Alireza Jahanbakhsh dan Premier League yang Tak Bersahabat untuk Top Skor Eredivisie

25 Juli lalu, kesebelasan Premier League, Brighton and Hove Albion, resmi merekrut Alireza Jahanbakhsh dari AZ Alkmaar. The Seagulls mengontrak pemain berusia 24 tahun ini hingga musim panas 2023. Diketahui Brighton harus melepas dana sebesar 17 juta paun untuk mendatangkan Alireza sekaligus memecahkan rekor pembelian mereka sepanjang sejarah.

Pemain nasional Iran ini melejit sepanjang musim lalu. Dia merupakan top skor Eredivisie dengan 21 gol. Ia pun menciptakan sejarah sebagai pemain Iran serta Asia pertama yang bisa menjadi pencetak gol terbanyak Liga Belanda. Yang menarik, posisi asli Alireza adalah seorang winger.

“Kami senang menyambut Alireza di dalam klub dan kami senang bisa menyelesaikan kesepakatan dengannya. Dia adalah pemain yang bisa bermain di sayap atau gelandang menyerang dan saya tidak sabar untuk bekerjasama dengannya,” ujar Chris Hughton kepada situs resmi klub.

Kedatangan Alireza diharapkan bisa meningkatkan ketajaman Brighton yang musim lalu menempati peringkat kedua dalam produktivitas gol terendah setelah WBA. Sepanjang musim lalu, mereka kerap menggantungkan harapan untuk mencetak gol kepada Glenn Murray maupun Pascal Gross.

Kerasnya Premier League pada Top Skor Eredivisie

Brighton tentu berharap rekrutan barunya ini bisa langsung nyetel bersama rekan-rekannya yang lain. Datang dengan status pencetak gol terbanyak menunjukkan kalau si pemain adalah sosok yang spesial. Meski begitu, Brighton harus berhati-hati mengingat para pemain yang datang ke Premier League dengan status top skor kerap gagal menunjukkan performa terbaiknya.

Sebelum Alireza, ada sembilan top skor liga Belanda yang memutuskan hijrah kePremier League dari 17 pemain yang meraih gelar Sepatu Emas sejak 1997. Sayangnya, dari jumlah tersebut hanya segelintir nama saja yang terbilang sukses di Negeri Tiga Singa. Sisanya kerap sulit menunjukkan performa terbaik dan justru mendapat status sebagai rekrutan gagal.

Musim 2016/2017, Tottenham Hotspur mendatangkan Vincent Janssen dari AZ Alkmaar dengan nilai 17 juta paun. Ia adalah top skor Liga Belanda musim sebelumnya dengan 27 gol. Akan tetapi, ketajaman Janssen turun drastis ketika bermain di White Hart Lane. Dua musim memperkuat Spurs, ia hanya membuat dua gol saja di Premier League sebelum dipinjamkan manajemen ke Fenerbahce musim lalu.

Sebelum Janssen ada nama Memphis Depay. Sama seperti Alireza, posisi Memphis bukan seorang penyerang. Memphis mencetak 22 gol dari 30 penampilan di liga. Torehan ini membuat Manchester United sepakat mendatanginya dengan harapan bisa mencetak banyak gol. Akan tetapi, ia justru sulit beradaptasi dengan skema Louis van Gaal dan hanya mencetak dua gol saja di liga sebelum dijual Jose Mourinho ke Olympique Lyon.

Wilfried Bony hijrah dari Vitesse Arnhem ke Swansea City dengan membawa rataan satu gol per laga di liga Belanda. Musim pertama bersama The Swans sebenarnya berjalan dengan baik. Ketajaman Bony menurun ketika ia memutuskan menerima pinangan Manchester City. Hingga ia kembalike Swansea, Bony tidak pernah lagi mencetak gol lebih dari 10.

Jauh sebelum Bony, Afonso Alves datang ke Middlesbrough dengan membawa status top skor Liga Belanda 2006/2007 dengan 34 gol dalam 31 laga. Akan tetapi, ketajamannya tidak berlanjut saat bermain untuk kubu Riverside. Alves yang terbiasa membuat gol dua digit hanya bisa membuat empat serta enam gol saja dalam dua musimnya bersama Boro sebelum dilepas ke Al Sadd.

Beberapa nama lain yang mendapat label gagal adalah Mateja Kezman, Luc Nilis dan Jarilitmanen. Kezman hanya mencetak empat gol saja bersama Chelsea setelah tiga kali menjadi yang paling subur di Belanda. Nilis pernah dua kali menjadi top skor Eredivise sebelum kariernya terhenti karena cedera parah bersama Aston Villa. Jarilitmanen pernah menjadi bomber tersubur bersama Ajax sebelum gagal bersama Liverpool.

Kegagalan sebenarnya tidak terjadi kepada para peraih Sepatu Emas. Nama-nama seperti Luuk De Jong dan Bryan Ruiz adalah para pencetak gol ulung di Eredivisie yang juga gagal bersinar ketika pindah ke liga Inggris.

Tiga Nama Sebagai Inspirasi Alireza

Meski banyak sekali top skor Eredivisie yang gagal di Premier League, Alireza sebaiknya tidak perlu takut. Ia bisa belajar dari tiga seniornya yang bisa konsisten mencetak gol baik di Belanda maupun di Inggris.

Ruud van Nistelrooy mencetak 150 gol dan meraih sepatu emas pada musim 2002/2003 bersama Manchester United. Begitupun Dirk Kuyt yang masih bisa mencetak 51 gol bersama Liverpool meski mengalami perpindahan posisi. Nama terakhir adalah Luis Suarez. Top skor Ajax pada musim 2009/2010 ini menjadi top skor Premier League pada musim 2013/2014.

Seseorang yang datang dengan status top skor memang tidak menjamin dirinya akan kembali menjadi pencetak gol terbanyak di klub barunya. Taktik serta kualitas kesebelasan di kompetisi tersebut jelas berpengaruh kepada karier si pemain. Bisa jadi Alireza akan mengalami kesulitan layaknya para pendahulunya. Tetapi tidak tertutup kemungkinan baginya untuk langsung nyetel dengan kompetisi Premier League meski tidak mencetak banyak gol seperti yang ia buat di Belanda.