Philipp Lahm, Akhir Kisah Bek Kiri Terbaik di Generasinya

Philipp Lahm lahir di tempat dan waktu yang tepat. Ia lahir pada 11 November 1983 di Munich, Jerman Barat. Kelak, ia akan menjadi salah satu bek kiri terbaik, bukan cuma di Jerman, tapi juga di dunia.

Lahm awalnya berlatih sepakbola di FT Gern karena diajak oleh temannya. Kebetulan, ayahnya, Roland, juga bermain di sana. Sementara ibunya, Daniele, mengelola tim usia muda.

Lahm punya mimpi. Ia ingin menjadi pembuat roti. Atau, seperti orang kebanyakan, ia ingin menjadi bankir. Namun, semuanya berubah ketika ia bersekolah di Rudolf Diesel School. Saat ditanya soal cita-citanya, Lahm dengan mantap menjawab ingin menjadi pesepakbola profesional.

Cita-cita itu berlangsung dengan tepat. Pada 1995, di usianya yang 11 tahun, ia direkrut oleh klub terbesar di Munchen, Bayern. Ia pun ditunjuk sebagai ball boy untuk pertandingan kandang tim senior Bayern di Olympiastadion. Ia juga ada di pinggir lapangan Olympia ketika Borussia Dortmund mengalahkan Juventus pada final Liga Champions 1997.

Alasan Lahm direkrut Bayern adalah Jan Pienta. Pelatih tim muda Bayern tersebut sudah memantau Lahm sejak di Gern. Setelah direkrut, salah satu pelatihnya, Hermann Hummels yakin betul kalau Lahm akan sukses. Dia sampai bilang, “Kalau Philipp Lahm tidak berhasil di Bundesliga, maka tak akan ada yang bisa.”

Lahm perlahan naik ke tim B ketika usianya 17 tahun. Sebelumnya, ia dua kali meraih gelar juara Bundesliga Youth dan memipin tim sebagai kapten. Di tim B, sudah terlihat kalau Lahm bisa main di berbagai posisi seperti gelandang bertahan, gelandang kanan, atau fulbek kanan.

Debutnya terjadi pada 13 November 2002. Di hadapan 22 ribu penonton, ia masuk pada menit ke-92 di laga yang berakhir imbang 3-3 menghadapi RC Lens tersebut. Akan tetapi, itu bukan pertanda bagus. Soalnya, jalan menuju tim utama terhalang karena kehadiran Willy Sagnol dan Bixente Lizarazu yang jadi pilihan utama di pos fulbek.

Karena merasa sayang dengan bakatnya yang sia-sia kalau cuma jadi penghangat bangku cadangan, Bayern meminjamkannya ke Stuttgart selama dua musim. Di sanalah ia mencatatkan debutnya di Bundesliga.

Di bawah arahan Felix Magath, Lahm menjadi pemain utama sebagai fulbek kiri. Ia bahkan mendapatkan perhatian khusus dari Sir Alex Ferguson yang ingin merekrutnya usai laga menghadapi Manchester United di Liga Champions.

Sayangnya, di musim keduanya bersama Stuttgart, Lahm menjadi rentan cedera. Bahkan, ketika masa peminjamannya berakhir, ia pulang ke Bayern tapi tak langsung ke tempat latihan, melainkan ke pusat penyembuhan.

Di musim 2005/2006 tersebut, Lahm baru mencatatkan debut sebagai starter buat Bayern di Bundesliga pada November. Ia tercatat cuma main 20 kali di Bundesliga.

Akan tetapi, hal itu sudah cukup untuk membuatnya dipanggil ke timnas Jerman yang berlaga di Piala Dunia 2006. Padahal, Lahm sudah tak main di timnas sejak Januari 2005. Namun, agaknya penampilan bagusnya di Euro 2004 sudah cukup memuaskan bagi Jurgen Klinsmann untuk memanggilnya. Ditambah lagi, Piala Dunia 2006 menjadi penting buat Jerman karena tampil sebagai tuan rumah.

Lahm mencetak gol pertama Jerman di turnamen tersebut saat menang 4-2 atas Kosta Rika. Lahm pun terpilih sebagai pemain terbaik di laga kedua melawan Polandia. Lahm tercatat sebagai satu-satunya pemain Jerman yang main selama 690 menit di Piala Dunia hasil dari tiga pertandingan fase grup selama 90 menit, babak 16 besar 90 menit, babak perempatfinal dan semifinal selama 120 menit, serta pertandingan perebutan peringkat ketiga selama 90 menit.

Setelah Piala Dunia, jumlah pertandingan yang dilakoni Lahm di klub meningkat drastis. Dan hal ini terus terjadi secara konsisten bahkan hingga ia pensiun pada akhir musim 2016/2017.

Dibandingkan dengan Paolo Maldini

Mantan pelatih Lahm di Bayern Munich, Carlo Ancelotti, mewajarkan perbandingan Lahm dengan Paolo Maldini.

“Untuk membandingkannya dengan Paolo Maldini itu tepat,” kata Ancelotti jelang pertandingan terakhir Lahm sebagai pemain pro.

“Kedua pemain bermain untuk satu tim sepanjang karier mereka. Ada begitu banyak kesamaan dalam hal kualitas, profesionalitas, tingkah laku, kepribadian dan karakter. Ini adalah pujian buat keduanya untuk dibandingkan satu sama lain.”

“Dia sangat penting bagi klub, manajer, menjadi contoh hebat buat rekan-rekannya. Aku mencintai profesionalitas dan kualitasnya. Kalau kami punya 20 Philipp Lahm kami tak akan punya masalah,” terang Ancelotti.

Saat mengumumkan masa pensiunnya dari sepakbola, Lahm meyakinkan kalau dirinya bisa menampilkan penampilan terbaik hingga akhir musim, tapi tidak setelahnya. Ia tampaknya sadar setelah Ousmane Dembele mencetak gol penentu kemenangan Borussia Dortmund di semifinal DFB Pokal musim 2016/2017. Ia pun mengakui: “Aku membuat kesalahan fatal.”

Meski merasa penampilannya menurun, tapi Gerland, yang merupakan salah satu mentor Lahm, bersikeras kalau menampilkan penampilan di level setinggi itu untuk waktu yang lama telah meningkatkan ekspektasi terhadapnya di tiap pertandingan.

“Philipp memenangi hampri segala yang bisa dimenangi. Dia hanya gagal memenangi Piala Eropa,” terang Gerland di situs resmi Bayern.

“Hal yang menyedihkan soalnya adalah dia belum pernah mendapatkan penghargaan Player of the Yera, yang mana aku tak mengerti. Tentu, Philipp tak bermain secara spektakuler. Namun, jia ia hanya sesekali menghindar atau memberikan satu umpan buruk, orang-orang langsung bertanya: Ada apa dengan Philipp hari ini? Itu adalah tanda dari karier yang luar biasa.”

Sumber: ESPN.