Pembantaian terjadi di London Utara. Tuan rumah, Tottenham Hotspur, harus tertunduk malu setelah ditekuk Bayern Munchen 2-7 pada pertandingan kedua fase grup Liga Champions 2019/2020. Partai itu menciptakan beberapa rekor baru. Baik untuk Tottenham ataupun Bayern.
Selisih lima gol menjadi keunggulan terbesar yang pernah dicatat Bayern Munchen sepanjang sejarah mereka tandang ke Inggris. Untuk pertama kalinya, Tottenham kebobolan tujuh gol di kandang sendiri dalam sebuah pertandingan turnamen besar.
Hasil ini juga menjadikan the Lilywhites sebagai klub asal Inggris dengan rekor kebobolan terbanyak di laga antar klub Benua Biru dalam 24 tahun terakhir. Rekor sebelumnya juga mereka yang ciptakan.
Lebih dari dua dekade lalu, Tottenham juga merasakan hal serupa. Kalah 8-0 dari 1.FC Koln di ajang Piala Intertoto 1995. Untungnya, Intertoto tidak dianggap sebagai kompetisi besar di Benua Eropa. Hanyalah sebuah ajang sampingan. Tanpa gelar juara ataupun piala untuk diperebutkan.
FOTO: Independent
Membuat keadaan semakin parah, empat dari tujuh gol Bayern ke gawang Tottenham dicetak mantan pemain akademi Arsenal, Serge Gnabry. “Mencetak empat gol memberikan perasaan yang luar biasa. Sulit untuk diutarakan dengan kata-kata. Tapi saya yakin suporter Arsenal akan sangat senang dengan apa yang mereka lihat hari ini,” kata Gnabry.
Pochettino pun mengakui keunggulan Bayern di Tottenham Hotspur Stadium. “Mereka memiliki pemain yang begitu ganas di depan gawang. Itu menjadi pembedanya. Saya merasa kecewa. Perasaan saya saat ini kacau. Waktu Anda kebobolan tujuh gol dan masih harus tetap berdiri, itu akan sangat sulit,” ungkap nakhoda asal Argentina tersebut.
“Saat ini saya tak berbicara dengan para pemain. Setelah kekalahan seperti itu, bukanlah saatnya untuk berteriak-teriak. Semuanya juga merasakan kekecewaan yang sama. Kami tentu akan menganalisa lagi pertandingan ini dan berusaha jadi lebih baik. Tapi saat ini fokusnya adalah psikologis pemain. Apabila harus membahasnya sekarang, itu hanya akan memperkeruh keadaan,” jelasnya.
Setelah menembus final Liga Champions 2018/2019, kondisi Tottenham saat ini menurun drastis. Hasil melawan Bayern membuat mereka terancam terhenti di fase grup. Hanya mengoleksi satu poin dalam dua pertandingan. Hanya mencetak empat gol dan kebobolan sembilan kali. Masa depan Pochettino di London pun semakin suram.
Memori Intertoto 1995
Tapi dari ucapannya setelah pertandingan, ada hal penting yang diangkat oleh Pochettino. Kekalahan besar dari Bayern ini tentu akan mempengaruhi psikologis pemain. Fokus pada hal itu akan menjadi satu-satunya jalan bagi mereka untuk bisa bangkit.
Pasalnya, para pemain Tottenham yang merasakan kekalahan dari Koln di 1995 masih merasakan trauma pertandingan tersebut bertahun-tahun kemudian. “Ketika itu kami adalah kumpulan pemain remaja melawan pemain-pemain level Piala Dunia,” aku Chris Day yang memunggut bola delapan kali dari gawangnya.
“Saya bahkan ditegur Bodo Ilgner –penjaga gawang Jerman di Piala Dunia 1990 dan 1994- karena pemanasan di area lapangan yang salah. Itu merupakan pertandingan yang aneh di buku rekor. Tim cadangan Tottenham kontra sekumpulan pemain level dunia,” lanjut Day.
“Pertandingan itu membuat saya jadi bagian dari sejarah klub. Waktu itu, saya sudah memasuki akhir karier. Kemudian Tottenham datang dan mengajak saya bermain di Piala Intertoto. Awalnya saya tak merasa itu hal yang buruk. Tapi saya juga tak ikut persiapan,” ungkap Alan Pardew.
“Kami benar-benar hanya sekumpulan pemain muda, cadangan, dan cabutan. Ada Chris Hughton juga di bangku cadangan. Anehnya, saya tidak melihat Gerry Francis [nakhoda Tottenham]. Mungkin ia menyaksikan di tempat berbeda. Mungkin di tribun,” lanjut Pardew.
Meskipun mengaku terhibur dengan memori dari Koln, Pardew juga ingin melupakan laga yang telah mengakhiri kariernya sebagai pemain profesional. Setelah dibantai 8-0 oleh Bruno Labbadia dan kawan-kawan, Tottenham mendapat larangan tampil di kompetisi antar klub Eropa selama semusim. Menurut UEFA, the Lilywhites telah mencederai sportivitas dengan menurunkan pemain yang jauh lebih lemah.
Turnamen yang Tidak Diinginkan
FOTO: Mirror
Kenyataannya, ketika itu Tottenham memang tidak mau bermain di Piala Intertoto. Tapi, Inggris wajib mengirim wakil jika tak mau disanksi. The Lilywhites pun mewakili negara dengan pemain seadanya. Mendatangkan gelandang 34 tahun, David Bryne, meminjam bek divisi empat, Mark Newson, serta Ian Sampson.
“Ketika itu kami memang tidak ada rencana untuk main di kompetisi antar klub Eropa,” aku Francis. “Kami duduk di peringkat tujuh klasemen akhir musim sebelumnya dan mencapai semi-final Piala FA. Tidak ada keharusan bermain di Piala Intertoto. Namun kemudian kami diancam,” lanjutnya.
“Kondisinya, kami kekurangan pemain. Tapi kami mencari pemain yang bisa bermain sesuai dengan standard tim. Tak semua berhasil didapatkan. Beruntung, ada nama-nama yang siap membantu seperti Alan Pardew,” jelas Francis. Piala Intertoto 1995 adalah kompetisi yang tidak ada dijadwal Tottenham. Tak ingin mereka mainkan. Tapi memori dari kekalahan 8-0 atas Koln masih terbayang bertahun-tahun kemudian.
Anak-anak asuh Pochettino yang memang punya ambisi dan niatan main di Liga Champions pasti akan merasa lebih terpukul lagi dibandingkan senior mereka. Jadi, meskipun menelan kekalahan besar nan memalukan, upaya Pochettino untuk fokus pada psikologis pemainnya patut mendapatkan apresiasi.