar biasa.

Dialah R9, Ronaldo Luis Nazario de Lima, salah satu striker terbaik dari Rio de Janeiro, Brasil. Di era 1990-an hingga awal 2000-an, penampilannya selalu dinantikan. Gerakannya selalu menakjubkan, seperti belum pernah terlihat di lapangan sepak bola sebelumnya. Sejumlah bek hebat dunia pun mengungkap bagaimana perjuangan barisan pertahanan mereka ketika menghadapi sosok Rionaldo.

Berkembang di Belanda

Ronaldo baru berusia 17 tahun ketika meninggalkan klub Brasil yang membesarkannya, Cruzeiro  dan bergabung dengan PSV Eindhoven setelah Piala Dunia 1994. Saat itu, tim asal Belanda tersebut masih kesulitan mencetak setelah ditinggal Romario, rekan senegara Ronaldo yang menyarankannya untuk menerima tawaran PSV. Sejak kedatangan striker muda itu, lini depan mereka kembali jadi bergairah.

Pemain kelahiran 18 September 1976 itu menjadi pencetak gol terbanyak Eredivisie di akhir musim 1994/1995 itu, dengan 30 gol dalam 33 laga. Namun, ada seorang bek yang jadi lawan tangguhnya, Robert Molenaar dari FC Volendam. Dalam dua pertemuan musim itu, dia sukses meredam sang penyerang. Membuatnya terdiam selama 180 menit tentu menjadi prestasi yang bisa dibanggakan.

“Saya ingat dia sering turun ke tengah menjemput bola dan mencoba berlari kencang menggiring bola. Setiap kali dia bisa menantangmu dan berlari ke arahmu, kamu merasa berada dalam masalah besar,” kenang Molenaar.

Pada pertemuan ketiga mereka, Ronaldo akhirnya berhasil mencetak gol. “Kombinasi kecepatan dan teknik hebat itu sangat sulit dilawan. Dia dari planet lain,” tambahnya.

Marcel Desailly dan Lilian Thuram

Dua tahun kemudian, striker berjuluk The Phenomenon itu pindah ke Barcelona. Meskipun hanya bertahan semusim, dia sempat membuktikan kemampuannya hingga dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Dunia termuda di penghujung 1996. Pada musim panas 1997, Ronaldo bergabung ke Inter Milan, lagi-lagi dengan memecahkan rekor transfer dunia, serta memenangkan Ballon d’Or 1997.

Tak salah jika Ronaldo disebut sebagai pemain terhebat di dunia ketika datang ke Piala Dunia 1998 di Prancis. Jelang laga final antara tim tuan rumah dengan Timnas Brasil, barisan pertahanan Prancis berkumpul hingga tengah malam, membahas bagaimana cara menghentikannya. Di sana, ada Marcel Desailly dan Lilian Thuram yang sebelumnya pernah bertemu Ronaldo di Serie A musim 1997/1998.

“Dia melakukannya pada saya di AC Milan. Saya tidak melihat bola. Apakah dia pergi ke kanan atau ke kiri, Anda tidak melihat bolanya. Dimana bolanya? Itu ajaib,” kata Desailly yang saat itu membela klub rival sekota tim Ronaldo tersebut.

Dia berbicara panjang lebar kepada rekan bek lainnya, Frank Lebouf, dalam percakapan yang tertangkap kamera pada malam menjelang final Piala Dunia 1998 itu.

Thuram, yang bermain untuk Parma pada saat itu, ikut menambahkan.

“Hal pertama adalah, jangan salahkan dia. Jangan terlalu dekat. Anda tahu apa yang dia lakukan? Dia menggunakan Anda. Dia menunggu dan, karena dia besar, dia bisa berubah,” katanya pula.

Anda tidak dapat membayangkan jika ada striker lain yang dapat membuat Desailly, Thuram dan Lebouf sampai terjaga di malam hari.

Menolak Kontrak Baru

Jelang Piala Dunia 2006, Ronaldo yang sudah bermain di Real Madrid sejak empat tahun sebelumnya menjalani musim yang kurang baik karena cedera. Sembilan hari sebelum laga pertama Timnas Brasil, mereka melawan Selandia Baru dalam uji coba. ”Saya ingat ada sedikit spekulasi pers dan obrolan penggemar tentang tingkat kebugaran Ronaldo jelang Piala Dunia 2006,” kata bek lawan, Danny Hay.

“(Tapi) seperti semua striker hebat saat itu, dia benar-benar hidup di lini serang. Tingkat konsentrasi kami harus benar-benar tepat setiap dia melepaskan bola atau mencoba menguasai bola,” ucapnya mengenang.

“Dia tak menghasilkan momen-momen hebat yang tertanam dalam ingatan semua penggemar, tapi jelas dia spesial. Sangat menyenangkan berkesempatan menjaganya,” kata Hay lagi.

“Cukup menyenangkan bisa bertukar kaus dengannya. Itu adalah salah satu dari sedikit jersey yang saya pajang, hanya karena Ronaldo adalah salah satu GOATs,” tambah Hay mengingat momen itu.

Status GOAT itu digarisbawahi ketika Ronaldo mencetak golnya ke-15 di Piala Dunia dalam babak 16 besar melawan Ghana. Gol itu sukses memecahkan rekor Gerd Muller yang telah bertahan 32 tahun.

Sumber: Dream Team FC