Namanya pertama kali saya dengar saat menonton ajang Piala Dunia U-20 pada 2017 silam. Kala itu, dia masuk di tengah-tengah laga, dan sang komentator langsung memuja dan menyebut namanya keras-keras: Takefusa Kubo.
Kala itu, komentator menyebut Kubo sebagai salah satu bakat ciamik yang dimiliki oleh Jepang. Di usianya yang masih 15 tahun ketika itu, Kubo sudah menjadi bagian dari Timnas Jepang U-20 yang mentas di Piala Dunia. Walau hanya main sebentar dalam beberapa momen, pengalamannya main di Piala Dunia tentu adalah sebuah nilai tersendiri.
Segala catatan internasional apik Kubo ini juga sejalan dengan raihan yang dia torehkan di dalam negeri. Saat ini, setelah menjadi bagian dari tim muda dan tim senior FC Tokyo, Kubo memutuskan hijrah ke Yokomaha Marinos. Di usianya yang masih remaja, Kubo sudah mengecap atmosfer J-League divisi pertama, level teratas kompetisi sepak bola Jepang.
Sungguh sebuah prestasi yang apik dari pemuda yang kini berusia 17 tahun tersebut. Lalu, kenapa karier Kubo bisa begitu melesat? Kemampuan apakah yang dimiliki oleh remaja ini?
Kubo, Messi dari Jepang
Selayaknya beberapa remaja yang mencuat namanya di masa lampau, Kubo mendapat julukan yang serupa dengan Chanathip Songkrasin, Mario Goetze, dan juga Martin Odegaard, di masa muda: Messi. Kubo disebut-sebut sebagai Messi dari Jepang oleh beberapa media.
Menilik sekilas kemampuan Kubo dari beberapa video yang ada di dunia maya, remaja ini memang memiliki kontrol bola yang baik. Tidak hanya itu, kemampuannya dalam melakukan trap bola juga ciamik, ditambah lagi dengan kaki dominannya yang merupakan kaki kiri, mirip dengan apa yang dimiliki oleh Messi.
Tapi, lebih daripada itu, yang ciamik dari seorang Kubo ini adalah kemampuannya dalam memahami ruang. Untuk ukuran anak berusia 17 tahun, dia sudah bisa memahami situasi sekeliling dan juga bisa menebak ruang kosong mana di pertahanan lawan yang bisa dieksploitasi. Tak jarang, dengan kemampuan dribelnya yang apik, dia juga bisa menciptakan ruang sendiri untuknya berekspresi di lapangan.
Hal inilah yang membahayakan dari sosok Kubo. Di bawah balutan formasi 4-4-2, Kubo diberikan peran oleh pelatih Jepang, Masanaga Kageyama, yang mirip dengan apa yang dijalani Messi sekarang di Barcelona, yaitu peran “free role”. Dalam dua laga fase grup, yakni menghadapi Korea Utara dan Irak, Kubo diberikan keleluasaan untuk mengeksploitasi lini pertahanan lawan, baik dari sayap maupun area sepertiga akhir.
Hal itu tampak dari pergerakan yang diciptakan Kubo selama dua laga tersebut. Selain itu, Kubo juga rutin mengalirkan dan menyentuh bola. Dalam dua laga melawan Korea Utara dan Irak, Kubo bahkan bisa menyentuh bola sampai 40 kali lebih. Hal ini mencerminkan pentingnya pemain ini dalam setiap serangan yang dilakukan Jepang.
Ini baru keunggulan Kubo secara individu. Lebih apiknya lagi, Kubo dapat bersinergi dengan para pemain serang milik Jepang yang lain. Kombinasi apiknya dengan para pemain lain macam Koki Saito, Hiroki Ito, serta Kyosuke Tagawa membuat lini serang Jepang menjadi salah satu yang menakutkan di Piala Asia U-19. Sejauh ini, mereka sudah menorehkan 13 gol dan baru kebobolan 3 gol saja.
Menjadi pusat serangan Jepang, ada sosok Takefusa Kubo di sana. Lalu, bagaimana cara Indonesia menghentikan serangan Jepang ini?
Peluang Timnas Indonesia ke Piala Dunia
Timnas U-19 Indonesia punya mimpi besar, yaitu melaju ke Piala Dunia U-20 di Polandia pada 2019 mendatang. Mimpi ini meneruskan mimpi mereka yang kandas pada 2014 silam, dengan generasi-generasi baru yang siap menghentak.
Tapi, Piala Dunia bukanlah turnamen receh. Memang tampil di sana menjadi sebuah kebanggaan, tapi menjadi bulan-bulanan tim lain bukan merupakan sesuatu yang membanggakan pula. Oleh karena itu, Jepang hadir menjadi ujian bagi Indonesia. Ujian untuk menentukan apakah Indonesia layak tampil di Piala Dunia atau tidak.
Untuk mengalahkan Jepang ini, maka sosok Kubo menjadi sosok yang patut diperhatikan. Cara menghentikannya sebenarnya susah-susah gampang. Indonesia harus menerapkan pertahanan yang serapat mungkin dan tanpa cela, agar Kubo dan juga rekan-rekannya yang ikut dalam sistem permainan Jepang tak memiliki celah untuk bisa dieksploitasi.
Saat Jepang sudah semakin naik, dan garis pertahanan mereka meninggi, ada sosok Saddil Ramdani dan Witan Sulaeman yang bisa diandalkan sebagai motor serangan balik, ditopang oleh kemampuan umpan ciamik dari Syahrian Abimanyu/M. Luthfi Kamal. Cara sederhana ini bisa ditempuh, asal para pemain Indonesia memiliki pemahaman yang apik akan taktik dan ruang.
Jika tidak, maka mimpi Piala Dunia bisa jadi akan kembali terkubur, seperti halnya 2014 silam.