Sebanyak enam piala, 150 gol di level klub, dan 62 gol di tim nasional, adalah pencapaian yang luar biasa, bahkan menjadi dambaan pesepakbola profesional untuk mencapainya. Namun, sosok Emile Heskey justru kerap dipandang sebelah mata.
Heskey memulai karier profesionalnya bersama Leicester City yang sudah ia bela sejak level junior. Heskey mencatatkan 33 gol dan dua asis dari 126 pertandingan bersama The Foxes. Kecemerlangan Heskey pun membuat Liverpool berminat untuk merekrutnya dengan nilai transfer yang cukup besar kala itu, 11 juta paun pada tahun 2000. Heskey diharapkan mampu meningkatkan daya dobrak Liverpool. Di Anfield, ia melengkapi trio penyerang Liverpool kala itu, Michael Owen, Robbie Fowler, dan Titi Kamara, yang dirasa kurang menggigit.
Bersama Liverpool, Heskey menjalani musim pertama yang sangat baik. Sebanyak tiga gelar sukses diangkat Heskey. Piala FA, Piala Liga (Carling Cup), dan gelar Piala UEFA (sekarang Europa League), sukses dipersembahkan. Bukan hanya itu, Heskey mencetak 22 gol dalam total pada musim 2000/2001. Ini yang membuatnya dipanggil skuat Inggris yang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang kala itu.
Pada 1 September 2001, ketika Inggris menghadapi Jerman pada lanjutan kualifikasi Piala Dunia, di Olympiastadion, Munich, momen monumental bagi Heskey dimulai. Mencetak gol penutup dan 1 asis, membuat sebuah pertandingan yang tidak akan dilupakan suporter kedua klub. Inggris menang mutlak 5-1 atas Jerman.
Permainan Heskey sendiri sebenarnya tidak buruk. Bersama Liverpool, Heskey sukses mencatatkan 216 penampilan dan mencetak 58 gol dan 8 asis selama lima musim. Sayangnya, permainan Heskey tidak konsisten. Pada musim terakhirnya di Liverpool, kehadiran Milan Baros dan El Hadji Diouf menempatkan Heskey dalam tekanan. Di sinilah Heskey mulai menunjukkan inkonsistensinya. Ia pun hijrah ke Birmingham City dengan nilai 7 juta paun.
Bersama Birmingham, Heskey mencatatkan 72 penampilan dan mencetak 16 gol. Performanya dianggap menurun. Ia dianggap kehilangan kepercayaan dirinya. Banyak peluang emas yang berakhir sia-sia.
Inkonsistensi ini menular ke buruknya performa Heskey bersama timnas. Dari 60 penampilan bersama The Three Lions, ia cuma mencetak tujuh gol. “Alan Shearer mencetak 30 gol dalam jumlah penampilan yang sama dengan Heskey. Apa yang sebenarnya Heskey lakukan di lapangan? Ia lebih baik melakukan lemparan ke dalam daripada mencetak gol,” cibir salah seorang suporter dilansir The Sun pada 2005.
Seiring degradasinya Birmingham ke Championship Division, Heskey memutuskan pindah ke Wigan pada musim 2006/2007. Penampilannya sempat membaik. Insting predatornya sempat muncul kembali. Ia sukses menjaringkan sembilan gol dari 34 penampilan di musim pertamanya, sekaligus membantu Wigan Athletic bertahan di Premier League.
Catatan apiknya kemudian terganggu adanya cedera ligament dan cedera punggung yang secara bergantian kambuh. Cedera ini juga semakin membuat karirnya meredup. Namun bersama Wigan, Heskey kembali dipanggil Tim Nasional pada 2007 setelah terakhir kali dipanggil pada 2005.
Performa apiknya bersama dengan Wigan, membuat Aston Villa merekrutnya pada transfer musim dingin 2008/2009, dengan mahar lima juta paun. Anehnya, performanya kembali menurun. Apalagi dengan catatan bahwa dia pernah memperkuat rival Villa, Birmingham City, membuat Heskey mendapatkan penolakan, bahkan jadi bahan cacian.
Pada musim pertamanya, Heskey mampu bermain di 21 pertandingan dengan tujuh gol. Ia bahkan turut membawa Villa ke kompetisi Eropa pada 2009/2010. Ia bermain selama tiga musim di Villa Park sebelum pindah ke Australia.
Lantas, apakah Heskey tampil begitu buruk sehingga membuatnya terkesan pelit dalam mencetak gol? Michael Owen dalam wawancaranya usai merengkuh gelar Ballon d’Or pada 2001 menegaskan bahwa dirinya menyukai memiliki rekan seperti Heskey. “Dia tak pernah egois dan selalu memudahkan striker pendampingnya mencetak gol.(Robbie) Fowler memang fantastis, tapi Heskey memberikan dimensi lain,” kata Owen dilansir BBC.
Martin O’Neill yang memboyong Heskey ke Aston Villa, memberikan pendapat senada. “Heskey selalu memberikan dimensi dan membuka peluang bagi yang lain. Ia adalah sosok yang memudahkan kami untuk mengembangkan permainan”, dikutip Reuters tahun 2008.
Secara terbuka Heskey menjelaskan sosoknya memang tidak terlalu mengincar gol, tapi bagaimana berpengaruh signifikan terhadap tim. “Striker akan selalu dinilai dari jumlah gol, tapi saya lebih suka memberikan assist, dan selalu menyenangkan berperan dalam kemenangan sebuah tim”, ungkapnya sebelum Piala Dunia 2010.
Heskey menutup kariernya bersama Newcastle United Jets dan Bolton Wanderers sebelum pensiun dari seakbola. Heskey memang bukan striker yang selalu mencetak gol, tapi sosoknya merupakan contoh pemain modern yang lebih berperan secara tim. Cacian padanya hanya bagi mereka yang masih berpegang secara tradisional bahwa striker adalah sosok yang harus mencetak gol. Heskey membawa sosok striker lebih jauh dari itu. Ia lebih berperan secara tim, dan merupakan salah satu talenta berbakat bagi Inggris. Lalu, pantaskah sang legenda ini masih menjadi sosok yang selalu menjadi bahan sarkasme atau meme di dunia maya?