Stefano “Teco” Cugurra yang Masih Tak Akan Berubah

Foto: Facebook Bali United

Satu pelatih, terkadang, memiliki satu filosofi atau ciri khas yang membuatnya dikenal di antara para pemain atau pelatih lain, tak terkecuali Stefano “Teco” Cugurra.

Pelatih bernama lengkap Alessandro Stefano Cugurra Rodrigues ini baru saja mengakhiri masa manis dengan Persija. Memulai bekerja di tim ibu kota tersebut pada musim 2017, Teco sukses menyulap Persija, dari yang awalnya tim papan bawah Indonesia Soccer Champioship 2016, kembali menjadi salah satu kekuatan di sepakbola Indonesia.

Di ajang Liga 1 2017, Teco berhasil membawa Persija mengakhiri musim di peringkat keempat, sebuah capaian yang sebenarnya tidak disangka-sangka, apalagi merujuk kepada posisi Persija di awal musim serta materi pemain yang dimiliki Persija.

Setelah perjalanan apik di 2017 tersebut, Teco kembali menuai sukses, bahkan lebih besar, di 2018 ini. Diawali dengan Piala Presiden 2018, lalu ditambah dengan satu gelar pramusim, Teco menutup tahun 2018 bersama Persija dengan gelar juara Liga 1 2018. Gelar yang sudah mereka nantikan selama 17 tahun lamanya.

Namun, tanpa diduga, usai membawa Persija juara, Teco menutup catatan perjalanannya di tim ibukota tersebut. Dengan CV mentereng yang ia miliki, tak butuh waktu lama bagi Teco menemukan pelabuhan baru. Usai Persija, kini Bali United yang siap jadi bagian dari lembaran perjalanan pelatih yang juga pernah jadi asisten Jacksen F. Tiago ini.

Akankah ia sukses di Bali? Akankah ia kembali mereguk tahta juara bersama di I Wayan Dipta? Jika melihat filosofi yang ia bawa ke sini, hal itu jadi sesuatu yang menarik untuk ditunggu.

***

Per 15 Januari 2019, Teco sudah mulai bekerja bersama Bali United. Ia memimpin latihan perdana Bali United, bersama dengan para pemain baru yang direkrut di bursa transfer 2019 ini.

Nah, perkara perekrutan pemain inilah, ada sisi unik dari Teco yang bisa dilihat. Sejak di Persija, Teco memang menanamkan agar tim yang ia asuh kuat secara fisik dan rapat di pertahanan. Pemain-pemain yang ia rekrut ke Bali seolah mencerminkan hal tersebut.

Nama-nama seperti Willian Pacheco, Leonard Tupamahu, Gunawan Dwi Cahyo, Gusti Sandria, serta Michael Orah menunjukkan filosofi dari Teco itu sendiri. Ya, sama seperti Persija, tampaknya di Bali pun Teco ingin menanamkam filosofi kuat di pertahanan terlebih dahulu.

Itu tidaklah salah. Berkaca dari buruknya pertahanan Bali United musim lalu (mereka sampai kebobolan 48 gol dalam satu musim), memang sektor ini perlu mendapat perhatian khusus. Ditambah lagi, bek andalan Bali United, Demerson, juga memilih hengkang. Selain sistem pertahanan yang baru, Bali butuh bek baru.

Dengan hadirnya Teco, menarik tentunya untuk melihat lini pertahanan Bali di Liga 1 2019 kelak. Selama membesut Persija, Teco menerapkan skema pertahanan yang menekankan rapatnya jarak antar pemain. Di depan bek, akan ada satu atau dua gelandang yang jadi petarung. Ia akan menyaring serangan dari tengah, sebelum akhirnya serangan itu masuk ke lini pertahanan sendiri.

Di Persija, dulu peran itu dijalankan dengan apik oleh Sandi Dharma Sute. Sekarang, di Bali, kemungkinan besar peran itu akan diemban Taufiq. Sebetulnya, I Gede Sukadana lebih pas, sayang, pemain asli Bali itu justru hengkang pada musim 2019 ini. Tapi, tak menutup kemungkinan juga para penyerang depan bali macam Irfan Bachdim maupun Stefano Lilipaly akan mulai menekan sejak dari depan.

Dipadukan dengan para pemain yang sudah mengenal karakternya di Persija, semestinya Teco bisa menerapkan secara langsung apa filosofi permainannya. Tapi, di Persija saja, ia butuh waktu beberapa pertandingan agar anak asuhnya bisa memahami gaya main yang ia inginkan. Hal yang sama mungkin terjadi di Bali United.

Lalu, bagaimana soal penyerangan? Dengan sosok-sosok macam Irfan, Lilipaly, serta Paulo Sergio yang ada di skuatnya, Teco tak perlu risau. Ada banyak skema serangan yang bisa dimaksimalkan dengan kehadiran para pemain ini, ditopang oleh kehadiran penyerang apik dalam diri Ilija Spasojevic dan Melvin Platje. Skema mirip di Persija bisa jadi pilihan.

Ketika di Persija, Teco memaksimalkan koneksi yang apik antara Marko Simic, Rohit Chand, Riko Simanjuntak, serta Novri Setiawan dalam menyerang. Riko dan Novri menyerang dari sayap, dan berkombinasi dengan Simic yang apik dalam membuka ruang. Rohit menjadi distributor, sekaligus pemain yang muncul dari lini kedua.

Di Bali, skema serangan serupa bisa jadi diterapkan. Meski begitu, Teco juga butuh waktu untuk mensinergikan sosok Paulo Sergio, Irfan, Lilipaly, serta Platje di lini depan. Namun, jika koneksi sudah terbentuk, maka penyerangan Bali tetap akan jadi salah satu yang menakutkan di Liga 1.

***

Sekilas, memang tak akan ada yang berbeda dari apa yang Teco terapkan di Persija dan Bali United. Toh, itu memang sudah jadi filosofi Teco dalam melatih, dan dengan filosofi ini, sudah ada gelar juara Liga 1 yang masuk ke dalam CV-nya. Yang menjadi tantangan sekarang adalah. bagaimana Teco menyesuaikan skema yang ia inginkan ini dengan kemampuan para pemainnya.

Di bawah asuhan Widodo C. Putro, Bali sempat jadi tim yang sangat cair dalam menyerang. Widodo mampu menciptakan skema serangan yang apik untuk Bali, meski dari segi pertahanan, Widodo juga dianggap tidak begitu berhasil menggalang lini pertahanan kuat musim lalu.

Dengan pengalamannya meramu Persija jadi tim yang sedemikian rupa, seharusnya hal yang sama bisa ia lakukan di Bali United. Pertanyaannya, mampukah Teco melakukannya?