Salah satu bintang muda Ligue 1, Keita Baldé, telah mencetak tiga gol dan memberi dua asis dalam lima pertandingan terakhirnya untuk Monaco. Secara tidak langsung, kendati kehilangan Kylian Mbappé, Balde justru telah menunjukkan bahwa ada pemain yang mampu menjadi tumpuan penting di lini depan untuk tim juara Ligue 1 musim lalu itu.
Keita Baldé Diao, adalah pemain depan asal Senegal yang bergabung dengan Monaco dari Lazio pada musim panas lalu. Ia direkrut dengan mahar sebesar 30 juta euro. Ketika datang ke Monaco, secara eksklusif ia pun menyatakan jika ia siap menempati tempat utama, meski tidak ingin dibandingkan dengan Kylian Mbappé.
“Saya mengharapkan itu. Kami berdua pemain muda. Tapi saya datang untuk menulis cerita baru, untuk memainkan permainan saya. Saya tidak ingin dibandingkan dengan siapapun. Tujuan saya adalah memainkan pertandingan sebanyak mungkin, untuk mencetak gol dan memberi asis,” tutur Balde.
Setelah memainkan beberapa pertandingan terakhirnya, Keita mulai menemukan perbandingan dan merasa jika beban besar mengikat ambisinya. Hal tersebut dikarekanan timnya AS Monaco berada dalam target mempertahankan tantangan gelar mereka di musim ini.
Di sisi lain, pemain berusia 22 tahun itu mencetak gol dalam kemenangan 2-0 AS Monaco atas Bordeaux pada 28 Oktober 2017. Gol tersebut merupakan gol kedua dalam dua penampilan terakhirnya. Keita juga berkontribusi dalam membantu dua pertandingan sebelumnya untuk Monaco ketika meraih hasil imbang 1-1 melawan Montpellier dan kekalahan 3-2 atas Lyon. Dan sejauh ini, Keita mulai beradaptasi sesuai dengan potensi yang pernah ia tunjukkan saat masih sebagai pemain muda di Barcelona.
Awal karier Keita Balde
Meski lahir di Spanyol, kedua orang tua Keita Balde adalah berkebangsaan Senegal. Keita mengawali kariernya di Spanyol ketika direkrut oleh tim muda Barcelona, dan sempat menjadi prospek yang sangat dihormati di La Masia. Ia lalu dipindahkan ke klub divisi empat Cornella, di mana ia mulai menemukan jati dirinya sebagai pemain depan dengan mencetak banyak gol.
Keita lalu menolak kesempatan untuk kembali ke Barcelona pada 2011 dan berlabuh ke Lazio. Keputusannya berbuah manis karena ia mulai berkembang pesat di Lazio. Itu terbukti, meski bermain kurang dari 2.000 menit, Keita berhasil mengoleksi 16 gol di Serie A musim lalu, dan itu lebih banyak dari gol Mbappé di Ligue 1.
Tipikal permainan Keita Balde
Keita Balde merasa nyaman dalam formasi 4-3-3 milik Barcelona, sebuah pendekatan taktis yang juga digunakan oleh tim nasional Senegal. Ia mengakui bahwa formasi tersebut adalah sebuah sistem di mana ia merasa nyaman dengan banyaknya kebebasan penguasaan bola di area krusial lawan.
Namun, sejauh ini Keita telah menunjukkan bahwa ia bisa seperti Mbappé di AS Monaco. Bahkan, ia terlihat lebih baik dari Mbappe. Pasalnya, Keita dapat menkobinasikan semua teknik dribble, kecepatan dan kekuatan fisik bawaannya yang kuat di sejumlah posisi.
Keita telah bermain di dua pos posisi krusial untuk Monaco, di mana ia bermain di pos posisi sayap serang dan di posisi aslinya sebagai striker. Permainan posisi itu memungkinkan sang pelatih Leonardo Jardim mengelola kebugaran pemain seperti Radamel Falcao dan Thomas Lemar, melalui rotasi dan pergeseran taktis di tim utama. Keita sendiri sudah menikmati kemitraan dengan Ciro Immobile di Lazio, dan menunjukkan hal yang sama ketika ia bermain bersama Falcao.
Memang, masih terlalu dini untuk membuat pernyataan besar tentang Keita. Namun, sepertinya ia adalah pilihan pertama pada formasi inti Jardim. Meski, ada sebuah kekhawatiran tentang etika kerja defensif yang ia mainkan, karena itu bisa menjadi sebuah masalah yang berpotensi serius.
Jardim sendiri telah melakukan pekerjaan penting dalam memperbaiki permasalah tersebut, dengan mengasah permainan Lemar dan Keita. Meski, pendekatannya bisa dibilang sangat keras, karena Jardim juga harus memperbaiki permainan pemain lain yang menurutnya berpotensi merusak taktiknya.
Keita dan Lemar bukan satu-satunya pemain yang membaik di bawah Jardim, setelah Yannick Ferreira Carrasco, Benjamin Mendy, Bernardo Silva dan Tiemoué Bakayoko merasakan hal yang sama dalam beberapa musim kebelakang.
Meski pada akhirnya, pendekatan dramatis di Monaco tersebut menjadi sebuah hal positif untuk sang pemain. Dan Jardim pun sempat mengatakan jika caranya yang keras adalah bentuk dari motivasi kesuksesan bagi para pemainnya.
“Jika Anda berpikir terlalu banyak, jika Anda terlalu khawatir, Anda tidak akan mencapai tujuan Anda,” kata Jardim kepada L’Équipe. “Saya adalah pelatih bernaluri, keras dan memotivasi. Jika tubuh saya menyuruh saya bergerak dengan benar, saya akan bergerak dengan benar tanpa berpikir. Naluri itu terkadang bisa salah atau samar, seperti halnya banyak pemain muda. Tapi ketika melihat Keita di tim ini, saya rasa ia dipenuhi dengan tekad dan kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk sukses di level ini.”