Penyerang Tim Nasional Italia, Sebastian Giovinco, dan Toronto mengakhiri kerja sama mereka setelah mantan pemain Juventus itu menerima pinangan kesebelasan Arab Saudi, Al-Hilal di bursa transfer Januari.
The Atomic Ant pergi dengan kenangan manis. Ia merupakan pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Toronto FC (83) dan mengantar The Reds ke musim terbaik mereka lewat empat gelar di 2017.
Menghabiskan empat tahun bersama Toronto FC, Giovinco menjelma dari pemain buangan Juventus dan penerus Alessandro Del Piero yang gagal memenuhi ekspektasi, jadi legenda Toronto. Dirinya bahkan sempat dipertimbangkan Antonio Conte untuk masuk skuat Italia pada Piala Eropa 2016.
Sial bagi Giovinco, meski masuk 30 pemain yang disiapkan untuk berangkat ke Prancis, statusnya sebagai pemain Toronto FC membuat Conte ragu memberikan tiket. “Saat Anda memilih sebuah kesebelasan di liga tertentu, harus juga mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan tersebut,” jelas Conte setelah mencoret nama Giovinco.
Ini bukan pertama kalinya Giovinco dikecewakan Conte. Ketika Del Piero hengkang dari Turin, Giovinco digadang akan menjadi nomor 10 baru Juventus. “Saya akan sangat senang bila dipercaya mengenakan nomor punggung 10,” ungkap Giovinco.
Tapi Conte yang ketika itu menangani Si Nyonya Tua memberikan nomor 12 untuknya. Nomor 10 milik Del Piero baru diturunkan ke Carlos Tevez setelah satu musim hiatus. Giovinco baru kembali ke Tim Nasional Italia oleh Roberto Mancini di UEFA Nations League 2018. Setelah Tiga tahun absen membela Azzurri dan ditolak dua pelatih (Conte dan Gian Piero Ventura) karena bermain di Major League Soccer (MLS), Giovinco baru bisa kembali membela negaranya.
Berhasil menembus tim nasional, pencapaian Giovinco bersama Toronto menurun. Pertama mendarat di Kanada, Giovinco merupakan pencetak gol terbanyak MLS (2015). Pada tahun yang sama ia juga menjadi arsitek gol terbaik liga, pendatang baru paling sukses, dasarnya pemain terbaik!
Musim kedua, dirinya mengantarkan Toronto ke final Playoffs MLS. Kemudian menjadi juara pada 2017, bahkan memenangkan tiga gelar sekaligus di tahun tersebut. Namun di musim 2018, Toronto FC dan Giovinco gagal menembus playoffs, dengan hanya menduduki posisi sembilan wilayah timur dan peringkat ke-19 di klasemen keseluruhan.
Penurunan prestasi Toronto FC tentu bukan kesalahan Giovinco seorang. Akan tetapi hasil dari MLS 2018 membuat kubu The Reds berpikir ulang tentang posisi mereka di liga utama Amerika Serikat tersebut. Sikap klub kemudian tidak sesuai dengan ambisi the Atomic Ant.
Masalah Kontrak
Didaratkan Toronto FC pada 2015, Giovinco memiliki kontrak hingga akhir musim 2019. Musim terakhir Giovinco bersama Toronto seharusnya baru dimulai pada Maret 2019. Tapi dua bulan sebelum kompetisi bergulir, pemain asal Italia itu memutuskan untuk hengkang ke Arab Saudi.
Menurut Giovinco, keputusannya itu adalah paksaan dari pihak klub. Dirinya tidak mau hengkang dari Toronto, namun manajemen klub membuat dirinya geram. “Beberapa waktu lalu, saya menolak tawaran untuk memperpanjang kontrak dengan Toronto hingga 2020. Pihak klub pasti akan mengatakan ini masalah gaji. Namun saya sudah berusaha untuk mendapakan kepastian kontrak sejak dua tahun lalu (2017),” buka Giovinco di pernyataan resminya.
“Keputusan saya bukan karena masalah gaji. Melainkan ambisi. Dari apa yang ditawarkan oleh pihak klub, terlihat bagaimana mereka akan fokus mengurus hal lain dibanding meraih kemenangan. Itu adalah sesuatu yang menurut saya tidak bisa diterima. Apalagi tidak ada transparansi dari pihak klub,” lanjutnya.
Sesuai dengan ucapan Giovinco, gaji menjadi alasan Toronto FC ketika ditanya tentang kepergiannya. “Agen dari Sebastian [Giovinco] tidak ingin menurunkan gajinya. Kami memiliki keinginan untuk mempertahankannya, tapi musim lalu Toronto FC menghabiskan sembilan juta dollar lebih banyak dibandingkan peringkat delapan zona timur [New England Revolution] dan masih gagal mencapai playoffs. Itu membuat kami harus berpikir ulang,” kata Presiden Toronto FC Bill Manning.
Bukan Hanya Uang Menghalangi Giovinco dan Toronto
Dalam artikel ‘Jari Tengah MLS untuk Eropa‘ yang terbit pada 22 Januri 2019, dijelaskan bagaimana MLS mulai mengubah pendekatan mereka dalam merekrut pemain. MLS tak lagi menjadi liga pensiunan seperti awal-awal mereka membangkitkan gairah sepakbola Amerika Serikat.
Mereka kini fokus ke pemain-pemain muda dan matang, hal itu kemudian berujung dengan prestasi. Atlanta United yang baru menjalani musim pertama mereka di 2018 langsung jadi juara MLS dan berhasil mengamankan tanda tangan Josef Martinez dari incaran klub Eropa.
Toronto FC yang gagal menembus playoffs meski sudah mengeluarkan banyak uang ingin memulai hal tersebut. “Kami tidak melihat 2019 dan 2020. Mengandalkan pemain-pemain yang sudah berusia kepala tiga untuk dua tahun ke depan mungkin akan baik-baik saja. Tapi kami ingin melihat ke masa depan. Itulah mengapa uang lebih kami siapkan untuk pemain muda, terutama untuk pos designated player,” jelas Bill Manning.
Giovinco yang sudah berusia 32 tahun tidak masuk dalam kategori tersebut dan dirinya merupakan pemain dengan gaji tertinggi MLS 2018 dengan tujuh juta lebih didapatkannya dari Toronto FC.
Ketika mendapat tawaran 10 juta Dollar dari Al-Hilal, Giovinco mengaku akan menerima gaji yang lebih rendah dari penawaran klub Arab Saudi itu jika Toronto berkenan. Namun Toronto ingin memangkas gajinya, sesuatu yang tidak disetujui agen Giovinco, dan pihak klub tidak mau kehilangan the Atomic Ant secara cuma-cuma. Akhirnya satu juta dollar dari Al-Hilal jadi opsi terakhir.
Pada akhirnya kecintaan Giovinco kepada Toronto dihalangi gaji. Tapi bukan semata-mata soal gaji. Juga ada perubahan filosofi di sana.
Siap Gantung Sepatu (?)
Dalam pernyataan resmi Giovinco tentang kepergiannya dari Toronto, dirinya tidak hanya melempar kritik ke manajemen dan memberikan ucapan terima kasih pada suporter. Pria kelahiran Turin, 26 Januari 1987 itu juga mengatakan Al-Hilal akan menjadi bab baru di karirnya. Toronto bahkan sudah membantunya dalam mempersiapkan hal itu.
“Terima kasih kepada pihak klub karena telah mempersiapkan saya untuk fase berikutnya dalam karir sebagai pesepakbola profesional,” tulis Giovinco. Melihat alasan Toronto FC melepas Giovinco, fase yang dimaksud the Atomic Ant bisa jadi tentang masa pensiunnya.
Per Oktober 2018, liga tertinggi Arab Saudi ada di peringkat ke tujuh koefisien AFC. Kalah dari Tiongkok (1), Jepang (6), bahkan Qatar (2). Kepindahannya ke Al-Hilal tentu menjadi penurunan karir bagi Giovinco. Dirinya meninggalkan MLS yang hanya kalah dari Liga MX (Meksiko) di CONCACAF, jadi kompetisi nomor tujuh di Asia.
Mungkin Giovinco sudah berpikir untuk gantung sepatu. Apalagi dalam pengumuman skuat Tim Nasional Italia awal Februari 2019, dirinya hilang dari nama-nama yang dipanggil oleh Roberto Mancini.