Eddie Nketiah, Bukan Sembarang “Next Henry” atau “Next Wright”

Apa yang kalian tahu tentang mesin gol di kesebelasan Arsenal? Sederet nama seperti Thierry Henry, Dennis Bergkamp, Robin van Persie, atau yang lebih jauh lagi ke era awal 1990-an, Ian Wright.

Nama-nama yang tentunya tak bisa dilepaskan dari sepak terjang Arsenal sebagai salah satu klub kuat di Inggris. Wright misalnya, adalah pemain yang diorbitkan klub tetangga mereka, Crystal Palace, sebelum bakat emasnya ditemukan oleh George Graham dan menjadikannya pemain termahal klub berjuluk The Gunners dengan nilai 2,5 juta paun. Selama berkiprah sejak 1991 hingga 1998, ia telah mencetak sebanyak 128 gol dari 221 penampilan.

Publik Highbury mendewa-dewakan seorang Ian Wright, hingga akhirnya seorang pemuda asal Prancis datang dengan keadaan luka-luka dari klub Italia, Juventus. Kariernya yang diprediksi melesat di Serie-A usai dicap talenta berbakat AS Monaco, tak sesuai harapan.

Kali ini berkat Arsene Wenger, yang juga merupakan bosnya terdahulu, Henry akhirnya menjadi dewa baru bagi Arsenal. Delapan musim berseragam Arsenal, ia mencetak torehan fantastis yaitu 228 gol dari 377 penampilan. Bahkan, King Henry–julukan yang disematkan fans padanya–hanya perlu waktu enam musim untuk mendobrak rekor Wright.

Sulitnya Arsenal kembali ke persaingan juara secara tak langsung membuat mereka juga kesulitan menemukan pemain yang bisa menemukan kontribusi yang sama. Bahkan salah satu talenta terbaik mereka setelah era Henry yakni Robin van Persie, sampai-sampai hengkang ke klub rival, Manchester United karena merasa Arsenal kurang menjanjikan untuk menjadi juara. Robin tak tahan untuk berbuka puasa.

Berbagai nama sempat mereka datangkan. Mulai dari Lukas Podolski, Olivier Giroud yang menjadi pahlawan Montpellier meraih Ligue1, hingga Alexis Sanchez yang sempat menjadi momok bagi pertahanan bek-bek di Premier League namun memilih jalan yang sama dengan Van Persie. Di akhir kepelatihan Wenger, Arsenal tak main-main untuk mendatangkan duet striker yang didatangkan dengan harga selangit, yakni Alexandre Lacazette dan Pierre-Emerick Aubameyang.

Kota London yang lahirkan Nketiah

Belum banyak yang tahu, kalau Eddie Nketiah punya rekor yang cukup solid untuk disebut sebagai salah satu penyerang masa depan Arsenal. Pemain yang direkrut akademi Arsenal dari akademi Chelsea saat usianya 14 tahun ini telah tampil di empat tingkatan dari Under-18 hingga Under-21. Bila dijumlah, Eddie mencetak 21 gol dari 25 caps untuk Three Lions.

Namanya mulai mencuat saat mencetak brace ke gawang Norwich di ajang Piala Liga. Kala itu usianya masih 18 tahun dan itu adalah laga senior perdananya. Hanya butuh waktu 15 detik baginya mencetak gol pertama. Wow.

Wenger pernah mengungkapkan tentang Eddie:

“He has character and he is not afraid. He smells the combination movements, he can give and go and once a player has that in his game, they always have a chance.” Mengutip interview eksklusif Telegraph.

Ironisnya, dengan torehan yang ia catat di usia belia, Nketiah belum mendapatkan kepercayaan di skuat inti. Hengkangnya Danny Welbeck dari Emirates tak membuat Unai Emery memberikan slot padanya. Menurutnya, sulit menemukan sosok striker lokal berpengalaman seperti Welbeck yang telah mengantongi 42 caps bersama timnas.

Bakat inilah yang diendus oleh Leeds United. Ditukangi Marcelo Bielsa yang doyan daun muda, Nketiah adalah pilihan tepat. Ia punya modal skill ditambah arahan Bielsa, rasa-rasanya Eddie akan menjadi pemain yang spesial.

Lahir dan tumbuh dewasa di lingkungan London selatan yang urban, bermain di lapangan beton nan sempit semasa kecil membuat kemampuan teknisnya terasah. Tak hanya Eddie yang lahir dari lingkungan ini. Talenta yang lebih dulu dikenal seperti Jadon Sancho, Callum Hudson-Odoi, serta Joe Gomez juga dilahirkan di sisi kota ini.

Seperti Callum, Eddie juga mendapat kesempatan bergabung bersama Chelsea. Namun di klub London Barat, ia tak mendapat tempat lantaran pelatih menganggap tubuhnya terlalu kecil. Chelsea memang terkenal memiliki penyerang-penyerang bertubuh menjulang. Kalau kamu ingat, dulu mereka punya Tore Andre Flo, Eidur Gudjohnsen, Carlton Cole, atau Didier Drogba. Sekarang, mereka juga punya Tammy Abraham dengan perawakan serupa. Maka, setelah tawaran Arsenal datang kepadanya, ia tak menyia-nyiakannya.

Bukan Sembarang “Wright atau Henry Selanjutnya”

Jelang pra-musim 2019/2020, sosoknya kembali mendapat sorotan. Gol kemenangannya di menit akhir kala Arsenal berhasil menumbangkan Bayern Munich serta dua gol kontra Fiorentina dalam laga pra-musim adalah penyebabnya. Seakan-akan ia “mengajari” dua seniornya yang berbanderol mahal untuk mencetak gol.

Thierry Henry menjadi sosok yang diidolai oleh pemain muda manapun termasuk Eddie. Siapa pula yang tak terkesan dengan ciri khas Henry dalam mencetak gol: menyerongkan tubuhnya lalu menceploskan bola ke sudut gawang.

Sebagai pemain didikan Arsenal, ia beruntung sempat dilatih oleh seorang Henry langsung. Ia pun punya persamaan fisik dengan sang idola yakni keturunan Afrika dan juga bertubuh agak kurus. Nomor punggung “14” yang menjadi trademark Henry langsung dipilihnya ketika hijrah ke Elland Road musim ini. Pilihan nomor yang istimewa, karena di Arsenal ada Aubameyang yang juga memilih nomor keramat tersebut.

Sinar kebintangan Nketiah juga tak hanya mampu dilihat Henry, bahkan Ian Wright sekarang menjadi fans dari pemain bertinggi badan 175cm ini.

Pada laga Championship kala Leeds menjamu Brentford (22/8) sang legenda sampai hadir ke tribun stadion Elland Road. Ternyata pengorbanannya bertandang ke kota Leeds tidak sia-sia. Nketiah yang masuk di menit ke-77 berhasil mencetak gol kemenangan bagi Leeds beselang empat menit. Ini membuat striker muda ini mencetak 2 gol dari 2 penampilannya bersama The Whites.

Patut ditunggu sejauh mana dirinya dapat berkembang bersama Bielsa di Leeds. Karena selain berdampak baik untuk perkembangannya, skuat Leeds juga membutuhkan “trigger” untuk memacu penampilan striker utama mereka, Patrick Bamford yang kerap mandul di kotak penalti. Ditambah, Leeds juga baru menjual penyerang andalan mereka, Kemar Roofe yang dilego ke kesebelasan Belgia, Anderlecht.

Gemilang Bukan Jaminan di Arsenal

Pun dengan catatan-catatan menjanjikannya baik ketika berada di tim reserves Arsenal, sebuah pilihan masuk akal di usianya yang belum terlalu matang untuk meminjamkannya ke klub lain saat ini. Melihat hal ini, fans Arsenal bersabar, pasalnya klub mereka yang memang memiliki rekam jejak yang kurang baik untuk menggunakan produk sendiri. Setidaknya dalam satu dekade terakhir.

Sebelum Nketiah, Arsenal pernah menelurkan nama-nama yang digadang-gadang akan melanjutkan tahta striker legendaris mereka selanjutnya, nama-nama seperti Benik Afobe atau Donyell Mallen pernah mereka fabrikasi. Afobe dilepas ke Wolverhampton dan kini bermain bersama Bournemouth. Sementara Mallen hanya sempat “sekolah” selama 2 musim sebelum pindah ke Jong PSV pada 2017 silam dan kini menjadi salah satu striker tajam bersama De Rood-witten.

Hal ini juga pernah diungkapkan eks manajer akademi Arsenal, Andries Jonker. Pria yang juga eks-manajer Wolfsburg ini secara frontal mengungkapkan kekecewaannya terhadap klub bekas tempatnya bekerja dan menyarankan talenta muda untuk tidak pergi ke Inggris untuk mengembangkan kariernya.

Dengan rekam jejak Arsenal melepas talenta-talenta emas, Nketiah punya peluang 50:50 untuk menjadi penyerang inti Arsenal. Belum lagi, kalau performa Lacazette-Aubameyang masih bagus-bagusnya kala Nketiah mampu mengantarkan Leeds kembali ke Premier League musim depan. Bisa-bisa Nketiah akan berpikir berkali-kali untuk mendapatkan tempat reguler bersama Emery.