Gareth Southgate, Idola Baru Publik Sepakbola Inggris

Senyuman para penggemar Inggris tak pernah semerekah ini sebelum Piala Dunia 2018. Bagaimana tidak? Mereka dianggap bukan ancaman, dan kini justru sepakbola akan kembali pulang. Wajar kalau banyak penggemar Inggris yang rela bertepuk tangan seharian untuk Gareth Southgate.

Southgate memang belum memberikan prestasi apa-apa buat tim senior Inggris. Akan tetapi kemampuannya meracik skuat Inggris yang diragukan banyak orang, pantas mendapatkan pujian. Ia pun dibanding-bandingkan dengan pelatih yang punya nama besar seperti Sven-Goran Eriksson, Fabio Capello, Steve McClaren dan Roy Hodgson.

Apa yang dilakukan Southgate sebenarnya masih jauh dari kata sukses. Akan tetapi, ia dihargai karena mampu membuat para penggemar jatuh hati padanya.

“Mereka (Para penggemar) telah menderita. Kami tengah mencoba menempatkan kembali senyum mereka dan semoga bisa membuat semua orang jatuh cinta lagi pada Inggris,” ungkap Kyle Walker dikutip dari BBC.

“Sebelumnya saat kami datang dan bermain untuk Inggris, Inggris adalah tim nasional. Kini kondisinya seperti kami main buat sebuah klub. Kami biasanya pergi dan berlatih, lalu duduk dan menatap empat tembok yang sama. Kini, kami juga masuk ke kamar setiap pemain. Itu tak akan pernah terjadi sebelumnya dan semua pujian diberikan untuk manajer.”

Rasa bangga dari para pemain juga suporter, menurut BBC, tidak terjadi karena kecelakaan. Itu adalah hasil dari visi yang jelas dan kepala yang dingin. Southgate sudah memulainya sejak pertama kali menjejakan kakinya sebagai pelatih kepala Inggris pada 2016.

Dalam sebuah pertemuan tertutup, Southgate meminta setiap departemen yang berhubungan dengan timnas, mulai dari kapten hingga tim komunikasi, untuk memulai semuanya dari awal. Artinya ada sejumlah budaya di timnas yang mungkin ia tanggalkan. Hasilnya adalah tim Inggris yang seperti kita kenal sekarang ini.

Mempersilakan Para Pemain Menjadi Diri Mereka Sendiri

Southgate tahu kalau rahasia hanya akan menghadirkan jarak antara dirinya dengan para pemain. Ini yang membuatnya meminta para pemain untuk terbuka kepadanya lewat medium apapun, bisa lewat rekaman suara, video, atau bahkan tulisan.

Salah satu yang sudah melakukannya adalah Danny Rose. Pemain Tottenham Hotspur ini mengagumi cara Southgate bereaksi dengan cerita dirinya yang pernah berjuang melawan rasa depresi.

“Kami jalan-jalan di sekitar hotel di Leeds sebelum pertandingan melawan Kosta Rika. Dia hebat. Kami menghabiskan 10 menit dengan hanya berjalan dan dia memberiku kata-kata yang bagus,” tutur Rose.

Selain Rose, hal ini juga diakui oleh Michael Caulfield, Psikologis Olahraga, saat Southgate memanajeri Middlesbrough. “Hal terhebatnya adalah Southgate meminta para pemain bercerita tentang diri merea, yang mana itu membantu kami untuk menyukai mereka sebagai manusia. Kami kini tahu siapa mereka dan apa yang mereka perjuangkan. Mereka juga seperti kita, tapi mereka lebih baik di sepakbola,” tutur Caulfield.

Tegas Juga Baik

Wartawan BBC, Steve Crossman, menceritakan pengalamannya ketika magang di Middlesbrough pada 2008. Southgate kemudian memperkenalkan dirinya dan langsung mengatakan kalau Crossman diajak untuk bermain bola pada Jumat malam sebelum pertandingan kandang.

“Secara instan, cara itu membuatku merasa terlibat dan penting,” kata Crossman.

Crossman juga diberitahu, meski tidak langsung dari Southgate, kalau ia bertemu dengan seseorang yang belum dikenal, ia harus mengenalkan dirinya dan bertanya kabar mereka dan apakah ia bisa melakukan sesuatu. Uniknya, pesan ini juga diberikan kepada para pemain. Hasilnya adalah suasana hangat menyelimuti klub yang bahkan masih terasa hingga saat ini.

Di sisi lain, gaya melatih yang terlalu lunak ini justru dijadikan serangan kepada Southgate. Sementara itu, Caulfield membela Southgate dengan menyatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, terkadang Anda mesti punya dasar kebaikan dan peduli terhadap orang lain.

“Dia masih sebagai kompetitor yang sengit dan kita tak boleh salah menyaksikan ketenangannya sebagai kurang gairah,” tutur Caulfield.

Membawa Skuat yang Layak Dibanggakan

Salah satu misi yang dibawa Gareth Southgate adalah mendekatkan skuat Inggris dengan publik, dalam hal ini suporter Inggris. Setelah usai pertandingan, mereka keluar dari ruang ganti, dan kembali ke lapangan untuk menyapa para suporter. Maka jangan heran kalau banyak foto para pemain Inggris bersama para suporter.

Tim Inggris yang dibawa Southgate adalah yang ketiga termuda di Piala Dunia 2018. Penting bagi mereka untuk mendapatkan dukungan alih-alih kritik yang berlebihan. Mendekatkan dengan suporter juga membuat para penggemar merasa kalau para pemain dan tim menghargai mereka yang jauh-jauh hadir untuk memberikan dukungan.

Para pemain muda ini memang kerap dipandang sebelah mata. Padahal, mengelola pemain muda adalah spesialisasi Southgate. Di Middlesbrough misalnya, saat mereka terdegradasi pada 2009, rataan pemain mereka termasuk muda di Premier League.

“Southgate lebih percaya pada akademi ketimbang buku cek pemilik klub,” tulis BBC.

Minimnya jam terbang internasional pada pemain yang dibawa Southgate memang bikin Inggris meragukan. Bayangkan saja, jumlah caps pemain Inggris kalau dijumlahkan hanya 465, atau yang paling sedikit di antara kontestan lain. Di perempat final, rata-rata caps para pemain hanya 24, sementara Belgia, yang pemainnya juga masih muda rata-rata mencatat 50 caps!

Setelah melangkah ke semifinal, Inggris kini diperhitungkan sebagai penantang gelar juara. Southgate sendiri bilang ke BBC kalau mereka mungkin tak akan mendapatkan kesempatan seperti ini lagi.

“Kejujuran ini adalah alasan lain orang-orang mengapa jatuh cinta pada Southgate dan tim Inggris besutannya,” tulis BBC.

Sumber: BBC.com