Karena Eusebio adalah Black Panther Sesungguhnya

Setelah fenomena Dilan 1990 (2018) yang menyedot perhatian, masyarakat Indonesia kembali dihibur oleh film superhero Marvel yang sedang naik daun, Black Panther (2018). Sejak perilisannya pada pertengahan Februari lalu, film yang dibintangi oleh Chadwick Boseman ini masih bertahan di peringkat pertama tangga film Box Office dunia. Mereka diprediksi menjadi film yang bisa menembus pendapatan sebesar 1 miliar dolar Amerika Serikat.

Kisah Black Panther mengambil latar belakang sebuah kerajaan di wilayah bernama Wakanda. T’Challa yang diperankan oleh Chadwick, kembali ke kampungnya untuk menggantikan sang Ayah yang meninggal dunia. Sayangnya, kekuasaannya ditentang oleh beberapa kelompok sehingga mengharuskan T’Challa (Black Panther) beserta anggota C.I.A mencegah terjadinya pertempuran.

Dalam sejarah Marvel, karakter Black Panther pertama kali muncul dalam komik Fantastic Four edisi 52-53 terbitan Juli-Agustus 1966. Pada Mei 1968, ia muncul pertama kali dalam sekuel The Avengers. Penampilan tunggal baru didapat pada Juli 1973 dalam komik Jungle Action edisi kelima.

***

24 tahun sebelum Stan Lee terbersit memasukkan karakter Black Panther dalam serial Fantastic Four, pasangan suami-istri Laurindo Antonio dan Silva Fereira dan Elisa Anissabeni mendapatkan anak keempatnya yang lahir di sebuah kota kecil bernama Maputo. Sayangnya, Laurindo harus meninggal dunia karena tetanus ketika si anak baru berusia delapan tahun.

Seiring pertumbuhannya, si anak menjadikan sepakbola sebagai olahraga favoritnya. Lahir di keluarga yang miskin, ia menjadikan sepakbola sebagai hiburan sekaligus pelarian. Ia kerap bolos sekolah hanya untuk bermain bola bersama teman-temannya. Sebuah pertanda kalau si anak berambut keriting ini serius untuk mengembangkan bakatnya.

Ketika memasuki usia remaja, ia mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi bersama klub yang berada di kota kelahirannya Laurenco de Marques namun gagal. Ia kembali ditolak pada percobaan keduanya. Barulah pada kesempatan ketiganya ia diterima bermain di Laurenco.

Anak kecil ini kemudian tumbuh menjadi remaja hebat di tim tersebut. Di usia 15 tahun, ia sudah dilirik raksasa Italia, Juventus. Si Nyonya Besar terkesima dengan penampilan bocah keriting tersebut ketika mengolah bola.

“Ketika saya berusia 15, Juventus dari Italia datang untuk membawa saya. Salah satu pemandu bakatnya melihat saya sebagai anak dengan potensi tertinggi di dunia sepakbola,” ujarnya kepada sebuah media di Portugal.

Sayangnya, tawaran yang diajukan Juventus ditolak oleh orang tuanya. Sang Ibu ingin anaknya tetap tinggal di dekatnya. Padahal, banyak kesebelasan besar lain di Eropa yang menginginkan si anak untuk bermain di klubnya.

Anak ini memang mulai menampakkan dirinya sebagai bibit sepakbola andal. Tiga tahun memperkuat Laurenco Marques, ia membuat 77 gol hanya dalam 42 pertandingan. Ia memenangi Campeonato Provincial de Mocambique pada tahun 1960.

Selepas membela klub kampung halamannya, barulah ibunya mau melepas si anak untuk berkarir di luar Mozambik pada 1960. Portugal menjadi negara yang dipilih sebagai pelabuhan baru karena memiliki kesamaan bahasa sekaligus kultur. Raksasa Portugal, Benfica akhirnya dipilih dikarenakan mereka adalah klub induk dari Laurenco Marques.

Bersama Si Elang, remaja ini perlahan tumbuh menjadi pria kuat dengan kecepatan serta kegesitannya dalam menguasai bola. Ia membuat Benfica menjadi kesebelasan tangguh yang mampu merajai Portugal serta Eropa. Pada tahun keduanya bersama Benfica, ia membawa klub ini mempertahankan gelar Piala Champions setelah mengalahkan Real Madrid. Ia mencetak dua gol dari kemenangan 6-3 tersebut.

Pria ini menjadi legenda bersama klub tersebut. Ia membawa Benfica menjuarai liga Portugal sebanyak 11 kali dimana sembilan diantaranya diraih dalam tiga periode secara berturut-turut. Total ada 29 gelar yang dikantonginya bersama Aguias. Prestasinya tersebut membuat namanya berhak menyandang sebagai yang terbaik di Eropa dalam ajang Ballon d’Or pada 1965.

Namun, itu semua belum cukup mengantarkan dirinya sebagai salah satu pemain terbaik di dunia. Negara tempat ia bermain bukanlah negara yang kuat di sepakbola dunia meskipun klubnya sudah pernah menguasai Eropa. Jika Wakanda adalah negara kaya namun terisolasi maka Portugal adalah negara besar dengan sejarah yang kurang baik di Piala Dunia.

Sebelum kehadirannya, Portugal belum pernah ikut dalam pegelaran Piala Dunia. Namun, saat ia memenangi Ballon D’Or, mereka memastikan diri ikut serta dalam ajang yang saat itu siap dipentaskan di Inggris. Dirinya yang saat itu belum berusia 25 tahun mencetak lima dari sembilan gol Portugal di babak kualifikasi.

Tidak ada ekspektasi besar saat itu untuk sebuah negara yang baru pertama kali ikut Piala Dunia. Apalagi terpikir untuk menjadi juara. Namun ia berhasil mencuri perhatian sepanjang babak penyisihan. Gagal mencetak gol di laga pertama melawan Hungaria, ia membayarnya dengan membuat satu gol ke gawang Bulgaria. Ia kemudian menambah dua gol lagi saat mengalahkan Brasil di pertandingan terakhir sekaligus menyingkirkan si juara bertahan.

Portugal kemudian bertemu kejutan turnamen saat itu, Korea Utara di perempat final. Tanda-tanda kekalahan tampak terlihat saat mereka tertinggal 0-3 dalam tempo setengah jam. Namun, disaat Korut mendapat dukungan ekstra dari seantero Goodison Park, Eusebio sendirian membungkam mereka dengan empat gol yang membawa Portugal ke semifinal dengan kemenangan 5-3.

Pertunjukkan tunggalnya ketika melawan Korea Utara saat itu membuat media menjulukinya sebagai Black Panther. Kecepatan dan kemampuan dia meliuk-liuk diantara pemain Korut saat itu yang membawa dijuluki demikian. Sebuah panggilan yang sangat ia senangi.

“Black Panther diberikan kepada saya oleh jurnalis Inggris di Piala Dunia. Mereka senang dengan kecepatan dan kelincahan saya. Dua nama panggilan yang mereka berikan (Black Panther dan Black Pearl/Mutiara Hitam) membuat saya senang.”

Langkah Portugal baru terhenti oleh tuan rumah di semifinal. Meski begitu ia mampu membayarnya dengan mencetak satu gol saat perebutan juara ketiga melawan Uni Soviet. Portugal gagal jadi juara, tapi si Black Panther ini berhasil menjadi pencetak gol terbanyak dengan sembilan gol.

Prestasi yang dibuatnya bersama rekan-rekannya di Inggris belum bisa diulangi oleh generasi berikutnya. Bocah dari Madeira pun baru bisa mengharumkan Portugal di ajang Eropa. Hingga akhir hayatnya, baru dirinya saja yang bisa mengharumkan Portugal di level dunia. Semua karir yang dijalaninya sejak kecil terpatri hanya dalam satu nama yaitu Eusebio. Satu-satunya orang yang berhak menyandang nama Black Panther di dunia sepakbola.