Kisah historis Chelsea di kualifikasi Liga Champions membuat The Blues meningkatkan pengeluaran mereka sekali lagi dengan mengakuisisi Didier Deschamps, Gabriele Ambrosetti, dan Chris Sutton, di masa kepemimpinan baru Gianluca Vialli.
Dalam pertandingan liga pertama di musim ini 1999/2000, saat melawan Sunderland, Zola memberikan umpan pada Poyet. Umpan tersebut diakhiri dengan baik setelah tendangan gunting yang luar biasa dibuat oleh pemain asal Uruguay tersebut. Dan sampai hari ini, gol Poyet tersebut tetap menjadi yang terus diingat Chelsea. Meski Vialli memulai musim dengan kebijakan rotasi skuat, terutama pada pos striker saat Chelsea bersiap menghadapi empat kompetisi, Zola masih memainkan peran penting yang paling terutama di Liga Champions.
Setelah mendominasi laga kala melawan Milan dalam pertandingan Liga Champions pertama mereka dengan hasil imbang 0-0, harapan tinggi terus mencuat sehingga Chelsea dianggap bisa menjadi kuda hitam dalam kompetisi besar Eropa tersebut.
Akhir cerita yang mengesankan bersama Chelsea
Chelsea tidak terpengaruh oleh ‘Stadion Neraka’ di Ali Sami Yen di Istanbul, saat mereka bermain melawan Galatasary. Zola memiliki malam yang penuh inspirasi kala mendapatkan tepuk tangan meriah dari keseluruhan stadion. Chelsea di sisi lain akhirnya lolos ke babak knock-out Liga Champions. Dan setelah mencetak 2 gol saat Chelsea berjuang di fase grup, Zola berada dalam karir tersebsarnya kala bermain melawan Barcelona di perempat final. Chelsea menghasilkan penampilan terbaik mereka musim itu, melawan tim besar seperti Barcelona yang memiliki Luís Figo dan Rivaldo, Zola berhasil mencetak gol melengkung dari tendangan bebas. Chelsea akhirnya meraih kemenangan 3-1 atas Barcelona di Stamford Bridge membantu.
Namun, Barcelona kemudian menang 5-1 di Camp Nou guna mengakhiri dominasi Chelsea yang luar biasa pada turnamen tersebut. Chelsea lalu berjuang untuk fokus di liga. Mereka pun berhasil meraih Piala FA dalam kemenangan final megah 1-0 atas Aston Villa. Di mana Zola memberikan umpan pada Di Matteo untuk menjadikan satu-satunya gol yang tercipta di pertandingan tersebut. Meskipun pada akhirnya Chelsea finis di urutan kelima klasemen, di musim tersebut menjadi satu tahun yang penuh sejarah bagi The Blues.
Pada musim panas 2000, kedatangan Eidur Gudjohnsen dan Jimmy Floyd Hasselbaink, membuat Zola saat itu mengakui bahwa ia hampir meninggalkan klub dan berniat untuk kembali ke Italia. Namun, ia tetap tinggal dan di bawah manajer baru, Clauido Ranieri, yang tiba setelah pemecatan Vialli pada September 1999, Zola berhasil mengoleksi 12 gol dalam 42 penampilan. Terlepas dari kenyataan itu, ia tetap berusaha untuk tampil apik terutama sebagai pemain pengganti. Zola melihat peran barunya itu sebagai motivasi untuk permainannya.
Chelsea menyelesaikan musim ke-6 dengan kualifikasi otomatis untuk bermain diPiala UEFA. Dan Ranieri memulai perombakan besar-besaran terhadap staf dan para pemainya. Hal itu bertujuan untuk menurunkan usia tua yang ada di skuatnya. Pemain bintang seperti Poyet, Wise dan Leboeuf masih dipercaya untuk bermain di awal musim 2001/2002. Zola, yang saat itu berusia 36 tahun, menjalani pra-musim pribadi yang berat sebelum kembali ke Chelsea. Ia tetap berada di klub dan melanjutkan peran pentingnya itu bersama The Blues. Namun, pada 16 Januari 2002, telah memperlihatkan bahwa karir Zola masih jauh dari selesai.
Pada pertandingan putaran keempat Piala FA saat melawan Norwich City di Stamford Bridge, momen paling jenius telah diciptakan Zola selama berseragam Chelsea. Zola, yang biasanya menjadi penonton saat tendangan sudut, menempati posisi tiga meter dari tiang dekat bersama Le Saux. Zola berlari ke arah tiang dekat dan setelah melompat beberapa inci di udara, ia menyambut bola yang datang dengan tumit tumit kakinya yang anggun dan sempurna. Beberapa pernyataan aneh telah menunjuk Zola sebagai pemain yang beruntung pada pertandingan tersebut.
Namun, pemain mungil itu telah mengungkapkan bahwa ia berencana untuk menyambut bola dan mengumpannya, tapi karena merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan situasi maka ia menggunakan tumitnya untuk mencetak salah satu gol terbaik dalam sejarah Chelsea dan Piala FA. Hal itu sontak membuat Clauido Ranieri memanggilnya sebagai “penyihir kecil”. Dengan gaya khas Zola, ketimbang menyukai kilasannya sendiri, ia lebih mendedikasikan tujuannya untuk menjadi pemain yang dicintai para penggemar Chelsea.
Zola telah merasakan semua cinta dari seluruh penggemarnya di Inggris. Selama sisa musim 2002/2003, kemanapun Zola pergi, entah itu ke Anfield atau Hawthorn, ia selalu di sambut tepuk tangan meriah saat diganti. Fans tahu jika Zola adalah salah satu pemain terbaik yang pernah menjajaki kaki di tanah Inggris.
Musim 2002/2003 adalah musim terakhir Gianfranco Zola berseragam Chelsea, saat usianya menginjak 37 tahun. Setelah pra-musim, di mana ia mencetak 10 gol dalam 5 pertandingan, jelas Zola akan memainkan peran besar dalam perburuan Chelsea untuk tempat Liga Champions. Ia sangat penting setelah membuat 46 penampilan di semua kompetisi musim sebelumnya. Zola pun mengakhiri musim sebelumnya sebagai pencetak gol terbanyak Chelsea, dengan 16 gol, dan juga kembali meraih penghargaan sebagai Best Player of The Year Chelsea.
Tendangan bebas melengkung sejauh 25 yard di Derby London kala Chelsea melawan Tottenham dan lob dari sisi kiri kotak penalti kala melawan Everton, telah menunjukkan kecemerlangan Zola yang tak kunjung padam di usia yang menjelang akhir karirnya itu. Pertandingan terakhirnya adalah saat Chelsea melawan Liverpool yang berakhir dengan kemenangan 2-1.
Ia menuntaskan nasib Chelsea dalam memasuki babak playoff Liga Champions. Itu adalah momen terakhir Zola. Meskipun ia masih memiliki satu tahun kontrak untuk musim terbaik selanjutnya dalam karirnya, ia tetap berada dalam pendiriannya kala menepati janji untuk bertolak ke Italia dan bergabung dengan Cagliari yang berkompetisi di Serie B.
Melihat karir dan momen mengesankannya, Gianfranco Zola adalah salah satu pemain terhebat dan paling fenomenal, yang pernah bergelut di Premier League. Kompetisi teratas Inggris itupun memberinya sebuah penghormatan atas kemampuan fantastisnya, terlepas dari kecemerlangan legenda klub London Biru seperti Bobby Tambling, Peter Osgood dan Ron ‘Chopper’ Harris. ‘The Little Genius’ pun akhirnya terpilih sebagai pemain terbaik Chelsea sepanjang masa pada 2003.