Membawa ekspektasi tinggi sendirian tentu bukan hal yang mudah, seperti yang kini dirasakan Lionel Messi. Ia menjadi sosok yang paling disorot di tubuh Argentina. Maklum saja, sebagai peraih lima kali gelar pemain terbaik dunia, Messi punya beban besar untuk membawa Argentina ke puncak kejayaan. Namun, tampaknya, keinginan tersebut masih jauh panggang dari api.
Kroasia mempermalukan Argentina dengan tiga gol tanpa balas. Peluang buat Albeceleste lolos ke 16 besar Piala Dunia pun menjadi cukup sulit. Dari tiga gol tersebut, satu disebabkan blunder sang kiper, Willy Caballero. Mantan kiper Manchester City tersebut gagal melakukan chip dan berhasil dipotong Ante Rebić dan langsung melakukan tendangan akrobatik yang menghujam gawang lawan.
Dalam pertandingan ini, taktik Jorge Sampaoli juga mendapatkan kritikan. Menggunakan formasi 3-4-3, menjadikan trio Gabriel Mercado-Nicolas Otamendi-Nicolas Tagliafico sebagai palang pintu. Hasilnya gagal total. Kualitas Mercado dan Tagliafico sangat disorot. Mereka dianggap sebagai lubang besar bagi Argentina.
Namun, dibanding dua kritik terhadap Caballero ataupun Sampaoli, kritik terbesar masih lebih banyak diterima Messi. Ia dianggap tidak tampil optimal dalam pertandingan tersebut.
Messi memang tampil melempem dengan hanya melakukan 49 sentuhan dan hanya dua kali di dalam kotak penalti Kroasia. Butuh waktu 64 menit bagi Messi untuk melakukan tendangan ke gawang Kroasia. Di pertandingan sebelumnya menghadapi Islandia, Messi bahkan gagal mengeksekusi penalti dan membuat Argentina gagal meraih kemenangan dan harus puas dengan hasil imbang 1-1.
Paulo Dybala menjelaskan betapa sulitnya bermain dengan Messi di dalamnya. Dalam wawancara dengan The Guardian, Dybala menjelaskan bahwa tidak ada satupun pemain Argentina yang memiliki level yang menyamai Messi. Ini menjadikan Messi sebagai pusat dari semua serangan Argentina. Dampaknya? Serangan Argentina sangat mudah terbaca.
Kesulitan lainnya yakni waktu adaptasi para pemain Argentina yang sangat singkat untuk bermain dengan Messi. Dibandingkan para pemain Barcelona yang memiliki waktu lebih banyak untuk bermain dengan Messi, para pemain Tim Nasional Argentinya, hanya punya waktu dalam hitungan pekan untuk beradaptasi dengan kehadiran Messi.
Pablo Zabaleta, yang pernah bermain bersama Messi di Tim Nasional Argentina merasakan kekecewaan yang diraskan oleh Messi. “Saya merasa ada kekecewaan, Messi sudah berusaha keras, mungkin ini usaha terkahirnya mendapatkan gelar bersama Argentina, saya tidak akan terkejut apabila Messi akan memutuskan pensiun memperkuat Argentina,” ucap Zabaleta dikutip BBC.
Kebuntuan yang dialami Messi kini secara otomatis juga menjadi kebuntuan dari Argentina. Padahal lini depan Argentina sangatlah mewah. Ada nama Dyabala, Higuain, hingga Aguero. Belum lagi ada nama Mauro Icardi di Inter Milan yang tidak dipanggil kali ini.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apabila Messi juga menjadi titik terkuat sekaligus titik lemah dari Argentina, mampukah Argentina bermain tanpa Lionel Messi?
Statistik yang dihimpun Opta menunjukkan ketika Messi absen memperkuat Argentina selama kualifikasi Piala Dunia, mereka hanya mampu menang 1 kali, 4 kali imbang dan 2 kali kalah. Bandingkan dengan kehadiran Messi di mana dalam 6 pertandingan , Argentina meraih 5 kemenangan dan 1 kali kalah. Terkahir dimana Argentina bermain tanpa Messi, Argentina dicukur habis Jerman dengan skor 1-6. Hasil yang membuktikan betapa Messi sudah menjadi nyawa bagi Tim Nasional Argentina.
Tentu kekalahan atas Kroasia membuat langkah Argentina sedikit terhambat. Di tambah masalah lain di ruang ganti, di mana Jorge Sampaoli sempat diisukan akan dipecat pasca pertandingan menghadapi Kroasia. Namun peluang bagi Argentina (dan Messi), untuk menjawab kritikan dan meraih gelar juara masih terbuka.
Bisa jadi ini adalah Piala Dunia terkahir bagi Messi. Memang masih ada Piala Dunia Qatar 2022, namun di tahun tersebut Messi sudah berusia 35 tahun. Apabila Messi masih memperkuat Argentina pun, tentu saja ada penurunan dari segi stamina dan cara bermain. Jadi inilah saat paling tepat bagi Messi untuk meraih gelar juara, tentu saja dengan catatan bahwa seluruh skuat Tim Tango, mampu bangkit dari keterpurukan.
Kini Sampaoli harus kembali bekerja keras, bahkan dua kali lebih keras untuk membawa Argentina lolos. Tentu saja dengan memaksimalkan peran Lionel Messi tanpa menaifkan peran para pemain lainnya. Yang dibutuhkan Sampaoli saat ini mencari “missing link” antara Messi dan pemain lainnya.
Tentu bukan tugas yang mudah namun tidak mustahil. Apabila Sampaoli berhasil, impian Messi untuk meraih gelar juara bagi Negaranya akan terwujud. Apabila Sampaoli gagal, jangan salahkan Messi untuk kemudian ngambek dan pensiun dari Tim Nasional untuk kedua kalinya.