Menyebut sepakbola Swedia, mungkin yang akan terlintas pertama kali adalah Zlatan Ibrahimovic. Arogansi berbalut talenta dan kemampuan fisik luar biasa, atau Henrik Larsson, the one that got away bagi Manchester United musim 2006/2007 yang cepat dan tajam di depan gawang. Namun sepakbola Swedia harus berterimakasih kepada sosok legendaris yang “menyelamatkan” sepakbola Swedia, Sven-Göran Eriksson.
Eriksson naik daun kala menangani Roma pada musim 1984, ia kemudian menjadi manajer beberapa klub dan negara. Namun yang paling dikenang adalah ketika ia menjadi Manajer Timnas Inggris di Piala Dunia 2002 dan 2006.
Sosok yang pernah menangani Timnas Filipina ini, bahkan pernah dikabarkan akan menjadi pengganti dari Sir Alex Ferguson di Manchester United. Kala itu Fergie berfikir untuk pension, klub bergerak cepat dengan mencari pengganti, Eriksson sosok yang dipilih. Lalu sepantas apakah Eriksson hingga pernah dipilih menjadi pengganti Ferguson yang merupakan Manajer legendaris di Manchester United dan sepakbola Eropa?
Sepakbola Swedia sebelum kedatangan Eriksson
Sebelum Eriksson lahir, Swedia sedang membangun sepakbola pasca Perang Dunia Kedua. Saat itu, sepakbola Inggris dianggap menjadi pionir dengan Sheffield Rules dan pola permainan yang dianggap menjadi kiblat sepakbola, membuat Jimmy Hogan memutuskan hengkang dari Negaranya karena tida setuju dengan pola pelatihan dari cara bermain sepakbola yang sangat kaku dari Inggris.
Pada saat Federasi Sepakbola Swedia (SvFF) memutuskan untuk memperbaiki kultur sepakbolanya, mereka berkonsultasi dengan federasi sepakbola Inggris (FA). Dari struktur kepelatihan, cara bermain hingga sistem liga, diadopsi dari apa yang dilakukan FA. Swedia kemudian menunjuk George Raynor sebagai penasihat bagi SvFF. Raynor adalah pelatih tim cadangan dari Aldershot.
Raynor langsung memberikan dampak, man-marking yang menjadi taktik dari Inggris, diterapkan secara khusyuk di Swedia, tidak lupa skema W-M yang menjadi andalan Inggris, menjadi pakem wajib bagi tim seantero Swedia.
Hasilnya? Raynor membawa Swedia menggondol emas di Olimpiade 1948, saat itu Swedia diperkuat tiga pemain legendaris, yakni Gunnar Gren, Gunnar Nordahl dan Nils Liedholm, ketiganya kemudian direkrut oleh raksasa Italia, AC Milan dan membentuk trisula Gre-No-Li yang termahsyur di Eropa di era 1950-an.
Tidak hanya emas Olimpiade, Swedia juga merebut juara ketiga di Piala Dunia 1950 Brasil. Dan pada 1958, Swedia lolos ke Final sebelum dikalahkan oleh Brasil di Final dengan skor 5-2. Taktik W-M dengan man-marking masih dianut dengan ortodoks hingga 1960-an.
Pada 1967, ketika sepakbola sudah berkembang dengan varian formasi dan taktik, Swedia masih menggunakan pakem yang sama. Hingga akhirnya, Swedia gagal lolos ke Piala Dunia 1970, pelatih Lars Arnesson langsung di evaluasi.
Posisi Lars Arnesson saat itu adalah instruktur kepelatihan di Swedia, kegagalan lolos ke Piala Dunia 1970 membuatnya memutar otak, ia Bersama dengan Manajer Timnas, Georg Aby-Ericson akhirnya mempelajari sepakbola Jerman dengan libero. Mereka akhirnya lolos ke Piala Dunia 1974 dengan skema tersebut. Namun Swedia masih sangat awam dengan taktik libero dan merasa taktik tersebut belum mampu menyaingi formasi W-M ala Inggris.
Puncaknya, ketika Swedia gagal masuk ke putaran Final Piala Dunia 1980. Swedia merevolusi taktik sepakbola, SvFF mendeklarsikan bahwa taktik pragmatis Inggris tidak lagi digunakan di manapun termasuk Tim Nasional. Swedia kemudian menggunakan taktik Libero khas Jerman, sebelum akhirnya Sven-Goran Eriksson memulai karir kepelatihannya.
Romantisme Eriksson dan Sepakbola Inggris
Eriksson adalah guru olahraga yang juga bermain sepak bola secara amatir bagi BK Karlskoga, klub kecil yang berasal dari Orebro. Hingga pada umur 28 Eriksson harus mengakhiri karirnya sebagai pesepakbola karena cidera parah.
Eriksson kemudian bergabung dengan Dagerfors IF sebagai asisten pelatih. Tidak perlu waktu lama, usai pelatih kepala Dagerfors IF ditarik menjadi asisten pelatih Timnas Swedia, Eriksson naik menjadi pelatih. Dagerfors yang berkompetisi di divisi tiga hanya perlu dua musim untuk bisa naik ke divisi 2 di bawah asuhan Eriksson.
Karena kinerjanya, Eriksson kemudian menjadi Manajer klub papan atas Swedia, IFK Gothenburg. Debut Eriksson tidak begitu baik, menelan tiga kekalahan dari tiga laga, jajaran direksi klub memintanya mundur. Namun para pemain IFK Gothenburg meminta Eriksson tetap bertahan,hasilnya? IFK Gothenburg runner-up Liga Swedia dan berhasil menang Piala Swedia musim 1978-1979.
Eriksson kemudian memasukkan peta sepakbola Swedia di Eropa usai meraih gelar Piala UEFA pada tahun 1982. Tawaran Eropa bermunculan, dan Benfica menjadi titik pertama menyusul kemudian bergabung Bersama Lazio dan puncaknya di Timnas Inggris.
Eriksson adalah penganut taat strategi 4-4-2, dan bermain sangat pragmatis, menurutnya bertahan adalah kunci kemenangan atau setidaknya meraih angka. Bagaimana bisa Eriksson mengembalikan sepakbola ala Inggris? Eriksson adalah murid dari Bobby Robson dan Bob Paisley. Jadilah Eriksson memberikan ajaran sepakbola Inggris yang jarang memegang bola, memainkan serangan balik cepat dan dalam ketika bertahan.
Taktik 4-4-2 ini kemudian dianut secara luas di era 90-an, taktik klasik Inggris yang sempat ditentang oleh federasi sepakbola Swedia, masih digunakan hingga kini. Eriksson dianggap berjasa mempopulerkan 4-4-2 di Swedia.
Skema ini masih digunakan secara khusyuk di Swedia, ketika Eriksson diisukan akan menjadi Manajer Manchester United tahun 2002, keraguan sempat menyeruak. Alasannya? Meskipun saat itu Sir Alex menggunakan 4-4-2, aplikasi yang digunakan berbeda, Ferguson adalah manajer yang meminta para pemainnya mengambil inisiatif dan bermain menyerang. Sedangkan sebaliknya, Eriksson adalah pelatih yang meminta para pemainnya bertahan cukup dalam untuk melancarkan serangan balik.
Namun Eriksson tetaplah berjasa bagi sepakbola Swedia, tanpanya, IFK Gothenburg tidak akan meraih gelar Piala UEFA, sekaligus meletakkan dasar skema permainan yang menjadi ciri khas Swedia hingga saat ini.