Ketika berbicara soal Paris Saint-Germain (PSG), wajar jika uang menjadi hal utama yang keluar di kepala. Menurut data Transfermarkt, sejak dikuasai oleh Qatar Sports Investment pada 2011, PSG telah mengeluarkan uang lebih dari 1,2 miliar euro untuk belanja pemain. Entah berapa kali mereka terkena teguran dari UEFA terkait Financial Fair Play (FFP) tapi yang jelas PSG kemudian menjadi penguasa divisi sepakbola tertinggi Prancis, Ligue 1.
Memecahkan rekor transfer dunia dengan memboyong Neymar seharga 222 juta euro dari Barcelona. Merebut talenta muda terbaik Prancis, Kylian Mbappe, dari AS Monaco. PSG tak terhentikan. Sekalipun dibantai oleh Lille 1-5 pada pekan ke-32 Ligue 1 2018/2019, mereka masih unggul 17 poin dari pesaing terdekatnya di klasemen dengan tujuh laga tersisa.
Baca juga: Pesta yang Gagal di Lille
Uang. Harta. Kekayaan. Itu modal PSG membangun kesebelasan yang seakan-akan lebih besar dari liga sepakbola di Prancis tempat mereka berkompetisi. Tentu harapannya jadi kesebelasan terbaik Eropa. “Target kami selalu untuk membuat Ligue 1 kompetitif dan juga bersaing di level Eropa. Pada akhirnya nanti semua orang akan melihat PSG dan mengakui bahwa kami telah melakukan hal yang baik,” kata Presiden PSG Nasser Al-Khelaifi.
Kompetitif atau tidaknya Ligue 1 adalah sesuatu yang subjektif. Melihat papan atas, tentu jawabannya tidak. Tapi apabila menengok ke bawah, bagaimana enam kesebelasan belum aman dari degradasi hingga pekan ke-32 musim 2018/2019, mugkin bisa dibilang kompetitif. Mengingat Premier League yang dijuluki sebagai ‘liga terbaik dunia’ sudah memiliki dua tim yang pasti turun sebelum pekan ke-32.
Uang adalah alasan utama mengapa PSG tidak tersaingi di papan atas Ligue 1. Namun, tim asal Kota Paris ini sebenarnya juga bukan semata-mata masalah uang. Mereka juga terlihat rajin mengorbitkan pemain-pemain muda hasil panen dari akademi. Kesebelasan kaya raya jarang melakukan hal ini. Tapi PSG rajin.
Matuidi + Verratti = Nkunku
Foto: TalkSport
Nama terakhir yang mencuat dari akademi PSG adalah Christopher Nkunku. Gelandang Prancis keturunan Republik Demokratik Kongo kelahiran 14 November 1997 yang telah bermain lebih dari 20 kali dan mendapat 1.409 menit di semua kompetisi 2018/2019. Ia sebenarnya bukanlah satu-satunya pemain akademi yang ada di tim senior PSG saat ini. Ada juga beberapa nama lain seperti Moussa Diaby dan Stanley N’Soki.
Tapi Nkunku merasakan musim terbaiknya selama kampanye 2018/2019. Menyusul senior-seniornya, Adrien Rabiot, Presnel Kimpembe, dan Alphonse Areola yang sudah lebih dulu menembus tim utama.
Ingat penyelematan terbaik sepanjang masa yang dilakukan oleh Maxim Chuopo-Moting? Itu adalah upaya dari Nkunku! Andai Chuopo-Moting tak menghalangi bola, mungkin PSG sudah dipastikan jadi juara Ligue 1 2018/2019 sejak pekan ke-31 melawan Strasbourg.
Tercatat sebagai pemain termuda yang pernah merumput untuk PSG di Liga Champions saat bertemu dengan Shakhtar Donetsk, Nkunku disebut memiliki atribut lengkap oleh Laurent Blanc meski saat itu dirinya masih berusia 18 tahun dan 24 hari. “Sangat sulit untuk menembus tim utama. Anda harus ganas sekaligus tenang di lapangan, dan dia memiliki semuanya,” kata Blanc.
Bermodalkan kecepatan, visi permainan, umpan-umpan akurat, dan etos kerja luar biasa. Nkunku disebut menyerupai gaya permainannya, Blaise Matuidi dan Marco Verratti. Nkuku awalnya bahagia di Paris. Mengaku senang bisa membuktikan diri meski sempat tak dilihat oleh nakhoda PSG.
“Ketika kepala pelatih baru datang ke sini. Mereka tidak mengetahui kami para pemain muda. Tidak memperhatikan ataupun mengenal kami. Beruntung saya bisa menunjukkan diri dan dipanggil ke tim senior. Bermain di Parc des Princes adalah sesuatu hal luar biasa,” kata Nkunku.
Dari Zaman Anelka
Foto: Redbull
Sayangnya, hal itu tidak bertahan lama. Nkuku dilaporkan sudah menolak perpanjangan kontrak yang ditawarkan PSG. Rumor kepindahannya dari Paris pun semakin marak. Dana 18 juta pauns kabarnya bisa membuat Nkuku yang masih memiliki kontrak hingga 2020 hengkang dari Paris. Arsenal disebut menjadi kesebelasan yang paling mengincar dirinya.
Nkuku sudah terlibat di tim senior PSG selama empat musim. Namun baru sejak 2017/18 dirinya sering mendapatkan kesempatan merumput. Dia bahkan menembus seribu menit pada 2018/19 dengan 20 penampilan di Ligue 1. Jumlah penampilan yang sama di musim sebelumnya hanya memberikan sekitar 600 menit bagi Nkunku.
Ini seperti kutukan bagi PSG. Sejak dulu mereka selalu rajin mengorbitkan pemain-pemain muda dari akademi. Dari Nicolas Anelka, Youssouf Mulumbu, sampai Kingsley Coman. Tak ada yang bertahan lama di PSG.
Manajer PSG Thomas Tuchel saat ini memiliki enam nama jebolan akademi di tim senior. Tapi Nkuku dan Adrien Rabiot sudah menolak perpanjangan kontrak dan ingin hengkang. Sementara Presnel Kimpembe disebut akan dilego demi memberi ruang untuk bek Napoli, Kalidou Koulibaly. Sedangkan Stanley N’Soki sudah diincar oleh Newcastle United.
Hanya Moussa Diaby dan Alphonse Areola yang tidak dikaitkan dengan kesebelasan lain selama periode Maret hingga April 2019. Pemain-pemain akademi ini memang biasanya tergeser oleh nama-nama tenar yang mendarat di Paris. Seperti Areola digeser Gianluigi Buffon. Tapi tetap saja PSG punya talenta akademi. Bukan sekedar uang. Bagaimana PSG menjaga talenta-talenta adalah hal lain.