Guy Roux, 44 Tahun Pengabdian untuk Auxerre

Foto: Closermag.fr

Britania Raya punya Sir Alex Ferguson sebagai manajer yang disimbolkan memiliki loyalitas dan pengaruh besar. Selama 26 tahun, ia konsisten memberikan gelar untuk Manchester United. Bergeser ke Prancis, mereka punya Guy Roux yang punya catatan tak kalah spektakuler: menangani kesebelasan yang sama selama 44 tahun!

Ketika Sir Alex Ferguson memutuskan pensiun sebagai manajer dari Manchester United pada 2013 lalu, bukan hanya United yang merasa kehilangan. Hampir seluruh elemen sepakbola merasa kehilangan sosok yang bisa dianggap cukup berpengaruh dalam sepakbola. Selama 26 tahun bertahan dan secara konsisten mampu memberikan gelar juara, tentu prestasi yang fenomenal bagi seorang manajer. Mungkin kedepannya kita akan sulit melihat manajer dengan loyalitas dan konsistensi seperti Ferguson.

Ferguson sebelum menjadi manajer, merupakan salah satu pemain terbaik Skotlandia. Beberapa klub seperti Queens Park, St Johnstone, hingga Glasgow Rangers, pernah diperkuatnya. Catatan golnya pun lumayan, 317 penampilan dengan 171 gol sepanjang karirnya merupakan bukti bahwa Ferguson pun merupakan pemain yang jempolan.

Namun tentu sebuah anomali apabila ada sosok manajer yang bisa bertahan lebih dari 4 dekade menjadi manajer sebuah kesebelasan. Padahal sosoknya nyaris tidak dikenal selama masih aktif menjadi pemain. Dan ketika menjadi Manajer, ia mampu membuat klubnya mampu berbciara banyak di liga, sekaligus menjadi Manajer legendaris bukan hanya bagi klubnya, namun bagi sepakbola secara keseluruhan.

Maka, mari bergeser ke selatan Inggris, yakni Prancis. Sebuah kota berarak 165 km dari Paris,s ebuah kota kecil, Auxerre. Kota kecil dengan 39.000 penduduk, yang akan menceritakan bagaimana Manajer legendaris mereka, Guy Roux menangani klub lokal mereka, A.J. Auxerre selama lebih dari 40 tahun.

Pensiun Dini, Membangun Auxerre

Tepat pada tahun di mana Yuri Gagarin berhasil mendarat di Bulan, Guy Roux yang masih berusia 22 tahun memberanikan diri mengirim lamaran untuk mengisi kursi Manajer Auxerre yang sedang lowong. Guy Roux sendiri merupakan mantan pemain Auxerre. Ia pensiun karena sadar permainannya tidak terlalu spesial, bahkan bisa dikatakan buruk.

Lalu bagaimana bisa pria berusia 22 tahun itu melamar ke Auxerre sebagai Manajer dan diterima?

Auxerre yang saat itu masih berlaga kompetisi semi profesional bernama Burgundy regional league atau dalam bahasa Prancis Ligue de Bourgogne de football. Auxerre bukanlah klub besar. Jean-Claude Hamel, Presiden Klub saat itu memutuskan merekrut Guy Roux dengan beberapa pertimbangan.

Guy Roux dalam CV-nya menyebutkan, “Rela melakukan apapun untuk klub termasuk menebang batang pohon.” Dan di antara kandidat lainnya, Guy Roux merupakan kandidat dengan permintaan gaji paling sedikit, yakni 6000 Franc.

Guy Roux melamar sebagai Pemain-Manajer pada awalnya. Lamaran ia ajukan pasca selama satu bulan magang di klub Inggris, Crystal Palace sebagai asisten pelatih. Pada awalnya Guy Roux tidak memiliki target yang muluk-muluk. Setidaknya bisa promosi ke kompetisi nasional adalah tujuannya. Sama seperti yang dijelaskan dalam CV, Guy Roux benar-benar melakukan segalanya di klub.

Berperan sebagai Pemain-Manajer, Guy Roux mengurus semua yang ada di lapangan maupun di balik layar. Reporter beIN, Darren Tulett, menceritakan bagaimana Roux mengurus semuanya. Mulai dari transfer pemain, menentukan program latihan, makanan pemain, hingga hal-hal yang mestinya dilakukan orang lain.

Seperti mengurus bench pemain, mengecek switchboard untuk pergantian pemain, mengurus ruang ganti, bahkan mengurus pupuk organik untuk menjaga kesuburan rumput lapangan. Tentu sulit membayangkan seorang manajer klub melakukan semua ini, bahkan membayangkan Sir Alex Ferguson melakukan hal seperti Guy Roux pun sungguh mustahil rasanya.

Mencintai Pemain dan Dihormati Pemain

Di bawah kepemimpinan Guy Roux, Auxerre melaju ke era profesional pada 1974 setelah sukses menembus Ligue 2 setelah berjuang selama 13 tahun. Guy Roux kemudian mengundurkan diri sebagai pemain Auxerre dan fokus sebagai Manajer. Roux kemudian meminta Jean-Claude Humel untuk mampu bersaing di kompetisi profesional. Soalnya mereka harus memiliki infrastruktur yang baik dan pembinaan pemain muda.

Tahun 1979, Auxerre baru mencuri perhatian Prancis, sebuah klub kecil dari Burgundy, mengandaskan klub-klub tangguh Prancis seperti Lille dan Strasbourg untuk melaju ke Coupe de France. Di laga puncak tersebut, Auxerre bertemu dengan Nantes, yang 2 musim sebelumnya memenangi Ligue 1. Auxerre menyulitkan Nantes, bahkan Nantes butuh ekstra time untuk mengandaskan klub yang baru masuk dunia profesional sepakbola Prancis selama 5 tahun.

Setahun setelahnya, Auxerre lolos ke final. Selain secara taktik, faktor non teknis juga menjadi kunci bagaimana Guy Roux mempu membawa Auxerre, sebagai klub kecil mampu bersaing. Guy Roux merupakan orang yang cukup berpengaruh di Burgundy. Ketika melakukan pembinaan usia muda, Guy Roux benar-benar memperhatikan anak-anak muda di akademinya.

Basile Boli yang merupakan jebolan akademi Auxerre melalui The Guardian, menceritakan betapa Guy Roux sangat peduli dengan pemain muda yang ia miliki. “Kami memiliki aturan untuk tidur tepat waktu di akademi. Saya saat itu selalu menyelinap dan melompat dari dinding tempat latihan untuk mengunjungi tempat hiburan menaiki Motoped (sepeda listrik).

“Pemilik bar yang saya kunjungi ternyata memberitahu kebiasaan saya ke dirinya (Guy Roux). Esoknya ketika saya menyelinap, saya melihat motoped saya dirantai dan digembok, kunci dari gembok tersebut dibawa olehnya (Guy Roux),” kenang Boli yang mencetak gol ketika final Liga Champions 1983 bersama Marsille ketika menghadapi Milan.

Guy Roux juga melindungi para pemainnya dari para media. Memang saat itu media tidak seargresif sekarang, namun ia paham bahwa media juga bisa menekan secara mental bagi para pemainnya. Ketika semua klub Ligue 1 memberikan akses kepada Canal Plus sebagai media partner resmi Ligue 1 untuk meliput kegiatan klub. Auxerre dibawah Guy Roux benar-benar melarang media menemui para pemain atau melakukan jumpa pers.

“Anda harus mencintai mereka. Ketika pemain datang pukul 9, datanglah setengah jam sebelumnya, dalam keadaan tidak mabuk. Anda harus mencintai para pemain dan apabila Anda tidak mencintai pemain Anda, maka pemain juga akan menyadarinya percayalah itu merugikan,” ujar Guy Roux dikutip dari The Guardian.

Terbukti keharmonisan Auxerre dibawah Guy Roux membawa banyak aspek positif, dari sebuah klub kecil mampu dibawa Guy Roux membawa gelar Ligue 1 pada 1995-1996, 4 gelar Coupe de France dan gelar Intertoto Cup pada 1997.

Legenda Sepakbola Prancis

Guy Roux memutuskan mundur dari kursi Manajer Auxerre pada 2005, atau 44 tahun sejak dirinya menjadi Manajer. Roux sempat menangani Racing Lens pada 2007, sebelum mengundurkan diri setelah empat pertandingan. Dan hingga kini benar-benar pension dari dunia sepakbola.

Pada tahun 1999, Roux mendapatkan gelar Légion d’honneur, atas jasanya kepada persepakbolaan Prancis. Roux dianggap tokoh penting dipesepakbolaan Prancis. Nama-nama besar seperti Djibril Cisse, Abou Diaby, Philippe Mexes, Bacary Sagna, Jean-Alain Boumsong, hingga Eric Cantona, merupakan hasil binaan Guy Roux di akademi Auxerre.

Auxerre masih bertahan delapan musim di Ligue 1 pasca pensiunnya Roux. Dan hingga kini Roux masih sangat dihormati. Semua warga Auxerre masih mengenang Guy Roux sebagai sosok berjasa menyulap klub semenjana seperti Auxerre menjadi klub papan atas di Prancis. Meskipun kini bermain di divisi kedua di Prancis, toh sebagai klub dari kota kecil hal yang membanggakan bagi mereka berkompetisi di kasta professional di Prancis.

Selain Roux sebenarnya masih ada satu Manajer yang berasal dari Prancis dengan prestasi yang cukup gemilang dan bisa bertahan lama di satu klub, mampu memunculkan bibit-bibit muda berkualitas, mampu membuat finansial sebuah klub stabil dan mampu membuat klubnya konsisten di papan atas sekaligus mencatatkan prestasi dengan satu musim tidak pernah mengalami kekalahan. Yang sayangnya didepak karena dianggap tidak berprestasi, ya orang tersebut adalah Arsene Wenger.