“Tim Cahill bisa berjalan di hadapan publik dan tak ada yang mengenalinya.”
Eli Mengem, sutradara sekaligus presenter dari Copa90 menceritakan transformasi Australia sebagai negeri sepakbola. Secara pribadi, Eli sendiri mengaku dirinya selalu melihat Australia sebagai negara yang bisa menjadi besar lewat sepakbola. Namun The Socceroos selalu gagal untuk lolos ke Piala Dunia. Bahkan ada yang menyebut mereka dikutuk oleh dukun Mozambik.
Tapi semua berubah saat Australia berhasil memenangkan tiket Piala Dunia pada 2005. Mereka mengalahkan Uruguay lewat adu penalti dan berangkat ke Jerman. John Aloisi dan Mark Schwarzer menjadi pahlawan Australia saat itu. Mereka selalu memiliki tempat di sejarah sepakbola Negeri Kangguru. Aksi keduanya mengubah sebuah negara yang selalu memandang sepakbola sebelah mata menjadi sebuah kesatuan. Sekarang, liga sepakbola Australia bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu yang paling modern di Asia.
Australia datang dengan skuat yang mayoritas bermain di luar negeri. Dengan hanya tiga pemain, Michael Beauchamp, Archie Thompson, dan Mark Milligan yang bermain di kompetisi domestik. Dari semua pemain itu, gelandang 26 tahun, Tim Cahill mungkin jadi yang paling populer.
Dirinya sudah bersinar di Inggris sejak membawa Millwall ke final Piala FA 2004. Pamor Cahill hanya semakin tinggi setelah dirinya hijrah ke Everton. “Terima kasih ke pemain ikonik dengan nomor punggung empat itu, generasi masa depan Australia berlatih untuk menyundul bola dan percaya bahwa mereka juga bisa meraih hal spesial,” Tulis Anna Harrington dari FOX Sports.
Anna percaya bahwa pertandingan melawan Peru akan menjadi yang terakhir untuk Cahill setelah Australia gagal lolos dari grup Piala Dunia 2018. Hal tersebut terbukti benar. Tim Cahill mengumumkan dirinya resmi pensiun membela negara, dua hari setelah final Piala Dunia 2018.
Setelah 107 penampilan dan 50 gol untuk The Socceroos, Cahill memutuskan untuk gantung sepatu. Sudah cukup banyak tiang sepak pojok yang menjadi korbannya dalam 14 tahunnya berseragam kuning-hijau. Sayangnya, warisan Tim Cahill di tim nasional Australia berpeluang tercemar setelah dirinya mencuri satu tempat di skuat Piala Dunia 2018.
Pahlawan Kontra Suriah
Kehadiran Tim Cahill jelas berpengaruh besar di dalam tim Australia. Bahkan tanpa dirinya, The Socceroos mungkin tidak akan bisa tampil di Rusia. Cahill jadi pahlawan negara saat dua gol yang ia cetak membawa Australia menang 2-1 dari Suriah pada fase play-off.
Cahill membuka keunggulan Australia di awal babak pertama sebelum memberikan gol kemenangan di babak tambahan waktu. Gol ke-50 Cahill itu diciptakan lewat sundulan khas mantan pemain Everton yang akan berusia 39 tahun di akhir 2018 mendatang.
“Dia adalah orang gila. Saya bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya bermain selama satu pertandingan penuh. Apalagi 120 menit,” kata mantan pelatih Australia, Ange Postecoglou.
Mendepak Top Skorer Australia di Eropa
Cahill mungkin pahlawan Australia, tapi beberapa pihak juga melihat pemain keturunan Samoa itu sebagai pencuri. Pasalnya, Cahill dipanggil ke skuat The Socceroos untuk Piala Dunia 2018 karena ‘alasan khusus’.
Dengan masuknya Cahill ke skuat Bert van Marwijk, pelatih asal Belanda itu harus mencoret Jamie Maclaren. Padahal sehari sebelum pengumuman skuat, Maclaren mencetak hat-trick melawan Glasgow Rangers.
Keputusan Marwijk jelas membuat pengamat sepakbola Australia bertanya-tanya. Jamie Maclaren mencetak delapan gol dari 15 pertandingannya bersama Hibernian FC di Scottish Premiership, divisi tertinggi sepakbola Australia. Dia adalah penyerang Australia paling produktif di kompetisi Eropa selama 2017/2018.
Memiliki usia yang jauh lebih muda dibandingkan Cahill (24), Maclaren punya semua alasan untuk ikut ke Rusia. Apalagi, dirinya adalah penyerang paling produktif di tim nasional Australia saat ini. Sejak Maret 2017, hanya delapan gol dilahirkan tiga ujung tombak The Socceroos, Maclaren, Cahill, dan Tom Juric. Tujuh dari delapan gol itu, diciptakan oleh Maclaren. Tapi karena ‘alasan khusus’, van Marwijk lebih memilih Tim Cahill.
Kepentingan Sponsor
Bert van Marwijk tak menjelaskan secara detil ‘alasan khusus’ yang ia miliki memanggil Tim Cahill. Beberapa media menyebut kehadiran Cahill di Rusia tak lepas dari pengaruh yang ia miliki. Namun yang lainnya menyebut hal ini adalah kepentingan sponsor.
Sialnya, ulah Cahill di lapangan juga tidak membantu. Setelah mencetak gol ke gawang Suriah, Cahill biasanya akan berlari ke tiang bendera sepak pojok dan melepaskan tinju. Tapi saat itu ia melakukan selebrasi baru. Dengan tangannya, Cahill membentuk huruf ‘T’, lambang dari perusahaan travel, TripADeal.
Bahkan menurut laporan Guardian, TripADeal sempat mengajak Cahill menjadi duta perusahaan mereka setelah gol tersebut. Cahill kemudian membalas, “Selalu akan jadi kebanggan tersendiri untuk saya,” tulisnya di Instagramnya. Tak lama kemudian Cahill menghapus ungguhannya tersebut. Tepat setelah FIFA merencanakan investigasi pada selebrasi gol yang diangap memiliki kepentingan komersil itu.
Bukan hanya TripADeal, Cahill juga dikaitkan dengan kesepakatan Socceroos dan Caltex. Pada Maret 2016, perusahaan minyak bumi itu mendapat hak penamaan dari tim nasional Australia. Fokus utama Caltex langsung ke Piala Konfederasi 2017 dan Piala Dunia 2018.
Sejak saat itu, Cahill yang sebelumnya berani untuk ditinggal oleh skuat Australia selalu dibawa ke pertandingan. Padahal Australia pernah menjalani pertandingan tanpa Cahill saat uji coba dengan Inggris. Tim Cahill tidak mendapat jaminan di tim nasional Australia sejak 2011. Tapi setelah Caltex menjadi sponsor The Socceroos, ia hanya sekali absen. Sisanya, Cahill minimal ada di bangku cadangan.
Caltex tidak berusaha untuk menghapus asumsi ini. Mereka bahkan sempat mengganti nama Caltex di Australia menjadi ‘Cahilltex’ jelang Piala Dunia 2018. Padahal Asosiasi Sepak Bola Australia (FFA) selalu berusaha melawan pendapat tersebut.
“Tentu tidak. Lihat saja rekor Cahill, dia selalu bisa memberikan sesuatu untuk Australia. Dirinya hanya butuh latihan dan ia akan kembali ke performa terbaiknya. Itulah alasan Timmy –panggilan Cahill- dibawa ke Turki untuk ikut pemusatan latihan,” Kata David Gallop, ketua eksekutif FFA.
Gigih atau Keras Kepala?
Pengaruh Tim Cahill di tim nasional Australia memang sangat besar. Tapi dia juga seperti tidak tahu kapan untuk berhenti. Gelandang Huddersfield Town asal Australia, Aaroon Mooy bahkan tak bisa membayangkan The Socceroos tanpa Cahill.
“Saya tidak bisa melihat dia berhenti bermain. Timmy tak pernah menyerah. Dirinya selalu memiliki mental yang kuat. Dia adalah panutan saya di tim nasional,” kata Mooy ke Independent.
Setelah sempat absen dari skuad Melbourne City FC selama setengah tahun, banyak yang mengira Cahill akan segera pensiun. Namun ia kemudian kembali ke Millwall. 10 penampilan di divisi dua Inggris, tanpa terlibat dalam satupun gol, Cahill tetap mendapat tempat di tim nasional.
Andai saja dirinya tahu kapan untuk berhenti. Menolak panggilan van Marwijk dan untuk memberi ruang kepada pemain lain, mungkin warisan Cahill tak akan tercoreng seperti saat ini. Dia adalah pemain tersubur yang pernah dimiliki Australia. Jika dirinya memilih pensiun setelah memastikan tiket Piala Dunia 2018 dan absen dari Rusia, mungkin tak akan ada yang melihatnya dari sisi negatif.