Belanda kerap dikenal sebagai penghasil striker tajam. Sebut saja Marco van Basten, Patrick Kluivert, Ruud van Nistelrooy, Klaas Jan Huntelaar hingga Robin van Persie. Kini, salah satu nama yang tengah menanjak adalah Bas Dost.
Dalam Brilliant Orange: Neurotic Genius of Dutch Football karya David Winner, striker Belanda umumnya efektif memanfaatkan peluang. Mereka juga tak malas untuk turun baik untuk bertahan maupun membangun serangan. Berbeda dengan striker Belanda pada umunya yang tidak segan turun, sosok Bas Dost justru benar-benar membutuhkan pelayan untuk membuat dirinya mencetak gol.
Efektivitas sentuhan dan taktikal Jorge Jesus
Sosok Bas Dost sendiri mulai mencuri perhatian setelah 2016 lalu memecahkan rekor transfer Sporting Lisbon untuk mendatangkannya dari Wolfsburg. Sebanyak 11,85 juta Euro digelontorkan Leões untuk mendatangkan sosok bertinggi 196 cm ini. Kedatangan Bas Dost diharapkan menutup kepergian Islam Slijmani yang hengkang ke Leicester City.
Bas Dost saat itu bukan lagi pemain muda menjanjikan. Umurnya sudah 27 tahun. Sebuah langkah yang aneh bagi Sporting Lisbon. Biasanya klub yang bermarkas di Estádio José Alvalade ini lebih sering mendatangkan pemain muda potensial, atau mengambil pemain dari akademi klub. Apa yang menjadikan Sporting Lisbon mendatangkan Bas Dost? Jawabannya: efektifitas gol.
Musim 2014/2015 adalah puncak permainan Dost bersama Wolfsburg. Sebanyak 16 gol dari 21 penampilan, mencetak 0,67 gol tiap 90 menit, menasbihkan dirinya menjadi pemain dengan expected Goal (xG) tertinggi di Eropa. Penampilan gemilangnya termasuk menjadi aktor kunci kemenangan Wolfsburg atas Leverkusen 5-4 dimana Dost mencetak 4 gol.
Datang ke Sporting Lisbon, Bas Dost langsung nyetel. Sebanyak 34 gol dicetak di musim perdananya di Liga Portugal. Luar biasanya lagi, gol tersebut ia ciptakan hanya dari 31 penampilan!
Musim ini ia mencetak 26 gol hanya dari 29 penampilan. Cibiran hadir atas prestasi Bas Dost. Mereka menyatakan Liga Portugal level persaingannya jauh lebih rendah dibanding Liga Jerman. Tentu bukan itu jawabannya. Bas Dost tidak lagi ditopang De Bruyne seperti di Wolfsburg. Kini ia harus beradaptasi dengan formasi baru dan menyesuaikan gaya bermainnya.
Sporting bermain dengan 4-2-3-1 dengan satu gelandang serang. Namun gelandang serang tersebut seperti Bruno Fernandes lebih berperan sebagai striker kedua. Ia mendorong Bas Dost lebih naik ke dalam kotak penalti.
Peran Bas Dost benar-benar menjadi predator lapar di depan gawang. Rasio gol nya sejauh ini bersama Sporting Lisbon di Liga Portugal nyaris mendekati 1:1. Artinya, Bas mencetak 1 gol tiap 1 pertandingan.
Menurut tifofootball, Jorge Jesus sebagai manajer membuat Dost bukan lagi menjadi target man. Biasanya target man selain berperan sebagai pencetak gol, juga harus membantu menahan bola untuk membantu rekannya menyusun serangan, atau memenangi duel-duel udara yang memberikan peluang bagi rekan setimnya.
Jorge Jesus menjadikan mantan striker Heerenveen ini benar-benar sebagai murni pencetak gol. Dost tidak perlu membantu menyusun serangan atau membantu rekan-rekannya dalam duel-duel udara. Tugasnya hanya mencetak gol. Bas Dost hanya melakukan sentuhan sebanyak 25 kali dan melaukan passing sebanyak 19 kali dalam 90 menit. Ini menunjukkan perannya yang tidak terlalu besar dalam membantu serangan tim. Dirinya bahkan hanya melepaskan 2,3 sepakan tiap pertandingan, namun tetap menjadi penyerang yang sangat subur.
Arahan Jorge Jesus jelas: apapun bentuk serangan yang dibangun, umpan ke Bas Dost untuk menyelesaikan serangan.
Bahkan Jesus menyuruh Bas Dost untuk tetap menjadi pemain terdepan sekalipun ada sepak pojok. Padahal biasanya ketika terjadi sepak pojok, striker turun ke daerah pertahanan sendiri untuk membantu pemain bertahan. Hal ini tidak berlaku bagi Bas Dost. Dirinya tetap menjadi pemain terdepan bagi Sporting Lisbon dalam situasi apapun. Kerugian dari taktik ini, apabila permainan Sporting buntu peran Bas Dost tentu juga tidak berguna, seperti yang terjadi ketika menghadapi Benfica minggu lalu. Namun dengan total gol yang ia cetak sejauh ini, taktik tersebut bisa dibilang berhasil.
Di Portugal sendiri apa yang dilakukan Bas Dost adalah hal baru.
“Pada saat pertama tiba, ia seperti target man pada umumnya. Ia kuat di bola atas dan rajin mencetak gol. Namun ia lebih jauh dari itu. Dia tidak pernah turut membantu membangun serangan.”
“Hal baru di sini (Portugal) di mana Sporting mengadaptasi kehadirannya dengan bola-bola panjang. Biasanya klub liga Portugal bermain bola pendek cepat dan mencetak gol. Dost tidak seperti itu para pemain menjadikannya target, apapun serangannya Dost-lah yang mengakhiri,” ungkap Tom Kundert dari World Soccer Magazine,
Belanda yang kesulitan
Usia Bas Dost kini menginjak 29 tahun. Ia baru 18 kali memperkuat Tim Nasional dan baru mencetak 1 gol. Angka yang sangat miris. Banyak yang menduga kesulitannya bersama Belanda adalah permainan yang berbeda.
Di Timnas Belanda, pemain seperti Arjen Robben atau Memphis Depay, lebih sering mencoba mencetak gol langsung dibandingkan memberi umpan-umpan silang. Gaya ini menyulitkan bagi Dost yang membutuhkan pasokan umpan silang matang di depan gawang. Sebagai bukti adalah ketika Bas Dost dipasang menghadapi Inggris dalam pertandingan persahabatan di Amsterdam ArenA. Dost kesulitan mengembangkan permainan dan harus diganti pada menit ke-66.
Dick Advocaat pernah mengeluhkan bahawa Belanda kekurangan sosok pemain no. 9. Menurutnya setelah menurunnya performa Van persie dan Vincent Janssen membuat Belanda kesulitan mencari target man. Dengan sulitnya mereplikasi performa Bas Dost bersama klub dengan Tim Nasional, membuktikan gaya bermain Tim Nasional Belanda yang harus diubah, untuk megakomodasi performa Bas Dost yang sangat apik.
Newcastle United kini melirik striker kelahiran Deventer itu untuk menjadi bagian dari skuat musim depan. Rafael Benitez secara terbuka menyukai sosoknya. Bahkan sejak 2015 lalu Newcastle ingin mendatangkan sosoknya. Apabila terealisasi kepindahan Bas Dost ke Premier League tentu akan membuat peta persaingan top skor Liga Inggris semakin ketat musim depan.