Rasanya Menjadi Kiper Cadangan

Ada hal yang membingungkan ketika Lee Grant bergabung bersama Manchester United pada 3 Juli 2018. Pertama, Grant sudah bukan di puncak performanya. Ia cuma main tiga kali di Premier League pada musim terakhirnya bersama Stoke City. Kedua, United sudah punya jajaran kiper berkualitas: David De Gea, Sergio Romero, dan Joel Castro Perreira.

Pada akhirnya, Joel Castro yang dipinjamkan ke Vitoria de Setubal di Liga Portugal. Namun tetap saja, jabatan sebagai kiper ketiga bukanlah pilihan yang tepat. Bahkan, Sergio Romero, sebagai kiper kedua, sulit untuk menggeser De Gea di pos kiper utama. Bagaimana dengan kiper ketiga?

Pos penjaga gawang memang sering dianggap sebagai posisi yang paling kesepian di atas lapangan. Namun, tidak ada yang lebih kesepian dari pos sebagai penjaga gawang cadangan. Mereka sadar kalau peluang dimainkan amatlah kecil. Tapi mereka juga harus dalam kondisi yang siap, andai kiper pertama tak bisa main.

Paradoks “Kurang Pengalaman”

Ini yang dialami oleh Carlo Nash, mantan kiper Manchester City. Ia bermain di 276 pertandingan di semua kompetisi; sebuah angka yang cukup banyak. Namun, menjadi sangat sedikit dibandingkan dengan kariernya di sepakbola yang mencapai 21 tahun! Kalau dirata-ratakan, Nash hanya bermain 13 kali setiap musimnya.

Nash sempat menjadi kiper utama ketika menjaga gawang Stockport County pada 1998 hingga 2000. Namun, setelahnya, ia bukanlah pilihan utama.

“Menjadi nomor dua bukanlah pilihanku, tapi begitulah adanya dan aku tahu apa yang diperlukan untuk mengatasinya, baik secara mental, maupun fisik,” kata Nash.

Nash merasa kecewa dengan jumlah pertandingan yang ia mainkan. Akan tetapi ia sadar bahwa kiper nomor satu di timnya memang kiper berkualitas internasional.

“Kecuali mereka cedera, aku tak akan bertanding, dan sayangnya buatku, itu adalah sesuatu yang jarang. Tapi aku bersyukur atas karier yang kumiliki dan kupikir, aku menghargainya lebih dari mereka yang telah melalui sistem akademi,” kata Nash.

Karier Nash bermula ketika pemandu bakat Crystal Palace menemukannya saat ia bertanding buat Clitheroe di final FA Vase di Wembley. Bersama Palace, ia menjadi pilihan utama di bawah mistar dan membawa tim yang bermarkas di Selhurst Park tersebut ke Premier League.

Capaiannya itu ternyata tak dilihat serius oleh sang manajer, Steve Coppell, yang memilih mendatangkan Kevin Miller dari Watford, dan memberi tampuk kiper utama padanya.

“Ini dapat dimengerti dari sudut pandang manajerial, karena mereka menginginkan pemain yang lebih banyak pengalaman. Tapi saat itu hanya ada ruang untuk tiga pemain pengganti jadi saya bahkan tidak mendapat tempat di bangku cadangan,” kata Nash.

Alhasil, Nash lebih sering tak bermain. Ia pun jarang berada di bangku cadangan karena jatah pemain di bench yang hanya tiga orang. Karena ini, ia tak sekalipun main di Premier League, Piala FA, dan Piala Liga bersama Palace.

Namun, momen itu seperti menjadi titik henti dalam kariernya. Nash bergabung dengan Manchester City pada Januari 2001. Ia cuma bermain enam kali di Premier League, sebelum City degradasi ke Championship.

Di Divisi Kedua Liga Inggris ini, Nash dipercaya main 24 kali dan membantu tim arahan Kevin Keegan ini kembali promosi ke Premier League. Namun, manajer memberi kejutan tak menyenangkan buat Nash: merekrut Peter Schmeichel buat musim 2002/2003.

Nash merasa kecewa tapi ada berkah karena ia berlatih bersama kiper terbaik versinya. Di akhir musim, ia pindah ke Middlesbrough untuk menjadi pelapis Mark Schwarzer. Kepindahannya ke Preston North End pada Maret 2005 tak lain karena ia ingin dimainkan.

Usai dari Preston, Nash melanglangbuana ke Wigan, Stoke City, Everton, dan berakhir di Norwich City. Sejak itu pula, Nash main di tim Premier League tapi tak pernah sekalipun diturunkan.

Kalau alasan mengapa Nash tidak diturunkan adalah karena ia tak berpengalaman, ini bagaikan sebuah paradoks. Klub ingin kiper berpengalaman, sementara Nash tak punya pengalaman bertanding. Di sisi lain, kalau klub tak memainkan Nash, maka dari mana pengalaman Nash akan didapat?

Nash saat ini menjadi pelatih kiper Salford City. Ia bilang kalau menjadi penjaga gawang itu berbeda dengan posisi lainnya di sepakbola.

“Anda harus menunggu kesempatan dan menjadi sulit untuk menunjukkan seberapa berharganya Anda. Kecuali jika ada cedera pada kiper utama Anda tahu Anda adalah peran pendukung. Hal ini sulit untuk diambil, tetapi seseorang harus melakukannya, dan melakukannya dengan kemampuan terbaik mereka,” kata Nash.

Kiper adalah Olahraga yang Berbeda

Kiper berbeda dengan 10 pemain lain di atas lapangan. Ini bisa terlihat dari bagaimana cara mereka berlatih yang biasanya dipisahkan dengan pemain lainnya. Hal ini juga diakui oleh Richard Lee, yang mencatatkan 92 pertandingan liga buat Watford meski menghabiskan delapan musim di sana.

“Banyak di antaranya bersifat psikologis karena penjaga gawang pada dasarnya adalah olahraga yang berbeda dengan apa yang dimainkan para pemain lain di lapangan.

“Ini adalah posisi yang aneh dan seperti menjadi wasit dalam beberapa hal: jika Anda tidak di-notice, Anda mungkin bermain bagus, tapi saat membuat satu kesalahan, kritik pun bermunculan,” kata Lee.

Kesalahan yang dimaksud Lee terjadi saat ia membuatnya di pertandingan semifinal babak play-off Divisi Championship menghadapi Hull City, pada 2008.

“Saya cukup kesusahan selama enam bulan setelah pertandingan melawan Hull. Ini sedikit klise, tapi sesuatu yang tidak membunuhmu, bisa membuatmu lebih kuat. Jika saya akan terus bermain sepakbola, saya tahu saya harus menghadapi pikiran negatif yang merusak diri sendiri ini,” kata Lee.

Lee menyebut kalau perasaan kecewa adalah bagian dalam kehidupan kiper nomor dua. Ia menyebut kalau sebenarnya tak punya masalah dengan kiper yang lain. Tapi, ada hal personal yang cuma dirasakan kiper cadangan. Salah satunya, saat tim menang tipis 1-0, ia tak merasa menjadi bagian dari kemenangan itu, tapi di saat yang sama ia juga merasa bahagia buat rekan-rekannya yang lain.

“Anda duduk di bangku cadangan pada pertandingan demi pertandingan, tetapi Anda harus selalu mengingatkan diri sendiri bahwa hari ini bisa menjadi harinya. Lihat Nick Pope, yang dilepas Ipswich Town, dan David Seaman yang dibiarkan pergi oleh Leeds United. Ada garis tipis antara mereka yang berhasil dengan yang tidak,” kata Lee.

Sumber: Planet Football.