“Saya belum selesai,” kata Emile Mpenza kepada salah satu radio Belgia, Bel RTL, seperti dikutip dari Planet Football. Ketika itu, dia baru saja menandatangani kontrak dengan Manchester City, setelah meninggalkan klub Qatar, Al-Rayyan. Sebelumnya kritik bertubi-tubi harus diterimanya usai nekat pergi dari Eropa dan memilih berkarier di negeri antah berantah; mungkin hanya karena alasan uang.
Saat pindah ke Timur Tengah, umurnya belum 28 tahun, usia emas bagi pesepakbola. Tapi, dia hanya bertahan setahun saja. “Saya akan membuktikannya di Manchester,” ucap Mpenza usai bergabung dengan The Citizen pada awal 2007.
“Saya jadikan langkah ini sebagai balas dendam, sehubungan dengan semua orang yang mengkritik keputusan saya bermain di Qatar,” tegasnya lagi ketika itu.
Dari Piala Dunia 1998
Setelah memulai debut profesional bersama KV Kortrijk di Belgia menjelang usianya 17 tahun pada musim panas 1995, lalu bermain untuk RE Mouscron pada musim 1996/1997, Mpenza akhirnya naik ke level lebih tinggi bersama Standard Liege. Dia direkrut jelang musim 1997/1998, setelah sukses merebut penghargaan Pemain Muda Terbaik Belgia dan Belgian Ebony Shoe musim sebelumnya.
Pada tahun itu pula datang panggilan membela tim nasional Belgia untuknya. Remaja yang masih berusia 18 tahun itu pun membuktikan kemampuannya dengan mencetak dua gol dalam penampilan ketiganya di Kualifikasi Piala Dunia 1998. Alhasil, Die Roten Teufel alias Setan Merah berhasil terbang ke Prancis, dan Mpenza jadi salah satu andalan di lini depan, meski mereka gagal lolos dari fase grup.
Sejak itu, pemain kelahiran Zellik, Belgia, 4 Juli 1978 tersebut mulai jadi incaran klub-klub raksasa. Musim dingin 2000, Schalke 04 meminangnya. Mpenza bergabung dengan rekan senegaranya yang juga kapten tim nasional, Marc Wilmots. Mereka hampir menjuarai Bundesliga Jerman 2000/2001, tapi gagal di hari terakhir, dan hanya mampu meraih Piala Jerman, termasuk juga musim berikutnya.
Gol di Euro 2000
“Saya benar-benar mengalami peningkatan saat bermain bersama Marc di Schalke,” kata Mpenza suatu ketika. “Semua orang mengatakan Bundesliga tidak cocok untuk saya, tapi itu tidak benar sama sekali. Saya telah belajar bahwa Anda tidak harus selalu mendengarkan apa yang orang lain katakan kepada Anda,” tambahnya lagi memberi penegasan soal keputusannya melanjutkan karier di Jerman.
Ada sedikit kegembiraan yang diciptakannya di Euro 2000. Dia menerima umpan dari Branko Strupar dan melepaskannya ke sudut atas untuk mencetak gol dalam pertandingan pertama Belgia di fase grup, Swiss. Sayangnya, itu malah menjadi satu-satunya kemenangan mereka dalam turnamen yang digelar di tanah sendiri tersebut, sebelum kalah dari Italia dan Turki dengan skor sama-sama 2-0.
Piala Dunia 2002 kemudian dianggap sebagai kesempatan bagi Mpenza untuk menunjukkan peran bagi Belgia. Setelah menjadi pemain reguler di edisi 1998, ini seharusnya menjadi waktu bagi sang penyerang untuk mengungguli Wilmots, rekan setimnya di klub dan timnas, serta membawa Belgia melewati fase grup; yang belum pernah mampu dilakukan dalam dua turnamen besar sebelumnya.
Bek tangguh sekelas Jaap Stam saja juga telah mengakui kemampuan penyerang setinggi 1,77 meter itu. “Dia anak yang sangat cepat, dia terampil, dan dia bisa melihat permainan. Mpenza sudah bagus dan saya bisa melihatnya menjadi pemain besar di Eropa,” ujar pemain andalan Belanda yang baru meninggalkan Manchester United untuk bergabung ke Lazio setahun sebelum Piala Dunia 2002 itu.
Qatar Hingga Azerbaijan
Naas, Mpenza terpaksa absen di Piala Dunia 2002 karena menderita cedera pangkal paha. Namun, beberapa bulan sebelumnya dia sempat diskors oleh Schalke 04, karena menolak minum antibiotik untuk mengatasi masalah cedera, yang kemudian harus dibayarnya mahal itu. Sejak itu, dia tidak pernah lagi jadi pemain regular di tim nasional, dan Belgia pun selalu gagal lolos ke turnamen besar.
Meski begitu, karier Mpenza di level klub tetaplah menarik. Pada musim panas 2003, dia kembali ke Standard Liege, tapi balik lagi ke Jerman setahun kemudian untuk membela Hamburg SV. Tak sampai dua tahun, sebuah Keputusan diambilnya; pindah ke Qatar untuk bergabung dengan Al-Rayyan, salah satu pilihan paling aneh bagi pesepakbola Eropa di usia emas kariernya, masih menjelang 28 tahun.
Tapi, tahun berikutnya dia kembali ke Eropa dan bergabung dengan Manchester City. Meski sempat tampil mengesankan di awal-awal, Mpenza tak bisa berkembang bersama The Blues, karena seiring itu manajemen klub mendatangkan banyak bakat muda. Setelah musim penuh pertamanya, dia pergi ke Plymouth Argyle yang berkompetisi di divisi dua Inggris, sebelum tampil untuk FC Sion di Swiss.
Pada 2010, dia kembali mengejutkan dengan pindah ke Neftchi Baku di Azerbaijan, menjelang usia 32 tahun, tapi hanya bertahan kurang dua tahun. Kontraknya diputus musim panas 2012, dan sempat tak punya klub selama lebih setahun, sebelum bergabung dengan tim amatir Belgia, Eendracht Aalst hingga pensiun. Menariknya, Belgia lalu lolos ke Piala Dunia 2014 hingga menembus perempat final.
Sumber: Planet Football