Kurang dari satu bulan Premier League 2019-20 bergulir, penyerang gaek Peter Crouch tiba-tiba memutuskan pensiun dari lapangan hijau. Crouch yang begitu aktif di media sosial mengumumkan kabar gantung sepatunya lewat kicauan Twitter.
“Setelah banyak pertimbangan di musim panas ini, saya memutuskan pensiun dari sepak bola. Permainan indah milik kita ini telah memberikan saya segalanya. Terima kasih kepada semua orang yang membantu tiba dan berada di sana begitu lama,” kicaunya diakhiri dengan ‘X’ tanda berpelukan.
Dia mengakhiri karier di Burnley, klub yang merekrutnya di paruh musim lalu. Sebelumnya, Crouch malang melintang delapan tahun di Stoke City (2011-2019), bekerja sama dengan Harry Redknapp di Tottenham Hotspur (2009-2011), menjalani kejayaan singkat dengan Liverpool (2005-2008), mencetak beberapa gol untuk dua tim bertetangga Portsmouth (2001-02/2008-09) dan Southampton (2004-05), serta menghabiskan masa muda di Aston Villa (2002-04).
Pemain berusia 38 tahun ini membukukan 468 penampilan Premier League, 108 gol, dan 58 asis untuk tujuh tim tersebut. Serta beberapa hal random penuh humor yang sulit terhitung.
Dari perawakannya yang kurus dengan penampakan tulang-tulang panjang, Crouch begitu menarik perhatian berkat postur jangkung 2,01 meter. Dia kutilang, kurus, tinggi, dan langsing. Sekilas tampak ringkih. Kesigapannya rentan goyang bahkan kalau hanya tertiup angin. Wajahnya cenderung pucat, menampilkan keriput saat dia terlalu sering tersenyum.
Stereotipe semacam itu melekat pada pemain tinggi menjulang tanpa dilengkapi isian tubuh atletis. Namun, Crouch jelas bukan pemain sembarang. Ketahanan dirinya bersaing di level elite dalam waktu lama didahului cobaan tidak gampang di awal karier.
Tottenham sempat menyeleksinya untuk direkrut ke tim, tapi gagal. Dari sini, hal random darinya bermula. Pada tahun 2000, Crouch dipinjamkan ke tim semenjana Dulwich Hamlet dan tim gurem Swedia, IFK Hassleholm yang namanya hanya tersebut saat membicarakan Crouch. Barulah sosoknya mulai diketahui penggemar sepak bola saat pindah ke Queens Park Rangers, tim lokal tempat tinggalnya.
Crouch sempat menghabiskan masa kecil di Singapura, mengikuti ayahnya yang bekerja di agensi periklanan. Sekalipun keluarganya penggemar Chelsea (tim tetangga QPR) Crouch malah jatuh hati kepada QPR yang berisi pemain seperti Roy Wegerle, Trevor Sinclair, dan Gary Penrice.
Bahkan, Crouch sempat menjadi anak gawang di Stamford Bridge, tapi dia hanya tertarik membela tim muda QPR. Kerap kali dia menonton laga kandang Chelsea, padahal dia dan rekan-rekannya penggemar berat tim berseragam putih-biru garis horizontal.
Crouch jelas terkenal dengan perayaan gol bergaya robot. Tubuhnya yang cingkrang, tampak kaku dan ganjil berlari di lapangan. Hal yang dia sadari dengan selebrasi a la robot yang ikonik saat mencetak gol ke gawang Hungaria dalam persiapan Inggris menghadapi Piala Dunia 2006. Pada pertandingan berikutnya melawan Jamaika yang digelar di kandang, Crouch mengulangi gaya robotiknya di hadapan suporter The Three Lions.
Alhasil, dia terkenang dengan perayaan gol semacam itu. Berada di level yang sama dengan gaya menggendong bayi Bebeto, isap jempol Francesco Totti, dan menyesap teh Alex Morgan. Julukan ‘RoboCrouch’ dan ‘Mr. Roboto’ langsung mengemuka saat memanggilnya dengan cara lain. Namun, Crouch sebetulnya tidak melakukannya di setiap kesempatan.
Baru berselang 11 tahun kemudian, Crouch yang sempat meninggalkan perayaan gol tersebut di gudang, akhinya menghadirkan kembali di momen spesial. Ketika itu dia sukses mencetak golnya ke-100 di Premier League saat membobol gawang Everton.
“Mungkin alasan mereka menikmatinya, karena saya tidak melakukannya dengan benar,” seloroh Crouch saat itu.
Praktis, hanya dua kali Crouch lakukan untuk Inggris, melawan Hungaria dan Jamaika. Pada Piala Dunia 2006 pun dia tidak melakukannya, sekalipun sempat mencetak gol ke gawang Trinidad & Tobago. Justru bukan perayaan gol yang terkenang dari Crouch saat itu. Melainkan sikap ‘ngehek’ mencetak gol sundulan sembari menjambak rambut gimbal bek lawan, Brent Sancho.
Sancho masih ingat bagaimana Crouch yang jangkung meloncati sambil melakukan adegan komikal tersebut. Padahal, negara yang baru pertama kali tampil di Piala Dunia tersebut sukses menahan serangan Inggris sebelum Crouch mengerjai dirinya di menit ke-83.
“Saya datang ke Penganugerahan Pemain Terbaik Premier League di London tahun 2007. Saya menghampirinya dan bilang, ‘Apakah anda tahu, anda dilarang pergi ke Trinidad? Mereka sungguh membencimu,” ucap Sancho. Respon Crouch? Tertawa dan melengos pergi.
Mencetak Beragam Gol Indah
Jelas tidak adil mengenang Crouch dari kecerdikannya menyiasati bagian tubuh Sancho. Sekalipun tidak terkenang sebagai mesin gol paling panas di level klub dan tim nasional, tapi Crouch berulang kali membukukan gol yang layak ditonton ulang.
Paling spektakuler tentu tendangan gunting yang dia buat saat melawan Galatasaray di Liga Champions 2006-07. Salah satu pernik yang membantu The Reds tiba di laga puncak turnamen edisi itu. Skema gol yang dia ulangi hanya dalam empat bulan kemudian saat menjaringkan bola ke gawang Bolton Wanderers pada Januari 2007, bahkan dalam kawalan bek yang lebih banyak di kotak penalti.
Arsenal pernah dikerjai Crouch lewat sumbangsih hat-trick lengkap saat ditekuk 4-1 di Anfield pala laga liga musim yang sama. Dia membobol dengan sodoran kaki kanan, tandukan tajam, dan sepekan kaki kiri yang mengelabui pertahanan The Gunners.
Sekalipun sangat sering menundukkan para penjaganya dengan sundulan kepala untuk mencetak gol, Crouch dalam masa jayanya bisa menyelesaikan peluang dengan beragam cara. Dia dapat berlari ke ruang kosong mengadali jebakan offside, menyambut umpan tarik lantas mengeksploitasi bek dengan langkah jenjang, menyentuh tipis bola yang tersodor nyaris kejauhan, sepakan keras dari luar kotak penalti, juga dengan sepakan voli yang jauh melesat ke jaring gawang.
Tengok lagi gol yang dia buat ke gawang Manchester City di musim 2011-12. Menyambut operan bola dari kepala Jermaine Pennant, Crouch mengontrolnya dengan kaki kanan. Sebelum jatuh ke tanah, Crouch yang posisi badannya menyamping dari gawang langsung menyepak voli bola dalam posisi di luar kotak penalti. Kiper The Cityzens, Joe Hart tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang Crouch lakukan sampai akhirnya bola jatuh di dalam gawang.
Karier Tidak Terbayangkan
Dengan memenggal beragam konteks, faktanya Crouch mencetak lebih banyak gol di Premier League ketimbang Ruud van Nistelrooy, Cristiano Ronaldo, dan Fernando Torres. Crouchy juga mencetak asis lebih banyak ketimbang David Ginola, Gianfranco Zola, dan Robert Pires. Tidak ada satupun orang yang bisa mencetak gol sundulan lebih banyak darinya.
Lewat sumbangan 22 gol dalam 42 pertandingan bersama Inggris, Crouch punya rasio gol lebih baik ketimbang Alan Shearer, Bobby Charlton, dan Wayne Rooney. Sungguh, betapa random (acak, susah ditebak, dan sulit disangka) sosok Crouch.
Ada beragam hal dalam hidupnya yang bahkan dia sendiri tidak pernah bayangkan terjadi. Tentu saja ini menyoal karier panjang sepak bolanya.
“Jika anda bilang kepada saya pada umur 17 tahun, bakal bisa bermain di Piala Dunia, menembus final Liga Champions, menjuarai Piala FA, dan mencetak 100 gol Premier League, saya tentu mengabaikanmu dengan sungguh-sungguh. Ini benar-benar mimpi menjadi nyata,” kicaunya diakhiri dengan emoji robot yang merepresentasikan dirinya sendiri.
sumber: twitter/theguardian/sportsjoe