Dettmar Cramer, Bapak Sepakbola Jepang

Dettmar Cramer punya dua julukan: “The Professor” karena ia begitu memerhatikan detail, dan “Napoleon” karena tingginya yang cuma 161 sentimeter. Meski lebih pendek ketimbang orang Jerman kebanyakan, tapi itu bukan masalah. Karena pengetahuannya soal sepakbola-lah yang membuatnya dihormati.

Sebelum dikenal sebagai pelatih hebat, Cramer terlebih dahulu melatih klub seperti Teutonia Lippstadt, Vfl Geseke, FC Paderborn, dan TuS Eving-Lindenhorst. Baru pada sekitar akhir 1948, ia bergabung dengan Federasi Sepakbola Jerman, DFB.

Cramer sempat menjadi jurnalis saat bergabung dengan DFB. Ia bahkan menjadi editor utama olahraga untuk stasiun televisi Jerman, ZDF. Namun, Cramer justru merasa terisolasi dari dunia sepakbola. Ini yang membuatnya hanya bertahan selama enam bulan sebagai jurnalis.

Di titik ini cerita bermula. Karena setelah keluar dari ZDF, Cramer dikirim DFB ke Jepang sebagai instruktur sepakbola. Ini merupakan lanjutan dari kerja sama Jepang dan Jerman yang sudah terjalin beberapa waktu sebelumnya.

Jepang memang membutuhkan orang yang mengerti betul sepakbola. Saat itu, Jepang bahkan tak punya kompetisi sepakbola profesional. Di sisi lain, Jepang akan menjadi tuan rumah Olimpiade 1964 yang mempertandingkan sepakbola.

Federasi Sepakbola Jepang, JFA, akhirnya menunjuk Cramer sebagai pelatih timnas Samurai Biru. Cramer punya segudang visi yang dituangkan bukan cuma di timnas, tapi juga untuk sepakbola Jepang keseluruhan.

Jepang di Olimpiade Tokyo 1964

Di Olimpiade Tokyo, Jepang tampil mengejutkan. Jepang berada di Grup D bersama Ghana, Argentina, dan Italia. Akan tetapi, Italia didiskualifikasi karena menggunakan pemain profesional saat babak kualifikasi.

Di pertandingan pertama, Argentina ditahan imbang 1-1 oleh Ghana. Karena hasil ini, Jepang bisa berharap untuk menahan imbang Argentina agar menjaga asa ke babak selanjutnya.

Namun, yang terjadi di Komazawa Olympic Park Stadium sungguh mengejutkan. Sempat unggul 1-0 dan 2-1, Argentina justru gagal mempertahankan keunggulan. Jepang berhasil mencetak gol lewat Saburo Kawaguchi pada menit ke-81 dan Aritatsu Ogi pada menit ke-82. Sehingga skor akhir menjadi 3-2 untuk kemenangan Jepang.

Di pertandingan terakhir, justru Argentina yang balik berharap kalau Jepang bisa mengalahkan Ghana. Soalnya, pada era ini, poin kemenangan adalah dua poin, bukan tiga poin seperti sekarang ini. Kalau Jepang bisa mengalahkan Ghana dengan skor telak, Argentina mungkin saja bisa lolos ke babak selanjutnya.

Namun, Jepang akhirnya kalah dengan skor 2-3, setelah sempat unggul 1-0 dan 2-1, sama seperti yang terjadi pada Argentina di pertandingan sebelumnya.

Jepang pun lolos ke babak perempat final. Akan tetapi, Samurai Biru justru bertemu dengan Cekoslovakia yang merupakan negara unggulan. Di hadapan 19 ribuan penonton, Jepang kalah terbantai 0-4.

Hasil di Olimpiade Tokyo juga memperlihatkan kalau sepakbola Jepang punya potensi dan mulai menunjukkan perbaikan. Cramer pula yang memformulasikan serta membuat kebijakan buat perkembangan sepakbola Jepang secara umum.

Contohnya saja pembentukan liga nasional, pelatihan untuk para pelatih, serta menguatkan timnas Jepang yang akan bertanding di Olimpiade Mexico City empat tahun setelahnya. Perbaikan ini jelas terlihat: Jepang meraih medali perunggu!

Sumbangsih Cramer untuk Jepang dan Dunia

Cramer memang tidak mendampingi timnas Jepang di dua olimpiade ini. Soalnya, sejak 1 Januari 1964, Cramer kembali ke Jerman untuk menjadi asisten Helmut Schon di timnas Jerman. Ia juga menjadi staf kepelatihan Jerman Barat di Piala Dunia 1966, di mana Jerman kalah dari Inggris di final.

Karena pengetahuan sepakbolanya inilah, Cramer direkrut oleh FIFA. Ia dikontrak sebagai pelatih dari 1967 hingga 1974. Tugasnya adalah berkeliling dunia untuk menyebarkan sepakbola.

Salah satu negara yang dikunjungi adalah Jepang, yang juga menjadi tempat Kursus Kepelatihan FIFA yang pertama pada 1969. Cramer pun dianggap sebagai penabur benih buat struktur kepelatihan pelatih di Jepang.

“Setelah kedatangannya, menguatkan olahraga di Jepang, melatih pelatih lain, dan menempatkan fondasi untuk pengembangan pemain muda, serta mendapatkan julukan Bapak Sepakbola Jepang,” tulis situs resmi JFA.

Pada 1971, Cramer dianugerahi pengahargaan 3rd Class Order of the Sacred Treasure dari Kaisar Hirohito atas jasanya terhadap Jepang. Atas pencapaiannya pula, Cramer mendapatkan dua gelar doktor kehormatan. JFA juga memberikannya penghargaan 75th Anniversary Special Achievement Award pada 1996.

Mantan pemain timnas Jepang, Ryuichi Sugiyama menyatakan kalau Cramer adalah inspirasi sejati. “Sebelum pertandingan (yang memperebutkan) medali perunggu, dia bilang pada kami ‘Tunjukkan Yamato Damashii kalian’. Sebagai seorang pelatih, dia fantastis, tapi juga menarik sebagai manusia biasa,” kata Sugiyama.

Yamato Damashii berarti semangat bertarung orang-orang Jepang.

Cramer wafat pada 17 September 2015. Operator sepakbola Jepang, J.League, turut berduka atas kepergian Cramer. J.League membenarkan kalau Cramer adalah orang di balik terbentuknya liga sepakbola Jepang, yang di kemudian hari menjadi J.League.

Ketua J.League saat itu, Mitsuru Murai, mengaku terkejut atas wafatnya Cramer. “Pada Juni lalu, sebelum perayaan 50 tahun Liga Sepakbola Jepang, aku bicara dengannya lewat telefon. Meski masih dalam masa pemulihan dari perawatan medis, dia terus berbicara soal Jepang sampai obrolan kami selesai,” kata Murai.

“Tuan Cramer menunjukkan kegembiraannya atas ekspansi J.League di seluruh negeri dan kemajuan budaya sepakbola di Jepang. Dialah yang mengusulkan Liga Nasional dan JSL membentuk landasan J.League hari ini,” ucap Murai.

Sumber: J.League, The Olympians, JFA.