Dari klub asal Rennes dan kemudian pindah ke Barcelona setelah melalui masa keemasan di Dortmund, kisah Ousmane Dembélé telah menjadi kisah yang menyedihkan untuk diceritakan. Dari situasi psikologis sampai bentuk performanya saat ini, telah menggambarkan bahwa Dembélé merupakan friksi dari sebuah harapan yang sedang menggantung.
Pencinta sepakbola tampaknya harus bersimpati untuk Ousmane Dembélé. Perjuangan pemain muda berusia 21 tahun terlihat mulai rusak setelah diagung-agungkan secara berlebihan. Bahkan sulit untuk mendeteksi apakah ia masih bisa berkembang dan menunjukkan performa yang lebih baik lagi atau tidak sama sekali. Malah nyatanya pekan ini, Dembélé kian bermasalah di Barcelona, dan mencapai titik krisis.
Pemain asal Prancis itu, bersama agennya telah dipanggil ke pertemuan rahasia dengan petinggi klub. Dembélé kemudian didesak untuk hengkang dari Camp Nou jika ia masih belum bisa membuat gebrakan di Barcelona, dan para petinggi klub berjanji akan merahasiakan hal ini dari publik. Tapi sepertinya itu semua tak sesuai harapan. Pasalnya, tak perlu waktu lama, cerita soal desakan kepada Dembele justru langsung bocor ke publik.
Mirip kisah Maradona, tapi tak serupa
Di sisi lain, cerita seperti ini tentu saja bukan hal baru. Sepakbola selalu bercerita tentang karier talenta-talenta muda, dan Camp Nou selalu menjadi tempat yang sulit terpisahkan dari hal itu. Seperti Dembélé, Diego Maradona juga masih menjadi seorang pemain muda ketika ia didatangi Barcelona pada 1982.
Sama pula seperti Dembélé, Maradona adalah pemain muda berlabel termahal di dunia, dan ia menemukan beban yang keras mulai datang ke pundak kariernya. Namun bedanya, Maradona langsung berhadapan dengan manajer Udo Lattek, yang menyuruhnya harus menendang bola selama berjam-jam.
Maradona juga terus berjuang dengan budaya di Catalan, dan juga berjuang menghadapi seorang pelatih cerewet. Ia berjuang dengan gaya lawas Barcelona, gaya yang saat itu masih terlalu menggunakan performa fisik dan tidak terlalu skematis dalam penggunaan taktik.
Dengan sendirinya, pergelangan kaki Maradona harus patah saat menerima tantangan yang mengerikan dari Andoni Goikoetxea. Setelah merintih kesakitan untuk beberapa saat, pesepakbola yang pernah berlabel paling mahal di dunia itu akhirnya dibawa keluar dari Camp Nou dengan selimut dan dibawa ke rumah sakit dengan sebuah van kecil yang dipinjam.
Namun jika dibandingkan situasi ini dengan kasus Dembélé, rasanya tak elok memandang hanya dengan sebelah mata saja. Bahkan menurut salah satu pundit The Guardian, Barney Ronay, tidaklah normal untuk merasa kasihan kepada Dembélé dalam situasi seperti itu. Karena sejatinya yang dirasakan pemain mahal berusia 21 tahun tersebut mungkin hanyalah kesepian atau tersesat tak tau harus berbuat seperti apa di Catalonia. Dan ini sangat berbeda dengan situasi Maradona.
Sekarang, sudah kurang lebih 15 bulan sejak Dembélé direkrut Barcelona ke Camp Nou dengan biaya mendekati 100 juta paun. Namun sejak perekrutannya, ia hanya bermain selama 90 menit sebanyak empat kali, dan hanya itu, ia juga baru mencetak 10 gol. Bentuk performanya inilah yang dianggap tidak sesuai harapan publik Catalan.
Di sisi lain, dilansir dari Football Leaks, mereka mengatakan jika Dembélé digaji sebesar 15 juta paun dalam satu tahun, plus bonus 9 juta paun. Sebuah ‘hadiah’ yang kurang pas jika melihat performanya yang sama sekali tidak bisa dikatakan baik, bahkan sampai detik ini.
Dembele, masalah psikis dan indisipliner
Sebenarnya, Dembélé sempat memulai musim ini dengan baik sebelum ia kembali hangat dibicarakan publik. Ia bahkan bermain apik saat bermain di laga El Clásico pada bulan lalu. Ia membawa bola melewati pemain Madrid dengan indah, menipu bek dengan triknya, dan tampaknya saat itu ia tampil tanpa beban sebagaimana sebelumnya. Dembele sontak menjadi bahan pembicaran yang hangat setelah pertandingan.
Namun tak lama setelah performa menawannya itu, ternyata muncul sebuah laporan yang mengatakan jika eks pemain Dortmund itu terlambat untuk melakoni sesi pelatihan dalam beberapa minggu. Bahkan Barcelona dikabarkan kehilangan kabarnya selama berjam-jam. Dembele lalu dicap telah melakukan suatu kegiatan indisipliner.
Selain itu, ternyata Dembele memiliki rutinitas yang buruk dari caranya berbicara dan bersikap. Rutinitas buruk itu seperti sering bolos pelajaran bahasa Spanyol dan memiliki pola makan yang buruk. Selain itu, Don Balon sempat menyebut jika Dembélé adalah seorang yang ‘menyedihkan, apatis, tidak ingin repot dan terlalu individualistis’. Dembele juga dilaporkan sering tidur larut malam karena bermain konsol game samblil memakan makanan cepat saji di kamarnya.
Sekarang pertanyaannya, hal apakah yang sampai membuat pemain itu menjadi seperti bocah sekolah yang nakal ini? Seberapa serius kah keadaan psikologis pemain berusia 21 tahun yang jauh dari keluarganya sampai-sampai melakukan kegiatan yang indisipliner di klub sebesar Barcelona?
Sampai saat ini, jawaban dari kedua pertanyaan itu masih belum terjawab. Yang jelas, Dembele memiliki masalah serius yang sangat berpengaruh terhadap performanya di atas lapangan.
***
Kisah Dembélé selalu menjadi kepentingan petinggi Barcelona saat ini, dan agennya berusaha untuk membuat semua masalah ini selesai dengan segera. Bahkan mungkin semua segmen Barcelona sedang berdo’a, berharap Dembele tidak menjadi pemain seperti Ibrahimovic di era Pep Guardiola.
Untuk saat ini balada Ousmane Dembélé akan tetap menjadi cerita yang benar-benar mengungkapkan kesedihannya dalam skala garis besar. Secara jelasnya, ia bermain buruk karena memiliki persoalan psikis. Tentu saja, semua pihak yang bersangkutan akan terus mencari tahu jalan keluarnya.