Juan Carlos Osorio, Si Pembuat Gempa Kecil di Meksiko

Piala Dunia 2018 kali ini penuh dengan kejutan di pertandingan pertama. Ada Lionel Messi yang gagal menunaikan tendangan penalti sehingga Argentina gagal menang dari Islandia. Kemudian ada Ronaldo yang mencetak hattrick menghadapi Spanyol, hingga Brasil yang ditahan imbang Swiss 1-1. Namun dari semua kejutan di Piala Dunia sejauh ini, kekalahan Jerman atas Meksiko jelas paling mengejutkan.

Sang juara bertahan seolah buntu menghadapi Meksiko. Skor 1-0 untuk kemenangan Meksiko membuat gegap gempita buat suporter di stadion juga warga yang nonton bareng. Bahkan sejatinya, Mexico bisa saja menang lebih dari tiga gol, andai Miguel Layun tidak banyak menyia-nyiakan peluang. Di balik kemenangan tersebut, kejeniusan Juan Carlos Osorio-lah yang membuat Mexico mampu tampil luar biasa.

Juan Carlos Osorio merupakan manajer berkebangsaan Kolombia. Selama masih aktif bermain, kariernya bisa dibilang cukup medioker. Bahkan Osorio harus pensiun di usia muda, yakni 26 tahun.

Setelah pensiun, Osorio memilih memperdalam akademiknya. Pindah ke New York dan mengambil Exercise Science di Southern Connecticut State University, menjadi pilihannya. Dengan gelar sarjananya, Osorio sempat memiliki Gymnasium sekaligus menjadi instruktur di sana.

Ia pun membuat langkah ekstrem dengan menjual gym untuk terbang ke Inggris mengambil gelar Science and Football Diploma di Liverpool John Moores University. Masa studi di inggris inilah yang membuat Osorio menemukan gaya permainannya.

Selama di Inggris, Osorio tinggal di lingkungan pendukung Everton. Namun dirinya lebih sering memerhatikan rival Everton, yakni Liverpool. Era Gerard Houllier yang kala itu berduet dengan Roy Evans, diamati serius oleh Osorio.

“Mereka (Liverpool) tidak pernah mengizinkan saya (melihat langsung latihan),” ujar Osorio di Sky Sports.

Tidak kehabisan akal, Osorio menyewa kamar di dekat Melwood untuk melihat Liverpool latihan. Osorio memanfaatkan lantai tertinggi di rumah tempat ia menyewa kamar untuk mengintip latihan Liverpool. Tidak hanya Liverpool yang diamati, Osorio juga hadir di beberapa pertandingan Everton, Bolton, dan Blackburn.

Semua hasil pengamatannya ditulis di buku catatan yang ia bawa, sebuah kebiasaan yang masih berlangsung hingga kini. Nuansa sepakbola Inggris inilah yang mempengaruhi gaya sepakbola yang ia anut.

“Saya berasal dari Kolombia, di mana tiki-taka dan umpan pendek sebagai pedoman. Sedangkan disini (Inggris) sebaliknya dan itu sangat produktif, menurut saya itu cara yang efektif, saya menyukainya,” ujar Osorio di Sky Sports.

Setelah menuntaskan studinya, Osorio kembali ke Amerika Serikat untuk menjadi asisten manajer Metro Stars di Liga Amerika (MLS). Metro Stars sendiri kini dikenal sebagai New York Redbulls dalam satu musim yakni 2000-2001. Setelahnya Osorio kembali ke Inggris untuk menjadi asisten manajer di Manchester City selama 4 tahun dari 2001 hingga 2005.

Osorio menerima pinangan klub Kolombia, Millonairos, pada tahun 2006. Bertahan semusim, Osorio kembali ke Amerika Serikat untuk menjadi Manajer Chicago Fire. Osorio kemudian melalang buana kesejumlah klub seperti New York Red Bulls, Once Caldas, Puebla, hingga Sao Paulo. Sebelum menangani Tim Nasional Meksiko.

Juan Carlos Osorio dan Tekanan yang Dihadapinya

Bersama El Tri, Osorio mencatatkan 31 kemenangan dari 47 pertandingan dan hanya menelan 7 kali kekalahan sebelum Piala Dunia. Dengan catatan segemilang itupun Osorio tetap dalam tekanan.

Sebelum berangkat ke Rusia, ketika pertandingan terkahir menghadapi Skotlandia yang berkesudahan 1-0 untuk Mexico, Osorio mendapatkan spanduk bertuliskan “Fuera Osorio”, yang artinya menuntut Osorio untuk mundur. Alasannya? Osorio bukanlah sosok yang terkenal dan dianggap tidak cukup pantas menangani Tim Nasional Meksiko. Sikapnya yang cuek dan fakta bahwa dirinya bukanlah orang asli Mexico, semakin menambah tekanan.

Juan Carlos Osorio punya julukan El Recreacionista, dikarenakan pola latihan yang diluar kebiasaan cinderung santai. Osorio pun menanggapi tekanan dengan tenang dan memilih fokus. Mentalitas ini diperoleh Osorio dari luar sepakbola, yakni tim Rugby Selandia Baru.

“Olahraga yang paling saya sukai adalah rugby. Mereka sangat terbuka,” ujar Osorio. “Mentaitas yang mereka miliki luar biasa kuat dan saya coba terapkan di sini dan itu berhasil”.

Secara taktik Osorio berkiblat pada speakbola Inggris dan menunjuk sang Manajer legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson, sebagai panutannya. “Ketika saya menjadi asisten Manchester City, saya meminta izin untuk menonton latihan yang dipimpinnya (Ferguson).saya menunggu 2 jam untuk menunggu Ferguson memimpin latihan kala itu dan itu hal yang tepat. Saya berbincang 5 menit dengannya, dan rotasi yang ditekankan oleh Ferguson menjadi pedoman saya”.

Baca juga berita Manchester United di Setanmerah.net

Mentalitas Juan Carlos Osorio

Sebuah pedoman yang sempat secara berlebihan diterapkan Osorio ketika menangani Meksiko di Copa America Centurion. Osorio memainkan 3 penjaga gawang dalam 2 partai fase grup yang langsung mendapatkan kritik tajam. Tidak sampai disitu, Meksiko memainkan seluruh pemain yang dipanggilnya dalam turnamen tersebut.

“Jika Anda perhatikan selalu ada 7-8 pemain yang sama dari Copa America hingga kualifikasi. Namun semua saya mainkan. Pentingnya rotasi untuk menjaga kebugaran adalah kuncinya,” ujar Juan Carlos Osorio. “Saya yakin ada 3-4 taktik yang bisa Anda pergunakan dalam satu pertandingan”.

Pertandingan melawan Jerman menjadi bukti. Meksiko tidak banyak melakukan umpan pendek. Ketika serangan balik, umpan panjang kerap dilakukan para pemain Meksiko di sisi kanan Jerman, di mana Joshua Kimmich seringkali terlambat untuk turun.

Gol pertama pun bermula dari serangan balik cepat di mana Chicharito cukup cerdas memerhatikan posisi Hirving Lozano di sisi kanan pertahanan Jerman. Gol tunggal yang membawa Mexico berpesta, bahkan sempat terjadi gempa kecil di Mexico city, yang ditengarai akibat loncatan dari para penonton di beberapa tempat ketika gol terjadi.

Osorio sendiri dalam jumpa pers menanggapi ringan adanya “gempa behagia” yang ada di Meksiko. “Benarkah ada gempa? Semua baik-baik saja?” hanya sebatas itu.

Baginya kemenangan ini merupakan gabungan dari apa yang ia pelajari selama ini. Mentalitas yang tidak pernah takut yang ia tanamkan bersama anak asuhnya di Mexico.

“Saya berpesan pada seluruh pemain sebelum pertandingan berlangsung, ‘menangkan pertandingan ini, jangan takut kalah’, siapapun yang merasa terbebani, fokuslah ke pertandingan, jika menang kalianlah yang menikmatinya, jika kalah saya yang akan bertanggung jawab,” ujar Osorio.

Sebuah mentalitas yang diambilnya dari Ferguson: bermain untuk menang bukan untuk imbang. Lalu seberapa jauh Mexico mampu melangkah di Piala Dunia tahun ini. Osorio dan para anak asuhnya yang akan menjawab.