Saatnya Marseille Kudeta PSG!

Foto: Eurosport

Paris Saint-Germain (PSG) dipastikan menjadi juara Ligue 1 2018/2019 setelah berhasil mengalahkan AS Monaco dengan skor 3-1 pada pekan ke-33 liga. Perayaan itu beberapa kali tertunda setelah anak-anak asuh Thomas Tuchel ditahan imbang Strasbourg dan kalah dari Nantes serta Lille. Meski hasil akhirnya tetap sama, PSG juara, hal itu juga jadi tanda bahwa Les Parisien memiliki kelemahan.

Semenjak diakuisisi oleh Qatar Sports Investment, PSG adalah raja di sepakbola Prancis. Sama seperti Bayern Munchen di Jerman. Atau Juventus di Italia. Dominasi mereka tidak terhentikan. Hanya pernah satu kali direbut AS Monaco pada 2016/2017. Memiliki delapan gelar Ligue 1, enam di antaranya baru diraih PSG setelah dipegang oleh Nasser Al-Khelaifi.

Memasuki musim 2019/2020, hanya ada dua kesebelasan yang memiliki gelar Ligue 1 lebih banyak dibandingkan PSG. Mereka adalah Saint-Etienne (10) dan Olympique Marseille (9). Raihan Marseille bisa disamakan oleh PSG jika mereka tidak menambah piala. Padahal jika bicara soal kekuatan sepakbola Prancis, Marseille selalu jadi salah satu kesebelasan dalam perbicangan tersebut bersama Olympique Lyon.

Hingga 2019, Marseille masih menjadi satu-satunya kesebelasan pernah dinobatkan juara Liga Champions pada 1993. Stade de Reims, Monaco, dan Saint-Etienne semua pernah ke final Liga Champions. Tapi hanya Marseille yang sukses jadi juara. Mengalahkan AC Milan di Munchen lewat gol semata wayang Basile Boli.

PSG berusaha mati-matian untuk menjuarai Liga Champions dengan pemain-pemain bintang yang mereka datangkan selalu gagal dalam enam atau tujuh tahun terakhir. Memecahkan rekor transfer untuk Neymar bahkan terbukti tidak membantu PSG.

Secara teori butuh kesebelasan dengan sumber dana sekuat PSG untuk bisa melengserkan Al-Khelaifi sebagai penguasa Liga Prancis. Teori, kenyataannya AS Monaco jadi juara musim 2016/2017 bukan karena uang.

Uang memang mempengaruhi kualitas pemain dalam tim, berkat dana besar pada musim-musim sebelumnya mereka dapat memiliki pemain seperti Radamel Falcao. Namun, kunci sukses Monaco saat itu adalah Kylian Mbappe, Thomas Lemar, dan Bernardo Silva. Pemain muda yang diberi waktu dan kepercayaan untuk bermain di tim utama. Itu mengapa Lyon bisa stabil di papan atas Ligue 1 meski prestasi mereka turun pada 2018/2019.

Uang Paman Sam

Foto: ESPN

Beruntung bagi Marseille, mereka memiliki dua modal yang dibutuhkan untuk menggeser PSG dari tahta Ligue 1. Dikuasai oleh pengusaha asal Amerika Serikat Frank McCourt sejak 2016, Marseille mulai membangun kembali kesebelasan mereka menjadi salah satu raksasa di Prancis. “Kondisi Marseille sangat buruk,” aku Presiden Marseille Jacques-Henri Eyraud.

“Kita butuh seorang investor yang dapat membantu klub mengisi stadion, mendatangkan sponsor, dan menambah pamor Ligue 1,” kata Olivier Jaubert, direktur pemasaran Ligue 1. “McCourt memiliki pengetahuan dalam urusan bisnis dan pemasaran,” tambahnya.

McCourt membeli Marseille dengan dana 45 juta euro pada 2016. Ia kemudian berjanji akan mengucurkan 200 juta euro dalam empat tahun untuk menjadikan Marseille sebagai juara. “Saya akan menanam dana 200 juta euro dalam empat tahun. Itu lebih banyak dari jumlah uang yang dikucurkan klub dalam 20 tahun terakhir,” kata McCourt.

“Kami akan menjadi juara Ligue 1, kemudian menjuarai Liga Champions. Semua dilakukan perlahan,” lanjutnya.

Ambisi McCourt sama dengan Al-Khelaifi dan kenyataanya PSG belum juga menjuarai Liga Champions. Itulah mengapa ‘perlahan’ menjadi kata yang penting bagi Marseille. Itu adalah perbedaan Marseille dan PSG karena McCourt sadar klub yang ia miliki tidak memiliki kekuatan finansial sebelumnya.

Menunggu Dinasti

“Marseille tidak mungkin mengeluarkan uang sebanyak Barcelona atau Real Madrid. Tapi kami adalah daerah yang didukung suporter militan. Marseille mirip dengan Boston -kota kelahiran McCourt-, Red Sox awalnya juga bukan unggulan. Jauh dari New York Yankees, tapi kami memiliki DNA untuk membungkam persepsi publik,” jelasnya.

Hampir semua tim olahraga asal Boston berawal dari status kuda hitam. Bruins awalnya selalu kalah dari Montreal Canadiens ataupun Toronto Meaple Leafs. Celtics tertutup oleh New York Knicks, Los Angeles Lakers, Chicago Bulls, dan San Antonio Spurs sebelum era Kevin Garnett, Paul Pierce, dan Ray Allen datang. Membangkitkan lagi masa-masa Larry Bird. Red Sox baru mulai diperhitungkan pada 1990-an. Tapi semua kini dikenal memiliki dinasti dalam olahraga masing-masing.

Marseille juga bisa sama seperti mereka. Apalagi sejak McCourt datang, tulang punggung mereka tak banyak mengalami perubahan. Hingga 2018/2019, ada 12 pemain yang masih membela Marseille. Termasuk Dimitri Payet yang sempat diincar Real Madrid saat masih di West Ham United. Didatangkan di musim pertama McCourt sebagai pemilik, Payet adalah pembelian termahal klub sejak Lucho Gonzalez pada 2008.

Berkat kucuran dana dari McCourt, Marseille diisi pemain-pemain ternama seperti Adil Rami di belakang, Florian Thauvin dan Kevin Strootman sebagai penyeimbang lini tengah, hingga Mario Balotelli selaku penyerang utama.

Masa depan beberapa pemain memang belum terjamin di Marseille untuk musim 2019/2020. Kontrak Balotelli masih menggantung dan Thauvin diincar berbagai kesebelasan lain di luar Prancis. Namun setidaknya mereka memiliki uang untuk mendapatkan pengganti sepadan jika mereka hengkang.

Paling Siap Tumbangkan PSG

Foto: Sponichi

Posisi Marseille di klasemen akhir juga akhirnya mengalami peningkatan. Sebelum McCourt masuk, Marseille kerap duduk di papan tengah. Entah itu peringkat enam, 10, bahkan 13. Tapi semenjak dipayungi oleh pemilik mantan pemilik Los Angeles Dodgers, mereka selalu ada di lima besar klasemen akhir Ligue 1.

Peringkat lima tidak cukup untuk membawa Marseille ke kompetisi antar klub Eropa. Hal ini membuat perkembangan mereka disebut stagnan. Namun sebenarnya jika melihat kondisi keuangan dan susunan pemain yang dimiliki, mereka memiliki peluang lebih besar daripada kesebelasan lain.

Lyon selalu dilucuti di bursa transfer. Hampir setiap musim pemain kunci mereka pindah ke klub lain. Sementara Saint-Etienne tidak memiliki kekuatan finasial yang dimiliki Marseille. Mereka hampir diakusisi investor Amerika Serikat juga pada 2018. Tapi negosiasi itu gagal. AS Monaco harus memulai dari awal karena langkah yang telah mereka yakini pada 2016 sempat diubah hingga akhirnya terjerumus ke papan bawah. Hanya Marseille yang siap jadi pesaing PSG. Namun memang semuanya membutuhkan waktu.

“Kita [Marseille] harus pintar. Saya ingin menang. Tapi kita membangun sebuah proyek. Saya yakin kita bisa membuat kalian terkejut,” kata McCourt.