Roberto Baggio dikenal sebagai salah satu legenda sepakbola Italia. Media menggambarkannya sebagai seorang fantasista, trequartista, mezzapunta, atau rifinitore sepanjang kariernya, karena perannya di lapangan dan gaya bermain yang kreatif. Dia merupakan playmaker kelas dunia dengan insting mencetak gol; memiliki visi, kreativitas, kemampuan membaca permainan, akurasi umpan silang, dan kemampuan passing yang telah menjadikannya pemberi assist terbaik baik di lapangan.
Dari Fiorentina, hingga Juventus, AC Milan, Inter Milan, termasuk juga tim papan tengah Bologna dan Brescia sudah merasakan magisnya di lapangan. Deretan trofi pun telah dimenangkannya; meskipun gagal dilakukannya bersama tim nasional Italia. Tetapi, jauh sebelum cerita kehebatannya itu, ada sebuah kisah yang tak banyak diketahui; awal karier Baggio di Vicenza bersama sahabat terbaiknya.
Tim Terbaik yang Diisi Roberto Baggio
“Tim junior Vicenza,” ungkapnya. Itulah jawaban yang selalu diberikan Baggio ketika ditanya tentang terbaik yang pernah dimainkannya sepanjang karier. Klub berjuluk I Biancorossi itu memiliki peran besar dalam perkembangan kariernya ketika baru mulai menekuni sepakbola. Ketika itu, usianya masih 13 tahun, pada 1980, ketika pencari bakat Antonio Mora pertama kali menemukan bakatnya.
Baggio masih main dengan tim lokal asal kota kelahirannya, Caldogno masa itu, sejak usia sembilan tahun. Kemampuannya mencetak hingga 45 gol dan membuat 20 assist dalam 26 pertandingan, termasuk juga menyarangkan enam gol dalam satu laga ketika masih berusia 11 tahun, telah menarik perhatian sang pencari bakat. Akademi Vicenza akhirnya merekrutnya dengan uang hanya 300 paun.
Bersama tim akademi Vicenza, bakat Baggio pun semakin berkembang pesat. Kemampuannya dalam lini serang dibuktikan dengan catatan 110 gol dalam 120 pertandingan yang dijalani selama hampir tiga tahun, hingga kemudian kesempatan memulai karier professional didapatkannya bersama tim senior I Berici menjelang akhir musim 1982/1983, dalam usianya yang baru saja mencapai 16 tahun.
Gianni Bonfante
“Di sayap kiri kami memiliki pemain jauh lebih baik dari saya,” kata Baggio lagi, ketika mengenal awal karier mudanya bersama Vicenza. Pemain yang dimaksudnya itu adalah Gianni Bonfante, rekannya di akademi klub tersebut. Mereka hanya terpaut dua tahun, sang sahabat lebih tua. Meski hanya dua musim, di akademi Vicenza inilah bermula tahun-tahun terbaik dalam eratnya persahabatan mereka.
Baggio mengingat Bonfante sebagai pemain yang tidak pernah lelah, terus berlari di sisi kiri. Pemain asal Bonavicina, Verona, yang berjarak sekitar 60 km ke Vicenza itu memang memiliki bakat besar; sebelumnya sempat pula dilirik akademi Verona. Beberapa tahun kemudian, Alberto Zaccheroni yang sedang melatih Venezia di Serie B juga menginginkannya, meskipun kepindahannya tidak terwujud.
Sementara Bonfante mengenal Baggio sebagai seorang pemain yang cerdas saat itu. Bahkan, DNA juara sudah mengalir dalam darahnya sejak dulu. “Kami belajar bersama selama dua tahun, dia sudah jadi juara, dan yang terpenting dia pintar, Anda tidak bisa membodohinya. Baik di dalam maupun luar lapangan, kami rukun, kami punya hubungan yang baik, dia sering datang ke rumah saya,” ucapnya.
Laga vs Juventus
Salah satu momen menarik dari kisah awal karier Baggio di Vicenza adalah penampilannya dalam laga uji coba melawan Juventus. Meski main di kandang sendiri, Stadio Romeo Menti, tim tamu tetaplah klub raksasa, karena Vicenza sendiri saat itu hanya tampil di Serie C1, divisi tiga Liga Italia. Sedangkan lawan, selain berstatus juara bertahan Serie A, mereka juga baru saja lolos ke final turnamen Eropa.
Ketika itu, Juventus yang dilatih Giovanni Trappattoni datang ke markas Vicenza, hanya sepekan saja sebelum final Piala Eropa 1982/1983, kini disebut Liga Champions. Mereka menjadikan pertandingan ini sebagai persiapan jelang menghadapi wakil Jerman, Hamburg SV dalam partai puncak di Athena, Yunani itu. Makanya, sang pelatih membawa semua kekuatan terbaik timnya ke kandang Vicenza.
Ada kiper sekaligus kapten Dino Zoff, Gaetano Scirea jadi libero, bek sayap Claudio Gentile, Marco Tardelli di tengah, hingga Michel Platini sang pengatur serangan dan Paolo Rossi di depan. Semuanya pemain bintang saat itu. Sementara Bruno Mazzia, juga legenda Juventus, yang memimpin Venezia hanya mengandalkan pemain kelas dua dan beberapa anak muda, termasuk Baggio dan Bonfante.
Keduanya masuk di babak kedua, setelah mereka menahan imbang tim tamu tanpa gol. Sayangnya, Vicenza malah kebobolan oleh Rossi di menit ke-60. Tapi, enam menit kemudian, keajaiban datang; Bonfante berhasil menaklukkan Luciano Bodini yang menggantikan Zoff. “Akhirnya kami menang 2-1. Saya masih ingat harunya melihat stadion dipenuhi orang, sungguh luar biasa,” kenang Bonfante.
Tiga pekan kemudian, Baggio menjalani debut di Serie C1, menyusul Bonfante yang sudah lebih dulu. Hingga akhirnya pindah ke Fiorentina di Serie A pada 1985. Sayangnya, Bonfante gagal melanjutkan kariernya, hingga jatuh ke kasta lebih rendah, sebelum kembali dan pensiun pada 1989. Keduanya lalu bertemu lagi saat Baggio memberi kejutan di ulang tahun yang ke-50 sang sahabat pada 2015.
Sumber: Four Four Two, Cronaca di Verona