Milot Rashica, Manusia Roket yang Mengangkat Derajat Kosovo

Foto: Weser Kurier.de

Ketika Kosovo resmi diakui oleh FIFA, banyak perbincangan bagaimana pemain-pemain seperti Granit Xhaka, Xherdan Shaqiri, dan Adnan Januzaj, dapat membuat mereka jadi kekuatan baru di Eropa. Namun kenyataannya, tak ada di antara mereka yang pindah ke Kosovo. Shaqiri dan Xhaka tetap membela Swiss. Sementara Belgia menjadi tim nasional pilihan Januzaj.

Kosovo hanya mendapatkan jasa Albert Bunjaku (eks-Kaiserslautern), gelandang kelahiran Norwegia, Valon Berisha, dan mantan wonderkid Jerman, Donis Avdijaj. Hasilnya, mereka gagal lolos ke Piala Dunia 2018. Hanya meraih satu hasil imbang dan sembilan kali kalah di fase kualifikasi.

Perlahan tapi pasti, Kosovo mulai merangkak naik di dunia sepakbola. Dardanët -julukan tim nasional Kosovo- berhasil menjadi juara grup di Liga D UEFA Nations League, meraih empat kemenangan dan dua hasil imbang tanpa sekalipun menelan kekalahan.

Bermain di divisi empat, tentu lawan Kosovo bukanlah kesebelasan tenar. Namun perlu diingat juga bahwa Malta pernah menahan imbang Ukraina. Azerbaijan sempat membuat finalis Piala Dunia 2018, Kroasia, kerepotan di partai uji coba. Bisa selamat dari satupun kekalahan meski minim pengalaman adalah catatan positif bagi anggota baru FIFA.

Talenta-talenta dari Kosovo juga mulai diperhitungkan. Arbër Zeneli bermain di Ligue 1 setelah menghabiskan tiga tahun di Eredivie bersama Heerenveen. Vedat Muriqi tampil bersama Rizespor di Super Lig dan hampir menembus zona Eropa sebelum terlempar ke papan tengah. Namun satu talenta paling berharga di Kosovo adalah penyerang Werder Bremen: Milot Rashica.

Manusia Roket

Foto: Insporti

Werder selalu menjadi tempat berharga untuk talenta-talenta pecahan Yugoslavia. Entah itu Ivan Klasnic (Kroasia), Mladen Krstajic (Serbia), atau Izet Hajrovic (Bosnia). Krstajic dan Klasnic bahkan membantu Werder menjadi juara 1.Bundesliga pada 2003/2004. Kini giliran Rashica menjadi pahlawan baru Die Werderaner.

“Rashica telah berkembang dengan pesat. Dia semakin percaya diri di atas lapangan. Saat bola ada di kakinya, ia bisa melakukan apapun untuk memenangkan pertandingan,” puji Kepala Pelatih Werder Bremen Florian Kohfeldt.

“Tubuh Rashica yang kecil dijadikan senjata oleh dirinya. Itu membuat dia sulit dibendung. Kaki kanan miliknya sangat berbahaya dari luar ataupun dalam kotak penalti. Ia tahu apa yang dilakukan di atas lapangan dan mengubah pertandingan. Sangat jarang ada pemain yang bisa seperti itu,” jelas Kohfeldt.

Rashica sendiri senang bisa bermain di Werder Bremen. Meski membutuhkan waktu agar ia ada di kondisi prima, pemain-pemain Die Werderaner terus mendukung sosok yang mereka juluki ‘Manusia Roket’ itu.

“Saya tidak terlalu bugar saat pertama datang ke sini. Butuh waktu bisa sesuai dengan gaya main yang diterapkan Werder Bremen. Namun pemain-pemain lain seperti Martin Harnik dan Claudio Pizarro selalu mendukung saya. Mereka percaya kepada saya. Terus membantu saya untuk menciptakan peluang,” kata Rashica.

Rashica adalah alasan mengapa Werder bisa lolos ke semi- final DFB-Pokal 2018/2019. Pada pekan ke-32 liga, dirinya juga membantu Die Werderaner menahan imbang Borussia Dortmund.

Membuat Marco Reus dan kawan-kawan kesulitan menuntaskan ambisi juara mereka. Dortmund terpaut empat poin dari Bayern Munchen dengan dua laga tersisa dan Rashica jadi salah satu alasannya.

Idola dan Panutan Generasi Muda Kosovo

https://www.youtube.com/watch?v=E5Vre5ZF1aQ

Menurut situs resmi Werder Bremen, Rashica sudah bisa disebut sebagai legenda Kosovo. Mereka bahkan mewawancarai beberapa penduduk Kosovo yang melihat Rashica sebagai panutan atau kebanggaan bagi negara mereka.

“Dia adalah seorang motivator bagi semua anak muda di Kosovo. Membuktikan bahwa kita bisa mencapai harapan jika bekerja keras meraihnya,” kata Luan, warga Kota Prizren. “Ada rasa bangga sebagai warga Kosovo dan penggemar sepakbola melihat Rashica. Apalagi dia membela tim nasional Kosovo,” tambah Emona yang juga hidup di Prizren.

Menjadi seorang panutan memang merupakan salah satu mimpi Rashica selama menjalani karier sepakbola. “Pindah dari Kosovo ke Belanda, lalu sekarang hidup di Jerman, ini adalah langkah besar bagi saya. Bermain di salah satu liga terbaik dunia patut dibanggakan. Saya ingin hal ini memotivasi anak-anak muda di Kosovo,” kata Rashica.

“Sepakbola kami sudah sangat berkembang dalam tiga tahun belakangan. Banyak hal yang terjadi. Saya main di Bundesliga juga merupakan salah satu bukti sepakbola Kosovo patut diperhitungkan,” lanjutnya.

Bukti Sepakbola Kosovo

Foto: Vushtrri-Online

Berbeda dengan Zeneli yang memulai kariernya sebagai pemain Swedia, Rashica adalah produk asli Kosovo. Ia memang pernah membela tim nasional Albania sebelum dibuang menjelang Piala Eropa 2016. Namun, karier profesional Rashica mulai dari kesebelasan Kosovo, Vushtrri.

Menjalani debut bersama Vushtrri saat masih berusia 16 tahun, Rashica sudah dijuluki ‘penyihir cilik’ di negaranya. Ia kemudian menarik minat kesebelasan Belgia KAA Gent. Namun kesempatan itu ditolak untuk melanjutkan karier bersama Vushtrii.

Ketika Vitesse datang, ia baru berani meninggalkan Kosovo. “Ini adalah langkah besar bagi saya. Saya ingin terus berkembang sebagai seorang pemain,” kata Rashica. Pilihannya itu terbukti tepat.

Ditebus dengan harga 300 ribu euro, Rashica masuk dalam rancangan tim Peter Bosz dan Rob Maas. Bahkan menjuarai KNVB Beker sebelum hengkang ke Werder Bremen.

Rashica beberapa kali terkena masalah cedera. Namun setiap kali kembali ke lapangan, ia berhasil memperlihatkan kemajuan. Saat membela Vitesse sudah diincar oleh Chelsea dan Newcastle United. Tampil impresif di Werder Bremen ia masuk dalam radar Napoli. Pemain kelahiran 28 Juni 1996 terus menanjak. Bukan hanya untuk karier pribadinya. Namun juga sebagai bukti kemajuan sepakbola Kosovo.