Sekilas tidak ada yang menarik dari karier seorang Leandro Castan. Setidaknya dilihat dari tiga kesebelasan terakhir yang ia singgahi. Hanya klub-klub kelas menengah seperti Sampdoria, Torino, dan Cagliari, yang diperkuat pemain berusia 31 tahun tersebut. Akan tetapi, Castan pernah menjadi salah satu bagian dari kiprah semu AS Roma pada musim 2013/2014. Musim ketika mereka hanya kebobolan 25 gol atau yang paling sedikit sejak musim 2003/2004.
Saat itu, AS Roma memiliki pertahanan kokoh yang sulit ditembus bahkan oleh rival sekotanya sekalipun. Dalam sepuluh laga pertama, Il Lupi hanya kebobolan satu gol dan menyelesaikan seluruh pertandingan tersebut dengan kemenangan. Pencapaian tersebut tidak mungkin bisa diraih jika tanpa andil dua bek tengah mereka yaitu Mehdi Benatia dan Leandro Castan.
Petaka justru datang bagi Castan pada musim berikutnya. Di awal musim, pasangannya memutuskan hijrah ke Bayern Munich. Sementara Castan mendapatkan sesuatu yang mungkin tidak pernah dia sangka akan menyerang dirinya.
Menit ke-46 laga Roma melawan Empoli, Castan mengeluh pusing dan meminta untuk digantikan. Setelah menjalani pemeriksaan, ia divonis menderita Cavernoma. Penyakit ini menyerang otak dari si penderita karena ditemukan sel-sel darah yang berukuran seperti buah beri. Hal ini membuat si penderita mengalami pusing, pendarahan, kejang, dan gangguan keseimbangan.
Castan mau tidak mau harus menjalani operasi karena hanya itu yang bisa menyelamatkan nyawanya. Mau tidak mau ia harus absen sepanjang musim untuk memulihkan kesehatannya.
“Jika tidak dioperasi, keseimbangannya akan terganggu. Gejala pertama dari Cavernoma adalah rasa pusing yang amat sangat bagi si penderitanya. Tidak mungkin bermain sepakbola saat anda mengalami mabuk laut. Kami sudah mengeluarkan Cavernoma dari otaknya dan sekarang dia dan penggemarnya hanya perlu bersabar,” itulah ujaran dari Giulio Maira, profesor yang menangani operasi Castan.
Castan tentu saja terkejut. Penyakit ini jelas mengancam nyawanya. Apalagi, ia masih memiliki anak yang saat itu masih kecil dan istri yang masih dalam keadaan mengandung.
“Saya adalah salah satu dari lima bek terbaik Serie A, lalu tiba-tiba saya menjadi mantan pemain yang takut akan kematian. Saya ingat teror rumah sakit pada malam sebelum operasi. Setelah bangun, saya tidak bisa bergerak. Dua hari perawatan intensif adalah saat paling sulit dalam hidup. Berulang kali dikatakan bahwa operasi saya berhasil, tetapi saya bertanya-tanya apakah saya bisa kembali normal.”
Apa yang ditakutkan Castan akhirnya tidak terbukti. Ia bisa kembali menjadi pesepakbola normal. Musim 2015/2016 ia sempat memperkuat Roma dalam lima pertandingan. Akan tetapi, Castan sesudah operasi jelas berbeda dibanding dua musim sebelumnya. Penampilannya sudah tidak segarang dulu. Roma pun tidak bisa memberinya kesempatan bermain dan memilih untuk meminjamkannya ke Sampdoria.
Akan tetapi, Castan gagal bergabung bersama Il Samp. Ada isu yang menyebut kalau dia tidak bisa menyatu dengan anggota skuat yang lain. Ia pun akhirnya dipinjamkan ke rival Juventus, yaitu Torino. Di Turin, Castan sebenarnya membuat awalan yang begitu baik. Ia bermain dalam 14 dari 19 laga paruh pertama.
Petaka kembali datang ketika melawan Sassuolo. Castan mengalami cedera otot pada menit ke-6. Cedera tersebut ternyata memaksanya absen hingga akhir musim. Masa peminjaman yang harusnya dijalani semusim berlangsung singkat. Ia terpaksa pulang kembali ke Roma.
Terkatung-katung di Roma, Castan kembali mendapat kesempatan bermain. Pada Januari 2018, Cagliari datang dan mencoba untuk membangkitkan kembali semangat bermain Castan. Beruntung baginya karena tim asal Sardinia ini memberikan kesempatan tampil sebanyak 14 kali dan sanggup membuat satu asis, tiga tekel dan empat intersep. Penampilannya mengundang pujian dari sang pelatih, Diego Lopez.
“Kami berjudi dengan Castan dan dia bekerja sangat keras dan itu bagus dilihat. Dia pemain yang luar biasa. Jujur, saya tidak mengharapkan dia bisa sebagus ini setelah satu tahun absen bermain,” tuturnya.
Tapi penampilan bagus tersebut tidak cukup untuk Roma. Jelang musim 2018/2019, Roma memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak Castan. Yang bersangkutan pun pasrah. Di usianya yang sudah kepala tiga, ia sadar kalau tenaganya sudah tidak mampu lagi untuk bersaing di kerasnya panggung Serie A. Corinthians, klub lama Castan dikabarkan akan menjadi tempat meneruskan karier sepakbolanya.
Sebagai bentuk perpisahan, Castan menuliskan sebuah surat. Surat ucapan terima kasih kepada seluruh Romanisti yang telah mendukungnya.
“Tiba saatnya mengucapkan selamat tinggal. Hari ini adalah hari terakhir dari enam tahun kebersamaan saya di Roma.”
“Saya tiba di sini sebagai anak penuh mimpi. Musim pertama yang biasa-biasa saja tetapi saya bisa melakukan debut untuk Brasil. Musim kedua saya berpikir untuk mewujudkan impian yaitu meraih gelar juara, hanya Juve tampil lebih kuat.”
“Namun, saya berlibur pada musim panas dengan pemikiran kalau musim ketiga kami akan finis di posisi satu. Saya merasa yakin bisa memenangi semuanya. Sayangnya saat itulah saya dihadapkan pada tantangan yang tidak pernah saya impikan. Hanya diri saya dan keluarga saya yang tahu betapa sulitnya kami melawan itu semua. Dan akhirnya kemenangan melawan penyakit menjadi kemenangan membanggakan dalam karier saya.”
“Perlahan saya kehilangan tempat di Roma. Tetapi saya selamanya akan mengucapkan terima kasih kepada semua orang di sana. Saya tidak memenangi apapun tetapi saya harap saya bisa memberi pelajaran penting untuk tidak selalu menyerah.”
“Tidak masalah seberapa sering terjatuh, betapa berat hidup kalian, tapi jangan pernah menyerah. Aku masih belum dan tidak akan pernah menyerah.”