Nama Thuram Bukan Beban untuk Marcus

Foto: The Score

Tidak banyak sorotan yang didapat Borussia Monchengladbach sepanjang bursa transfer musim panas 2019 berlangsung. Namun di tengah minimnya perhatian yang mereka dapat, kesebelasan berjuluk Die Borussen terlihat cekatan mendatangkan talenta-talenta baru ke Borussia-Park.

Kehilangan Thorgan Hazard ke Borussia Dortmund? Tenang, Breel Embolo diboyong dari Schalke. Melepas Josip Drmic ke Norwich City? Bukan masalah, Marcus Thuram mendarat dari EA Guingamp. Nakhoda Monchengladbach, Marco Rose, mungkin tidak memiliki dana besar untuk berbelanja. Tapi sepertinya ia paham bagaimana memaksimalkan uang yang ada demi kepentingan klub.

Sampai dengan 24 Juli 2019, Die Borussen sudah kedatangan empat pemain, namun baru mengeluarkan dana 30 juta Euro. Marcus Thuram adalah talenta termuda yang didaratkan Rose sejauh ini (21). Uniknya, dia juga jadi talenta yang didapat dengan harga termurah, hanya sembilan juta Euro. Lebih mahal Embolo (10 juta) dan Stefan Lainer (12 juta).

Padahal dalam beberapa tahun terakhir harga pemain-pemain muda sering kali di luar akal sehat. Apalagi pemain yang digadang-gadang akan jadi talenta besar seperti Thuram. Dari namanya saja, penyerang kelahiran 6 Agustus 1997 itu sudah memiliki beban besar.

Sang Ayah, Lilian, merupakan bek yang dikenal dan diakui di seluruh dunia. Menjuarai Piala Dunia dan Eropa bersama Prancis. Mengangkat dua gelar Serie-A saat membela Juventus. Juga menjuarai Piala UEFA dan Coppa Italia dengan kostum Parma. Nama Thuram bahkan tercatat sebagai pemain yang paling banyak tampil untuk Les Blues (142).

Diminati Klub Sang Ayah

Tapi itu Lilian, bukan Marcus Thuram. Marcus Thuram tahu kapasitas dan popularitas yang dimiliki ayahnya. Oleh karena itulah dirinya ingin membangun karier dengan nama sendiri. Memulai perjalanan sebagai pesepakbola dengan Olympique de Neuilly, Thuram kemudian menarik minat  AC Boulogne-Billancourt pada 2010.

Kesebelasan semi-profesional di pinggiran Ibu kota Prancis itu memiliki koneksi dengan Paris Saint-Germain (PSG). Mereka juga menjadi tempat untuk pemain-pemain seperti Hatem Ben Arfa dan Ishak Belfodil memulai menimbah ilmu.

Tapi, berbeda dengan Ben Arfa dan Belfodil yang langsung memulai karier profesional mereka di kesebelasan ternama Prancis, Olympique Lyon, Thuram memilih Sochaux sebagai tempat karier profesionalnya dimulai. Ia belajar di akademi Sochaux selama dua tahun sebelum naik ke tim cadangan Les Lionceaux pada 2014.

Hanya butuh satu tahun bagi Thuram naik ke tim senior dan dirinya langsung mencuri perhatian di sana. Tampil 43 kali dan terlibat dalam tiga gol. Bukan catatan positif bagi seorang penyerang tentunya. Namun, kemampuannya berhasil menarik minat AS Monaco, kesebelasan yang mengasah talenta ayahnya.

Thuram senang mendengar rumor ketertarikan Monaco. Namun, ia lebih memilih fokus ke Sochaux. “Tentu hal itu menyenangkan. Kita semua tahu AS Monaco. Mereka adalah klub yang menjadi representasi Ligue 1 di Eropa. Tentu senang mengetahui mereka meminati saya. Akan tetapi, tidak ada tawaran resmi dan saya memilih fokus kepada Sochaux,” kata Thuram pada Desember 2015. Hanya sembilan bulan setelah menjalani debut profesional.

Dibentuk Antoine Kombouare

Ia akhirnya meninggalkan Sochaux pada Juli 2017. Menerima pinangan EA Guingamp setelah Les Lionceaux selalu tertahan di papan tengah Ligue 2. “Saya datang ke sini EAG diasuh oleh  Antoine Kombouaré. Saya tahu dirinya memiliki reputasi positif terkait talenta-talenta muda. Dirinya bisa membantu perkembangan saya,” aku Thuram.

Ucapan Thuram itu terbukti benar. Kombouare merupakan sosok di balik kemunculan Jean-Christophe Bahebeck, Jean-Philippe Gbamin, Wylan Cyprien, dan Neeskens Kebano. Nama-nama seperti Arthur Boka dan Carlos Sanchez juga mulai diperhitungkan di Eropa berkat tangan dingin Kombouare. Hal serupa pun terjadi kepada Thuram.

“Jika Anda hanya melihat statistik, angka membuat Thuram terlihat lemah. Tapi dia punya insting mematikan di depan gawang lawan. Dirinya juga sering kali memaksa lawan untuk melakukan pelanggaran. Memberikan tendangan bebas atau bahkan penalti pada tim. Itu harus masuk ke dalam pertimbangan,” kata Kombouare.

Ia dikenal sebagai penyerang yang gemar menggiring bola dan mematikan di udara. Hal itu membuat dirinya dapat mengisi posisi penyerang tengah ataupun sayap. Namun, bersama EA Guingamp, ia lebih sering diminta menyisir pinggir lapangan. Dari 72 laga yang dijalani dengan kostum Guingamp, Thuram hanya 24 kali menjadi ujung tombak.

Catatannya dari sisi sayap juga lebih bagus. Ketika menyisir sisi kiri lapangan, dirinya berhasil mencetak 10 gol. Alias dua kali lipat dari raihannya ketika menjadi penyerang. Namun, saat dipasang di tengah Thuram, lebih sering menjadi arsitek gol (4) ketimbang waktu dia ditempatkan di sayap (1).

Melihat catatan ini, jelas Thuram punya potensi untuk menjadi penyerang mematikan di masa depan. Ia bukan hanya ganas, tapi juga cepat dan pintar membagi bola ke rekan-rekan satu timnya.

Tidak Merasakan Tekanan

Berkat penampilannya bersama Guingamp, Thuram mulai masuk ke dalam radar klub-klub ternama Eropa. Arsenal, Tottenham Hotspur, dan Manchester United sempat disebut minat kepada Thuram. Namun, dirinya lebih memilih Borussia Monchengladbach.

Menandatangani kontrak hingga 2023, Thuram harus bersaing dengan Breel Embolo, Patrick Herrmann, Keanan Bennetts, dan kompatriot senegaranya, Alassane Plea. Tapi Direktur Olahraga Monchengladbach Max Eberl percaya Thuram akan sukses di Jerman.

“Dia pemain yang pas untuk tim kami. Dirinya pasti bisa menjadi besar di Bundesliga,” kata Eberl. Soal beban, Thuram tentu akan memiliki sorotan yang lebih besar dibanding rekan-rekan satu timnya yang memiliki posisi sama. Namun sejak muda, Thuram sudah terbiasa dan memiliki mental kuat untuk memenuhi ekspektasi di punggungnya.

“Orang-orang yang mengisi stadion sudah sering menghina saya. Nama Thuram membuat saya jadi target mudah. Namun, saya menyukai hal itu. Mereka membuat saya ingin terus menjadi lebih baik lagi. Itu bukanlah sebuah tekanan,” katanya.