Memahami Keputusan Thierry Henry Menolak Bordeaux

Publik sepakbola harus menunggu lebih lama untuk melihat debut manajerial Thierry Henry. Pasalnya, Henry resmi menolak tawaran Girondins Bordeaux yang sempat mengincarnya sebagai pengganti Gus Poyet. Bordeaux dan Titi –sapaan Henry- sudah bernegosiasi, tapi akhirnya tidak ada kesepakatan yang tercapai.

Padahal sebelumnya, Henry disebut berminat untuk menangani Bordeaux. Hal ini bahkan dikonfirmasi oleh mantan manajer Arsenal sekaligus mentor Titi, Arsene Wenger. “Ya, dia memang ingin melakukannya. Titi punya kualitas untuk menjadi manajer hebat. Dia adalah sosok yang pintar,” kata Wenger pada Corse Matin.

Namun, pada akhirnya Bordeaux harus mencari nama lain untuk menggantikan Gus Poyet. Bordeaux sebelumnya menendang Poyet dari kursi kepelatihan tim setelah secara terbuka melempar kritik kepada klub karena menjual salah satu pemain andalannya, Gaetan Laborde tanpa izin.

“Apa yang dilakukan klub sangat memalukan. Saat itu kami sudah tiba di hotel dan saya tidak bisa nemukan Laborde. Saya menelponnya dan ia mengatakan dirinya ada di Montpellier,” geram mantan manajer Sunderland tersebut.

Laborde adalah salah satu dari trio mematikan Bordeaux yang diwariskan Willy Sagnol bersama Malcom dan Valentin Vada. Setelah Malcom bergabung dengan Barcelona, Poyet ingin mempertahankan jasa Laborde. Ia juga tidak menolak jika klub memutuskan untuk melego penyerang 24 tahun tersebut. Asalkan mendapat seorang pengganti sebelumnya.

Pengganti belum ada, Laborde sudah dijual. Inilah yang membuat Poyet menjadi ragu dirinya bisa bertahan di Bordeaux. Hanya selang beberapa jam setelah Gus Poyet melempar kritiknya, dia dipecat oleh klub.

“Poyet melewati wewenangnya dengan komentar tersebut. Jadi, kami tak punya pilihan lain dan mendepak dia,” aku Presiden Bordeaux, Stephane Martin.

Bordeaux Ditolak Thierry Henry

Stephane Martin kemudian membuka negosiasi dengan Henry. Titi Henry adalah pelari terdepan untuk menggantikan Poyet. Sayangnya, Martin memastikan pihak klub tidak bisa mengontrak Henry sebagai manajer mereka. “Ya, dapat dipastikan kami sudah selesai berbicara dengan Henry,” katanya kepada awak media.

Menurut Sky Sports, alasan Bordeuax gagal mencapai kesepakatan tidak lepas dari keinginan Henry untuk memiliki sebuah jaminan. Ikon Arsenal itu disebut meminta dana transfer yang cukup besar untuk membangun tim dan sebuah garansi jika terjadi pergantian pemilik di tengah masa kepelatihannya.

Saat ini pemilik Girondins Bordeaux, M6 Group sedang dalam negosiasi pindah tangan dengan perusahaan asal Negeri Paman Sam, American Capital Partner. Henry mungkin pilihan utama M6 Group, tapi dirinya tidak bisa mencapai kata sepakat dengan calon pemilik baru klub.

Dalam laporan GOAL, Henry disebut meminta dana untuk mendatangkan pemain baru sebelum bursa transfer musim panas ini ditutup. Ia juga meminta pihak klub memboyong mantan pemain Arsenal, Giles Grimandi sebagai kepala perekrutan pemain. Hal ini ditolak pimpinan American Capital Partner, Joseph Da Grosa. Titi tanpa ragu mundur.

Kasus 10 Menit Rosenior

Henry sebenarnya secara logika tidak perlu sampai terbang ke Amerika Serikat dan bertemu Joseph Da Grosa. Pasalnya, meski negosiasi perpindahan tangan antara M6 Group dan American Capital Partner disebut sudah memasuki tahap yang serius, Da Grosa dan kawan-kawan belum menjadi pemilik Bordeaux.

Namun, keputusan Henry itu adalah sesuatu yang tepat. Beberapa kasus dari tanah Britania mungkin menjadi pembelajaran sendiri untuk Titi yang kerap kali tampil di televisi sebagai seorang pundit. Gary Rowett dan Leroy Rosenior jadi contoh terbaik untuk hal ini.

Rosenior yang sudah malang-melintang di sepakbola Inggris, membela berbagai klub dari West Ham United hingga tim semi-profesional, Gloucester City sempat ditunjuk sebagai manajer Tarquay United pada 17 Mei 2017.

Saat itu Tarquay baru saja degradasi dari divisi empat Inggris, League Two ke liga semi-profesional, National League. Rosenior ditunjuk menggantikan Keith Curle yang gagal mempertahankan Tarquay di area English Football League (EFL). Tapi, 10 menit kemudian, dia ditendang dari jabatannya.

Rosenior kini tercatat sebagai sosok manajer dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah sepak bola. 10 menit! Semua karena Tarquay baru saja berpindah tangan ke konsorsium lokal dan mereka tidak mempercayakan Rosenior sebagai manajer klub.

Prestasi Bukan Segalanya

Setiap pemilik memiliki arahan sendiri untuk klub yang mereka naungi. Beberapa pemilik baru seperti Fosun International di Wolverhampton Wanderers mungkin bisa mencari titik tengah antara bisnis dan prestasi. Tapi ada juga pemilik seperti Mike Ashley di Newcastle United yang sangat fokus kepada bisnis.

Tidak jauh dari Stadion Molineux, kandang Wolverhampton, berdiri Birmingham City FC. Birmingham dan Wolves adalah rival satu daerah. Mereka sama-sama dikuasai oleh pengusaha asal Tiongkok. Fosun kuasai Wolves dan Birmingham dipegang Trillion Trophy Asia.

Sekalipun sama-sama berasal dari Tiongkok dan menguasai klub dari Midlands Barat, bukan berarti Trillion Trophy Asia dan Fosun International punya cara yang sama membangun klub mereka. Birmingham diarahkan Trillion Trophy Asia lebih seperti Mike Ashley di Newcastle United. Setidaknya di awal akuisisi mereka.

Keputusan pertama mereka di Birmingham mungkin langsung membuat Trillion Trophy Asia menjadi musuh publik. Mereka mendepak Gary Rowett serta para tim pelatihnya yang sudah menjadi ikon klub.

Rowett, Mark Sale, Kevin Summerfield, dan Poole adalah mantan pemain The Blues. Mereka tahu seluk-beluk klub dan berhasil menyelamatkan dari periode buruk di bawah Lee Clark. Birmingham dari salah satu klub yang disebut akan turun ke divisi tiga, League One, dibawa masuk ke 10 besar. Bahkan hampir lolos ke fase play-offs promosi pada 2015/16.

Kemudian Trillion Trophy Asia datang, menendang Rowett dan kawan-kawan. Menggantikannya dengan Gianfranco Zola. “Kami senang dengan kehadiran Zola. Dia adalah sosok berkaliber dan punya ambisi serta filosofi yang sejalan dengan arah klub saat ini,” kata Direktur Birmingham, Panos Pavlakis.

Padahal catatan Zola sebagai manajer di Brighton, Watford, ataupun West Ham tegolong buruk. Sekalipun memiliki nama yang lebih terkenal dibanding Rowett. Kini bahkan Birmingham sudah tiga kali berganti manajer setelah Zola. Untung, Garry Monk yang menangani klub saat ini mendapatkan dukungan dari publik St.Andrews.

Masalah Waktu

Keputusan Henry untuk bertemu calon pemilik baru Bordeaux adalah hal yang bagus. Jika tidak, mungkin ia bisa bernasib sama seperti Rosenior dan Rowett. Sekarang, semua hanya masalah waktu. Cepat atau lambat, Thierry Henry akan mengikuti jejak Didier Deschamps dan Zinedine Zidane.

Zizou –panggilan Zidane- juga sebelumnya didekati Bordeaux dan Olympique Lyon sebelum jadi manajer Real Madrid. Titi perlu mencari tempat yang tepat seperti Zizou.

Kiprahnya sebagai asisten Roberto Martinez di Belgia sudah memberikan kesan positif. Penyerang andalan Belgia, Romelu Lukaku bahkan mengaku ketajaman yang ia miliki di Rusia tak lepas dari pengaruh Thierry Henry.

“Kepekaan saya di atas lapangan, kemampuan melepaskan tendangan, kontrol bola, penempatan diri, hingga bagaimana untuk mencetak gol di situasi sulit, itu semua berkat Henry. Dirinya sangat membantu saya untuk berkembang,” ungkap Lukaku di Player’s Tribune.

Baca juga: Thierry Henry, Otak di Balik Ketajaman Bordeaux

Bordeaux mungkin saat bukan tempat yang butuhkan Thierry Henry. Tanpa sebuah jaminan dari Bordeaux, tentu sulit untuk Henry menjalani debut manajerialnya. Sabar, dan tak mustahil dia akan melanjutkan prestasi alumni Prancis 1998 di pinggir lapangan.