Beberapa tahun sebelum kehadiran Samuel Eto’o sebagai ujung tombak timnas Kamerun, sekaligus bintang sepakbola Afrika, ada penyerang bertubuh tinggi-besar yang jadi andalan The Indomitable Lions. Dia adalah Patrick M’boma, yang membela negaranya pada periode 1995-2004 dengan koleksi 33 gol dalam 57 pertandingan resmi internasional, termasuk Piala Dunia 1998 dan Piala Dunia 2002.
Meski kariernya tak sementereng sang junior, tapi perjalanan M’boma memang tak bisa dipandang sebelah mata. Dia turut membantu Kamerun memenangkan medali emas Olimpiade Sydney 2000, serta Piala Afrika 2000 dan Piala Afrika 2002. Puncaknya, di akhir era millenium, sang striker sukses menggondol penghargaan Pemain Terbaik Afrika 2000, saat Samuel Eto’o jadi pemain muda terbaik.
M’boma dari Cagliari ke Parma
M’Boma mengawali karier profesionalnya di Paris Saint-Germain (PSG) pada 1992, sebelum hijrah ke Jepang lima tahun kemudian, karena tak kunjung mendapatkan waktu bermain regular. Tak penuh dua musim bersama Gamba Osaka, dia mampu menghasilkan 33 gol dalam 40 laga di semua ajang, termasuk jadi pencetak gol terbanyak J.League 1 pada musim perdana, dengan 24 gol dan 15 assist.
Setelah membawa Kamerun lolos ke Piala Dunia 1998, M’Boma akhirnya kembali ke Eropa, mendarat di Cagliari yang bermain di Serie A. Sebagai target man, dia mampu mencetak gol dari segala sudut, terutama sundulan yang spektakuler. Selama dua musim, 22 gol dalam 46 pertandingan di semua kompetisi menjadi pembuktiannya, dengan trofi pencetak gol terbanyak Coppa Italia 1999/2000.
Musim panas 2000, pemain kelahiran Douala, Kamerun, 15 November 1970 itu mempersembahkan medali emas Olimpiade Sydney 2000 dan trofi Piala Afrika 2000 bagi negaranya, sebelum pindah ke Parma. Bersama klub barunya itu, M’Boma bermain dengan para pemain muda yang tengah naik daun, dari Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Lilian Thuram, Stephen Appiah hingga Marco Di Vaio.
M’Boma Berkarier 6 Bulan di Inggris
Sayangnya, karier M’Boma bersama Parma tidak bertahan lama. Meski mencetak dua gol dalam laga debut melawan AC Milan dan menambahkan satu gol ke gawang Bari sepekan kemudian, dia hanya mampu menyarangkan dua gol lagi dalam catatannya di Serie A musim itu. Pertikaian dengan pelatih Gidone Carmignani musim berikutnya, membuatnya tidak lagi disukai hingga akhirnya disingkirkan.
Memasuki tahun baru 2002, M’Boma yang baru memenangkan Piala Afrika 2002 bersama Kamerun mendapat tawaran dari Inggris. Sunderland meminangnya sebagai pinjaman dengan opsi permanen senilai 4 juta paun di musim panas berikutnya. Setelah laga debutnya, dia pun dipercaya jadi starter sekaligus penampilan penuh pertamanya di Premier League Inggris saat lawan Tottenham Hotspur.
Satu gol berhasil disarangkannya. Meski gagal menyelamatkan tim dari kekalahan tipis, tapi sejak itu M’Boma telah mendapat perhatian.
“Patrick adalah kelas yang berbeda bagi kami. Beberapa hal yang dia lakukan dengan bola sungguh luar biasa,” kata sang pelatih, Peter Reid. Dia pun tampaknya mulai beradaptasi dengan baik setelah awal yang cukup menjanjikan di Sunderland dalam usia 31 tahun.
“Liga Inggris jauh lebih menarik, terutama bagi seorang striker. Saya baru memulai satu pertandingan sejauh ini di Stadium of Light (markas Sunderland), tapi penonton lebih dari 40.000 dan atmosfernya luar biasa,” ucap M’Boma.
“Saya telah mencetak satu gol untuk klub, namun saya ingin mencetak gol lagi di Stadium of Light sesegera mungkin,” katanya sesumbar dengan keyakinan memenuhi janji itu.
Tapi, ternyata tak pernah ada gol lagi yang tercipta darinya hingga akhir musim. Serangkaian cedera membatasi waktu bermainnya, terutama masalah tendon achilles. Hingga manajemen klub kemudian memutuskan tidak mengambil opsi untuk mempermanenkan sang striker jelang musim berikutnya. Dan, karier M’Boma di Inggris pun berakhir setelah hanya berlangsung selama enam bulan saja.
Ditipu Al-Saadi Gaddafi
Sejak terbuang dari Inggris, karier M’Boma di level klub tidak pernah benar-benar pulih. Meski begitu tetap masih ada beberapa tawaran dari klub besar Eropa. Tapi, seperti dulu pernah memilih pindah ke Jepang, kali ini dia kembali mengambil keputusan aneh, dengan alasan utama karena uang. Sang penyerang tiba-tiba bergabung dengan klub Al-Ittihad Tripoli di Libya dengan kontrak bernilai besar.
“Salah satu putra Kolonel Gaddafi, Al-Saadi Gaddafi yang menghubungi saya. Petualangan ini menarik di atas kertas dan keuangan saya,” katanya kemudian pada L’Equipe. Hanya saja, pilihan ini ternyata jadi mimpi buruk.
“Saya tidak dibayar selama berbulan-bulan… pada akhirnya kami kehabisan uang,” ungkapnya.
Sempat mencetak 12 gol dalam 28 laga selama hanya enam bulan, M’Boma akhirnya kembali ke Jepang untuk bermain bersama Tokyo Verdy dan Vissel Kobe sebelum pensiun pada 2005.
Sumber: Planet Football, FIFA