Raheem Sterling dan Akira Sendoh dari Slam Dunk

Foto: Bostonherald.com

Ketika pertama kali tampil untuk tim senior Liverpool pada 24 Maret 2012 dalam laga melawan Wigan Athletic, Raheem Sterling masih remaja bau kencur. Usianya saja baru 17 tahun 107 hari ketika itu. Namun, masa depan memang tidak ada yang tahu.

Sterling adalah talenta kesekian yang muncul di tanah Inggris. Meski lahir di Kingston, Jamaika, Sterling menghabiskan masa kecil dan remajanya belajar menyepak bola di Inggris. Akademi Queens Park Rangers dan Liverpool adalah salah dua akademi yang jadi tempatnya menimba ilmu. Namun, nama akademi terakhir-lah yang memberikan pengaruh besar dalam karier sepakbolanya.

Diboyong dari akademi Queens Park Rangers pada 2010 silam, Sterling mampu tampil ciamik bersama tim muda Liverpool. Saat tampil bersama Liverpool U-23, dia mampu mencetak 8 gol dan 10 asis dari 22 laga yang dia jalani. Penampilan apik inilah yang membawanya menuju tim senior Liverpool.

Dari sinilah, bermula dari Liverpool, Sterling mulai menjalani hidup sebagai pesepakbola profesional, juga mengalami perkembangan sebagai pesepakbola tentunya.

Perjalanan Bersama Liverpool

Usia 17 tahun, namun sudah menembus tim inti Liverpool pada musim 2012/2013, sudah menjadi bukti tersendiri dari talenta yang dimiliki oleh Sterling. Pada musim tersebut, Sterling sudah mencatatkan masa bermain sebanyak 2.214 menit. Masa bermain yang sangat banyak bagi pemain yang sebenarnya masih remaja.

Meski di musim tersebut Sterling hanya menyumbang 2 gol dan 6 asis (dari total 36 laga yang dijalani), setidaknya, Liverpool berhasil memperkenalkan kerasnya atmosfer sepakbola profesional kepada Sterling. Merasakan bermain satu lapangan dengan pemain-pemain macam Steven Gerrard maupun Luis Suarez membuat Sterling berkembang dengan pesat.

Memasuki musim 2013/2014, bekal dan pengalaman yang dia dapat di musim sebelumnya menjadi senjata tersendiri. Kali ini, selain menit bermain yang bertambah menjadi 2.534 menit, Sterling juga mulai menjadi bagian dari lini serang tim Liverpool dengan catatan 10 gol dan 9 asis dari 38 laga. Dia juga sukses menjadi penopang Suarez dan Daniel Sturridge di lini depan.

Penampilan apiknya itu mengantarkannya masuk skuat Timnas Inggris senior untuk Piala Dunia 2014. Berlanjut pada musim 2014/2015, Sterling menorehkan menit bermain yang lebih banyak lagi, yaitu 4.519 menit, plus merasakan atmosfer tampil di Liga Champions untuk pertama kalinya. Sumbangsihnya untuk Liverpool meningkat, menjadi 11 gol dan 10 asis dari total 52 laga yang dia jalani bersama Liverpool.

Jika ditotal, tampil dalam 129 laga bersama Liverpool, Sterling sukses menyumbangkan 23 gol dan 25 asis. Sebuah raihan yang baik untuk seorang remaja macam Sterling. Namun, bukan berarti dia tanpa cela. Cara mainnya yang kerap individualis, serta terlalu banyak menggiring bola membuat dirinya juga kerap menerima kritik. Dia dinilai tak mampu bermain dalam sebuah skema tertentu, meski dia bisa jadi pendukung Sturridge dan Suarez di lini depan.

Akhirnya, pada musim 2015/2016, Sterling mengambil sebuah langkah penting: menerima tawaran Manchester City untuk pindah ke Etihad. Meski menuai kecaman dari para pendukung Liverpool, kelak, Sterling sendiri merasakan manfaat dari kepindahannya ke City ini.

Masa Pendewasaan di Manchester City

Di Etihad, Sterling bergabung lagi dengan nama-nama besar lain. Ada sosok Kevin De Bruyne, David Silva, Vincent Kompany, serta Sergio Aguero, yang menjadi rekannya bermain. Di sini pula, Sterling bertemu dengan pelatih yang kelak mengubah gaya mainnya secara signifikan: Pep Guardiola.

Selama dua musim awal, yakni pada musim 2015/2016 dan 2016/2017, Sterling melakukan proses adaptasi. Situasi di City yang berbeda jauh dengan Liverpool membuatnya tak bisa memberikan impak secara langsung. Musim 2016/2017, atau musim ketika Guardiola pertama kali datang ke City, Sterling menyesuaikan diri dengan permainan Guardiola yang didasarkan pada penguasaan bola serta pergerakan-pergerakan pemain, dihubungkan dengan umpan-umpan pendek.

Ketika itulah, Sterling menerima saran yang begitu baik dari Guardiola. Kepada Joe, Sterling menyebut bahwa pelatih asal Spamyol tersebut mengamati betul caranya menggiring bola, dan memberikan saran bahwa jika menggiring bola, jangan menggunakan punggung kaki karena hal itu akan membuatnya sulit melakukan umpan.

“Saya terbiasa melakukan dribel karena saya sering main di sayap. Di posisi itu, saya mengontrol bola dengan punggung kaki. Darinya (Guardiola), saya jadi tahu bahwa dengan model giringan bola seperti itu, bola akan bergerak lebih lambat,” kenang Sterling.

Guardiola juga sedikit memoles Sterling menjadi pemain yang lebih berorientasi kepada tim. Dia yang biasanya banyak menggiring bola, diminta oleh Guardiola untuk lebih banyak mengumpan. Menggiring bola boleh, asal jika bola sudah masuk area sepertiga akhir, karena itulah hukum permainan Guardiola. Kebebasan hanya ada di area sepertiga akhir.

Awalnya, evaluasi dari Guardiola terhadap Sterling ini tidak begitu terasa pada musim 2016/2017. Namun, memasuki musim 2017/2018, sentuhan Guardiola pada Sterling mulai membuahkan hasil. Di musim tersebut, selain menit bermain yang lebih banyak (3.568 menit), gaya main Sterling berubah. Pemain yang dikenal dengan permainannya yang grasa-grusu ini mulai menjadi pemain yang masuk dalam sistem Guardiola.

Selain menjadi penopang Aguero, Sterling juga mampu menjadi penarik bek. Dia mampu memberikan ruang kosong bagi para pemain lain di lini depan dengan dribelnya, ditambah dengan kemampuan umpan ciamik yang bisa memanjakan Aguero ataupun Gabriel Jesus. Tak heran, pada musim 2017/2018, total 23 gol dan 17 asis sukses dia torehkan dari 46 laga di seluruh kompetisi bersama City.

Alhasil, trofi Premier League dan Piala Liga di musim itu sukses dia rengkuh bersama ‘Manchester Biru’. Tidak hanya itu, dia juga berhasil menembus skuat inti Timnas Inggris di ajang Piala Dunia 2018, mengantarkan Inggris menjadi semifinalis Piala Dunia 2018. Musim 2018/19, penampilan apik Sterling terus berlanjut.

Sejauh ini, pemain yang kini berusia 23 tahun tersebut sudah mencatatkan 9 gol dan 8 asis dar 18 laga. Torehan ini masih bisa bertambah, mengingat Manchester City masih menyisakan banyak laga di musim 2018/2019.

Sterling dan Akira Sendoh

Sekilas, jika menilik apa yang dialami oleh Sterling ini, mirip dengan perkembangan dari karakter bernama Akira Sendoh, salah satu karakter dalam anime dan manga Slam Dunk. Ketika Sendoh masih menjadi murid kelas satu SMA Ryonan, dia dikenal sebagai mesin gol dan bermain begitu individualis. Namun, saat dia kelas dua, Sendoh berkembang dan bisa menjadi pemain yang lebih pintar.

Perkembangan yang dialami Sendoh ini adalah karena dia mau membuka cakrawala baru. Kesenangannya mempelajari seni mengumpan dalam olahraga basket membuatnya berkembang. Dia tidak lagi menjadi mesin gol, tapi juga mampu menjadi point guard bagi timnya. Ada juga yang menyebut Sendoh adalah point forward.

Ini juga yang dialami Sterling. Ada masanya dia menjadi pemain yang begitu serampangan dan individualis. Namun, usai membuka cakrawala baru bersama Guardiola dan Manchester City, Sterling berkembang. Dia jadi lebih bisa menyatu dengan tim, tanpa kehilangan ciri khasnya sebagai seorang penggiring bola yang andal.

Maka, menarik untuk menantikan, akan sejauh apakah Raheem Sterling berkembang nanti? Apalagi, patut diingat bahwa dia masih 23 tahun. Karier sepakbolanya, jika tidak dihiasi cedera, masih begitu panjang untuk disimak dan dinantikan.