Fernando Llorente, Senjata Rahasia Tottenham Hotspur di Final Liga Champions

Foto: AS.com

Tottenham Hotspur tertinggal atas Ajax Amsterdam 0-2 di Johan Cruijff ArenA pada babak pertama atau 0-3 secara agregat. Mauricio Pochettino melakukan pergantian serupa ketika Spurs kalah 3-4 di Liga Champions menghadapi Manchester City: Llorente masuk. Striker Spanyol tersebut kali ini menggantikan Wanyama yang kesulitan dengan pergerakan Frankie De Jong dan Hakim Ziyech.

Fernando Llorente membawa angin segar bagi lini depan Spurs. Matthijs De Ligt yang nyaris minim tekanan, tiba-tiba dihadapkan kepada sosok dengan kemampuan fisik mumpuni dan penuh pengalaman. Spurs memanfaatkan sulitnya De Ligt mengawal Llorente dan meninggalkan lubang besar di lini belakang.

Lucas Moura memang mencuri sorotan dengan hattricknya yang benar-benar membuat Spurs melaju hingga final, namun Llorente memainkan peran penting. Llorente adalah unsung hero Spurs musim ini. Bukan individu yang menonjol sepanjang musim, tapi perannya bagi tim tidak bisa disepelekan.

Llorente membuat Spurs tidak mono dimensional

Pocehttino merupakan manajer jenius yang bisa menyulap pemain-pemain semenjana menjadi papan atas. Masih ingat dengan duet Rickie Lambert dan Dani Osvaldo di Southampton? Manajer asal Argentina ini sukses membuat dua pemain yang membuat semua orang menghernyitkan dahi ketika dimainkan, menjadi duet mematikan di depan gawang.

Hal yang sama ia replikasi di diri Harry Kane. Saat ini Kane bahkan merupakan striker penting di Tottenham dan Inggris, ia dianugerahkan gelar MBE oleh Ratu Elizabeth II, karena jasanya di Piala Dunia.

Hadirnya Kane menjadi sebuah ketergantungan. Permainan Spurs menjadi sangat mono dimensional, bola akan mengarah ke Kane apapun bentuknya. Benar memang masih ada Son dan Lucas Moura hingga Dele Alli, namun adanya Kane membuat bola akan terus mengarah padanya.

Pochettino memberikan solusi: Llorente, pemain yang diboyong senilai 12 juta Paun dari Swansea City ini memiliki bentuk permainan serupa dengan Kane. Ia tangguh di udara, tajam dengan kaki. Kemampuan menekan pemain bertahan lawan dengan presensi fisik menjadi keunggulannya.

Lalu apa bedanya dengan Kane? Jake Meador, kolumnis Daily Mail sekaligus fans Tottenham Hotspur, menciptakan sebuah statement yang mungkin membuat semua fans berseberangan dengan pendapatnya. Ia menilai, absennya Kane adalah blessing in disguise bagi Tottenham. Kenapa? Menurutnya di situlah kemampuan secara tim Tottenham Hotspur muncul dengan hadirnya Llorente.

Llorente Selalu Siap Ketika Dibutuhkan

Jake Meador mencontohkan pertandingan Perempatfinal ketika Tottenham Hotspur menjamu Manchester City. The Citizens benar-benar mengurung pertahanan Spurs dari berbagai penjuru. Harry Winks dan Moussa Sissoko benar-benar bekerja keras, sedangkan Son Heung-min, Dele Alli, Kane, dan Eriksen, nganggur di depan gawang City, praktis tidak ada serangan berbahaya yang dilakukan lini depan Spurs.

Permainan berubah ketika Kane mengalami cedera. Moura masuk menggatikan Kane. Angin segar berhembus, Spurs benar-benar mengurung pertahanan City. Pep Guardiola merespons dengan memasukkan Gabriel Jesus dengan maksud memberikan tekanan sejak Spurs menguasai bola di daerah pertahanannya sendiri. Namun yang terjadi sebaliknya.

Son sukses mencetak gol pada menit ke-78 dan membuat City terkejut. Spurs memasukkan Wanyama dan Llorente, pergantian yang harus dicermati adalah Pochettino tidak memasukkan pemain bertipikal bertahan untuk melindungi kemenangan satu gol namun memasukkan satu striker.

Llorente menjadi defensive striker ketika diturunkan, striker 34 tahun ini memang tidak punya kecepatan, namun sekali lagi presensi fisik untuk berduel membuat tugas para gelandang menjadi lebih mudah, Pochettino meminta Llorente menekan Fernandinho, sukses mereka menang 1-0 sebagai modal penting di kandang.

Penampilan apik Llorente ia lanjutkan di leg kedua, turun di menit 41 menggantikan Sissoko. Peran Llorente adalah defensive striker, sama sperti leg pertama. Pochettino melihat betapa liarnya para gelandang City untuk menekan pertahanan Spurs. Llorente menajawabnya, ia tidak segan beradu fisik dengan para pemain City. Ia bahkan menyumbang satu gol yang membawa Spurs lolos ke Semifinal.

Llorente membuat Spurs memunculkan performa gedor dari Dele Alli, Eriksen dan Lucas Moura. Llorente mungkin memiliki peran seperti Giroud Bersama Timnas Prancis, Pochettino menyadari bahwa di usia 34 tahun, cara terbaik mengoptimalkan peran Llorente adalah dengan membuatnya menjadi defensive striker. Tugasnya bukan lagi hanya mencetak gol namun memberikan ruang tembak bagi para pemain di belakangnya. Gol Lucas Moura yang ketiga bermula dari umpan Panjang Wanyama ke jantung pertahanan Ajax, de Ligt yang mendapatkan bola diganggu oleh Llorente, bola defleksi langsung disambar Alli sebelum ditendang ke pojok gawang Ajax oleh Moura, seperti di dalam video berikut dimenit 3 detik 12.

Llorente berpeluang mereplikasi permainan apiknya di laga final. Presensi fisiknya bisa menggangu van Dijk yang sagat dominan di pertahanan Liverpool, dengan masih diragukannya Kane, bukan tidak mungkin Llorente mengantarkan Spurs menjadi juara Liga Champions untuk pertama kalinya.