Keberhasilan Pep Guardiola dan Tito Vilanova memaksimalkan pemain-pemain akademi Barcelona merupakan puncak dari Blaugrana. Barcelona selalu dikenal memiliki sistem akademi terbaik di dunia sepakbola. Setidaknya salah satu terbaik bersama Sporting CP, Benfica, dan Ajax Amsterdam. Namun setelah era Guardiola dan Vilanova, semakin sedikit pemain La Masia yang berhasil menembus tim utama.
Sebaliknya, beberapa nama justru pergi meninggalkan Katalunya. Mulai dari pencetak gol terbanyak UEFA Youth League (UYL) 2013/2014, Munir El Haddadi sampai penyerang Paraguay, Antonia Sanabria, semua telah pergi membela kesebelasan lain. Mereka gagal menembus tim utama Barcelona sekalipun pemain-pemain dari era Guardiola sudah tidak muda lagi.
Ketika La Masia disebut tengah berada dalam masa-masa terendah, seorang remaja asal Belanda, Xavi Simons muncul. Dipercaya jadi kapten U15 Barcelona, Simons sudah disorot sejak masih kanak-anak. Per 21 April 2019, sosial media Instagram miliknya diikuti 1,4 juta orang. Itu setengah dari jumlah pengikut Xavi Hernandez. Padahal Xavi junior belum ada di level yang sama dengan seniornya.
Xavi Hernandez membela Barcelona selama dua dekade lebih. Kesuksesannya bukan hanya di level klub tapi juga memenangkan Piala Eropa dan Dunia bersama Spanyol. Status Xavi sudah seperti legenda. Sementara Simons baru bermain di U15, UYL juga belum. Namun, publik yang mengikuti kehidupannya sudah setengah dari Xavi.
Perkembangan teknologi memang memudahkan informasi. Ketika Guardiola, Xavi, Andres Iniesta, dan Lionel Messi mencuat ke tim senior Barcelona, butuh waktu untuk meyakinkan diri bahwa mereka talenta luar biasa. Semua dinilai di atas lapangan. Bukan di Friendster atau MySpace.
Penyelamat La Masia dan Belanda
Foto: Football Lifestyle
Tapi memasuki era digital, sosial media menjadi tulang punggung informasi. Alhasil, tiga sampai empat cuplikan sudah cukup untuk membuat Simons digadang jadi pemain besar. Belum juga berkepala dua, Simons sudah diwakilkan oleh agen super, Mino Raiola, satu manajemen dengan pemain sekelas Paul Pogba. Chelsea dan PSG pun dikabarkan tertarik pada jasanya. Padahal bermain di tim senior juga belum.
Ketika popularitas Youtube baru naik, mantan gelandang Manchester City, Joey Barton pernah mengatakan bahwa Neymar sama dengan Justin Bieber. Hanya bagus di Youtube. Seiring perjalanan waktu Barton mengaku salah karena Neymar ternyata juga bisa tampil bagus di atas lapangan dalam level kompetisi yang tinggi.
Simons belum sampai ke level itu. Baru sampai Youtube dan Instagram. Masalahnya ekspektasi yang diberikan kepada dirinya juga semakin tinggi. “Banyak harapan yang didapat anak saya. Barcelona bingung bagaimana harus menanggapi hal ini. Tapi inilah perubahan zaman. Sekarang kita memasuki era baru dan dia sudah digadang menjadi pemain terbaik dunia,” kata Ayah Xavi, Regillio Simons.
Bukan hanya Barcelona, Belanda juga memiliki harapan yang sama besar pada Simons. Gagal tampil di Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018, sepakbola Belanda sempat ada dalam masa-masa sulit. Pada saat itulah nama pemain muda seperti Simons diharapkan jadi penyelamat. “Ketika sepakbola Belanda disebut sedang mengalami krisis, tiba-tiba mereka semua membicarakan Xavi,” kata Regillio.
Beban Bagi Barcelona
Xavi Simons berada di era yang berbeda dengan para seniornya. Beruntung ia fokus pada Barcelona. “Ada alasan mengapa Barcelona selalu menjaga bola dengan baik. Kami semua belajar dari Johan Cruyff,” kata Simons mengenang legenda negara dan klubnya. Ia terlihat masih mau belajar di La Masia. Menunggu waktu yang tepat untuk naik ke tim senior. “Dia hanya ingin menjadi pesepakbola yang baik,” kata Regillio.
Namun, zaman sudah berubah. Xavi Simons tidak bisa lagi fokus kepada sepakbola. Jutaan manusia mengikuti hidupnya di sosial media, memberi tekanan, ekspektasi, dan harapan.
Pada akhirnya juga berpengaruh ke Barcelona sebagai klub pemilik jasa Simons. Mereka harus selalu siap memberikan banyak uang pada seorang remaja dan agennya karena tak mau kehilangan talenta. Sekalipun mereka sadar itu tidaklah sehat untuk perkembangan Simons.
“Kami selalu berusaha membantu pemain muda yang ada di Barcelona. Agen tak punya kuasa untuk menuntut. Tapi sekarang kami harus membayar mereka [agen] sampai satu atau dua juta euro karena takut kehilangan mereka,” kata Direktur Olahraga Barcelona Pep Segura.
Beban Bagi Xavi Simons
https://www.instagram.com/p/BlYoF0cAjSX/
“Dunia sudah mengenalnya lewat sosial media. Ketika Anda disebut sebagai sosok jenius baru di sepakbola, seluruh dunia memasang mata. Entah itu Spanyol, Belanda, Tiongkok, Rusia, semuanya,” kata mantan pemain tim nasional Belanda, Orlando Engelaar.
Sampai musim kompetisi 2018/2019, sejatinya talenta seorang pemain masih dilihat dari penampilan di atas lapangan. Entah itu Jadon Sancho ataupun Callum-Hudson Odoi. Paling maksimal permainan Football Manager mungkin. Tapi memasuki generasi baru seperti Xavi Simons, semua sudah berubah.
Cuplikan dari Youtube atau Instagram sudah cukup untuk bisa mengangkat nama. Sialnya, mungkin masih butuh waktu cukup lama agar Simons dapat membuktikan dirinya bukanlah sekedar artis Instagram.