Ketika tidak ada yang penting dari pertandingan tanpa gol dua tim kroco Cardiff City dan Huddersfield Town, manajer Cardiff, Neil Warnock tahu betul bagaimana cara tetap menarik perhatian. Warnock beri komentar tanpa tedeng aling-aling menyoal isu politik panas Brexit (British exit) setelah jurnalis bertanya seberapa besar pengaruh Britania Raya hengkang dari Uni Eropa kepada bursa transfer Januari.
“Saya tidak sabar untuk keluar (dari Uni Eropa). Saya pikir ini akan menjadi lebih baik atas hal penting. Di semua aspek. Termasuk sepak bola, pastinya. Persetan dengan seluruh dunia,” katanya dilansir The Guardian.
Soal kesulitan memboyong pemain, Warnock anggap memang hal itu selalu sulit baginya. Bukan karena Brexit belaka. Dia malah bingung, Brexit tidak kunjung dilakukan padahal hasil referendum untuk keluar dari Uni Eropa sudah jelas. Pada 23 Juni 2016, pemungutan suara menunjukkan hasil mayoritas pemilih sebanyak 52% memilih keluar dari Uni Eropa. Selain Inggris, negara Skotlandia, Irlandia Utara, dan Wales juga tergabung dalam Britania Raya.
Cardiff City sebagai organisasi langung memberi pernyataan atas komentar tajam pelatih kolot berusia 70 tahun. Menjelaskan, komentar itu sebatas pandangan politik personal dan tidak menggambarkan posisi politik klub ataupun para petingginya.
Bluebirds, julukan Cardiff, tercecer di posisi ke-17 klasemen sementara. Sebagai tim promosi, mereka terancam kembali bermain di Divisi Championship. Mereka butuh pemain tambahan untuk mendongkrak performa. Sekalipun Warnock misuh-misuh, Cardiff segera meresmikan rekrutan anyar, Emiliano Sala. Penyerang Nantes tersebut berada di urutan ketiga topskor Ligue 1 sementara dengan sumbangan 12 gol. Banderol 20 juta paun yang Cardiff tebus menjadikannya pemain termahal klub ibu kota Wales itu.
Siapa Warnock?
Warnock menghabiskan 36 tahun menangani klub-klub gurem. Sekalipun tampil di Premier League, paling-paling klub papan bawah dengan tujuan menghindari degradasi. Dalam sepak bola Inggris, Warnock delapan kali bawa timnya promosi ke divisi yang lebih tinggi. Sebanyak empat tim dia bimbing tembus Premier League, antara lain Sheffield United (2006), Queens Park Rangers (2011), Crystal Palace (2014), dan Cardiff musim lalu.
Sikap politik soal Brexit sebetulnya tidak mengherankan kalau menengok kemampuannya cari perkara. Lidah tajamnya menyerang beberapa pemain, manajer lawan, wasit, dan urusan dapur klub lain.
Musim lalu, pelatih Wolverhampton Wanderers, Nuno Espirito Santo dihina sebagai ‘aib’ dan berulang kali diberi sumpah serapah saat Nuno ingin menjabat tangannya. Dia menyindir wasit Graham Poll sebagai gelandang terbaik Arsenal, setelah klubnya Sheffield United keok di semifinal Piala FA 2003. Bek Cardiff, Sol Bamba, secara terang-terangan dia sadarkan tidak perlu merasa sehebat Franz Beckenbauer, karena sebaik Virgil van Dijk dan Sean Morrison pun dia tidak.
“Setiap orang ingin dicintai dan disenangi, tapi tidak bisa selagi jadi menajer,” ucap Warnock.
Juru taktik kelahiran Sheffield, 1 Desember 1948 ini sempat kehilangan selera dengan sepak bola setelah istrinya Sharon mengidap kanker pada awal 2016. Setelah kembali ke kancah sepak bola dengan menukangi Rotherham United, musim lalu Warnock meuntun Cardiff promosi ke habitat Premier League.
Karakter dan usia Warnock masuk dalam demografi orang-orang yang memilih pro Brexit. Thomas Sampson, pakar ekonomi London School of Economics menyebut para pemilih yang lebih tua, berkulit putih, dan kurang berpendidikan cenderung lebih memilih keluar dari Uni Eropa. Hasil survei lembaga YouGov sebelum referendum juga menunjukkan pola serupa. Sebanyak 58 persen responden mereka berusia di atas 65 tahun ingin keluar Uni Eropa, berbeda dengan anak-anak muda berumur 18-24 tahun yang mayoritas ingin tetap bertahan.
Britania Raya tidak langsung meninggalkan Uni Eropa setelah referendum. Sebab, ada beberapa tahapan dan proses yang mesti ditempuh. Jadwal resmi Inggris mengucapkan selamat tinggal yakni pada 29 Maret 2019, tapi masih ada tarik ulur menyoal cara ‘keras’ atau ‘lunak’ soal upaya mengundurkan diri. Warnock juga muak karena belakangan banyak politikus berbeda ambil panggung di hadapan Perdana Menteri Theresa May merecoki hasil referendum.
Dikutip BBC, May menegaskan bahwa hasil pemungutan suara tidak memberi tahu secara jelas bagaimana cara perlemen mewujudkan keluar dari Uni Eropa. Parlemen juga tidak secara jelas apakah ingin membatalkan hasil Brexit atau tidak. Sikap yang May anggap sangat mengkhianati demokrasi dan mencederai kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Perkembangan sampai Senin, 16 Januari 2019, parlemen menolak rancangan Perjanjian Penarikan Diri rancangan May, satu-satunya kesepatakan yang disetujui Uni Eropa mengenai bagaimana cara Inggris keluar dari blok itu.
Para anggota politisi lintas partai menolaknya dengan hasil pemungutan suara sebanyak 432 anggota menolak dan hanya 202 mendukung. Kekalahan May di hadapan Parlemen menjadi yang terbesar dalam sejarah politik Inggris.
Banyak pihak memandang kesepakan yang dirancang May mengurangi pengaruh Inggris, karena masih tetap mematuhi berbagai aturan Uni Eropa. Untuk kalangan menolak Brexit, jelas strategi politik ini hanya mempersulit Inggris berdagang di dunia internasional, mencegah orang-orang unggul masuk Inggris, dan menaikkan biaya hidup berkali lipat. May tetap ngotot dia bertugas mewujudkan Brexit pada musim panas tahun ini.
Kebanyakan pendukung rancangan Brexit di parlemen berasal dari Partai Konservatif. Sedangkan Partai Buruh selaku oposisi mengajukan mosi tidak percaya kepada May yang bisa memicu pemilihan umum. Hasil pemungutan suara dan kekalahan telak May memberi ketidakjelasan lanjutan seputar May yang merevisi rancangannya pada 21 Januari nanti, referendum kedua Brexit, atau bahkan pemilihan umum.
Sejak bergabung dengan Uni Eropa pada 1973, Inggris Raya tentu saja mengikuti ketentuan organisasi kemitraan ekonomi dan politik tersebut. Tujuan organisasi ini meningkatkan kerja sama ekonomi dengan gagasan melakukan perdagangan bersama untuk menghindari perang dagang di antara anggotanya. Uni Eropa berkembang menjadi ‘pasar tunggal’ yang memungkinkan pergerakan bebas berupa barang dan jasa orang.
Salah satu tujuan utama melakukan Brexit, masyarakat Inggris ingin melihat berkurangnya pendatang untuk tinggal dan bekerja di Britania Raya. May ingin adanya kesinambungan jumlah orang yang datang dan meninggalkan Britania Raya sebanyak 100.000 pendatang bukan turis pertahun dari rataan 300.000 pertahun saat ini. Hanya saja, mengenai cara tepat melakukan Brexit masih temui kebuntuan.
Komentar Warnock tentang Brexit sangat sesuai karakter dirinya. Kalangan tua insular, Inggris kulit putih tulen, hanya berkarier di dalam negeri, dan skeptis dengan perubahan dari luar. Paling ironis, dia tidak memperhatikan bagaimana komposisi pemainnya yang dihuni kiper Filipina, pemain senior Islandia, gelandang Irlandia, dan seorang pemain bertahan Pantai Gading yang berpikir sehebat Franz Beckenbauer.
Sumber: The Guardian/CNBC/BBC