Dasar sekumpulan lesbian.
Mei 2015, Ketua Sepakbola Amatir Italia (LND) Felice Belloli dengan lantang menolak untuk memperhatikan kaum perempuan di negaranya. “Cukup. Hal ini tidak dapat terus-menerus dibahas. Untuk apa kita selalu membicarakan uang untuk sekumpulan lesbian,” katanya.
Tak lama setelah ucapan Belloli beredar di berbagai media, asosiasi sepakbola Italia (FIGC) mendepak Belloli dari jabatannya. Hanya selang empat tahun dari kejadian tersebut, ‘para lesbian’ yang disebut Belloli akan tampil di Piala Dunia 2019.
Untuk pertama kalinya sejak 1999, tim nasional Italia akhirnya kembali mewarnai Piala Dunia Perempuan. Lolos dari babak kualifikasi sebagai pemuncak klasemen, mengungguli Belgia dan Portugal yang dibela pemain-pemain dari kesebelasan ternama seperti Claudia Neto, Tessa Wullaert (Wolfsburg), dan Dolores Silva (Atletico Madrid).
Azzurre -julukan tim nasional Italia- mengandalkan pemain-pemain liga domestik yang minim pengalaman internasional. Namun mereka berhasil meraih tujuh kemenangan dari delapan pertandingan kualifikasi.
Keberhasilan itu tidak lepas dari keseriusan FIGC sebagai asosiasi membangun sepakbola perempuan di Negeri Pizza. Bukan hanya mendepak Belloli yang melakukan diskiriminasi kepada para atlet perempuan, mereka juga lebih melibatkan kaum Hawa di lapangan.
Menurut laporan pada 2018, Italia berhasil memproduksi 11.891 pesepakbola perempuan yang berusia di bawah 17 tahun. Mereka juga lebih membuka akses ke tim nasional hingga memikat mata 178 juta penonton untuk Piala Eropa 2017. Lebih dari itu, FIGC juga mulai menaungi liga sepakbola perempuan.
Liga perempuan di Italia sudah ada sejak era 70-an. Namun mereka baru diurus oleh FIGC pada 2018. Sebelumnya, FFIUAGC dan FICF yang menaungi sektor tersebut. Dengan FIGC sebagai asosiasi tertinggi sepakbola perempuan Italia, kesebelasan-kesebelasan tenar yang sebelumnya absen dari liga pun ikut membentuk tim.
Jelang Piala Dunia 2019, Azzurre mulai diisi oleh pemain-pemain dari Juventus, AS Roma, dan AC Milan. Sebagai klub, ketiga kesebelasan itu memiliki popularitas yang mendunia. Tapi, divisi perempuan mereka tergolong baru. Juventus yang tertua setelah membentuk kesebelasan perempuan mereka satu tahun sebelum AC Milan dan AS Roma (2017).
Jangan salah, Azzurre merupakan langganan turnamen antar negara Benua Biru. Akan tetapi, sebelum Juventus dan lain-lain membangun kesebelasan perempuan, tim nasional Italia diisi oleh pemain-pemain dari Torres Calcio ataupun UPC Tavagnacco. Kesebelasan-kesebelasan yang asing di telinga dunia.
Putri Tidur Bangun di Florence
Foto: ViolaNation
Meski kesebelasan perempuan Juventus, AS Roma, dan AC Milan terhitung baru. Mereka sebenarnya juga bisa disebut pionir. Terutama Roma, tempat kelahiran asosiasi sepakbola perempuan (FFIGC).
Menurut mantan pemain tim nasional Inggris, Sue Lopez, sepakbola perempuan di Italia sudah berkembang di kota-kota besar sejak akhir tahun 60-an. Ia bahkan sengaja datang ke Italia agar bisa mengenakan kostum Roma.
“Untuk apa ke Italia? Jelas untuk membela Roma. Mereka bermain dengan memanfaatkan penguasaan bola. Bermain dengan Lucia Gridelli dan Stephania Medri yang langganan tim nasional. Mereka luar biasa, Roma sudah biasa mengirim lima sampai enam pemain ke tim nasional,” kata Lopez.
Sejak liga dibentuk pada 1968, Real Juventus, Roma, dan ACF Milan sudah pernah menjadi juara. Namun, perlahan eksistensi mereka hilang karena kekurangan dukungan. ACF Milan bahkan dibubarkan pada 2013 karena masalah finansial. Padahal mereka masih menjuarai liga pada 1998/1999.
Dari semua kesebelasan Serie-A, satu memiliki kesadaran untuk membuat tim perempuan yang terintegrasi dengan divisi pria: Fiorentina.
“Italia menyukai sepakbola tanpa melihat jenis kelamin. Namun masih ada yang melihatnya sebagai olahraga khusus kaum maskulin. Hal itu tak berlaku bagi kami. Semuanya layak main sepakbola,” ungkap Sandro Mencucci.
Mencucci sebagai direktur eksekutif klub sadar bahwa mereka harus menggabungkan tim perempuan dengan pria. FIGC menuntut kesebelasan-kesebelasan di Italia untuk memberi ruang lebih kepada pemain perempuan. Namun kesebelasan yang tersedia hanya sedikit. Oleh karena itulah ia membentuk kesebelasan perempuan pada 2015.
“Bukan masalah perempuan tak bisa melakukannya sendiri. Namun, saat ini fasilitas tim pria lebih memadahi. Karena itu saya senang melihat Fiorentina memanfaatkan fasilitas dan dukungan suporter mereka untuk tim perempuan,” kata mantan Direktur Sepakbola Perempuan FIFA Tatjana Haenni.
“Selama ini sepakbola perempuan dilihat lebih rendah dari pada pria. Oleh karena itulah kita harus memutar otak untuk mengembangkannya,” lanjut Haenni melempar pujian ke Fiorentina sebagai kesebelasan Italia pertama yang menggabungkan tim perempuan dan pria.
Menanti Kebangkitan Ratu Sepakbola
Foto: Gentleman Ultra
Berkat Fiorentina, kesebelasan-kesebelasan populer lainnya mulai melakukan hal serupa. Belajar dari Fiorentina, Juventus, AC Milan, dan AS Roma kini kembali memiliki kesebelasan perempuan.
Inter Milan juga nampaknya akan segera menyusul ke Serie-A. Membentuk tim perempuan mereka pada akhir tahun 2018, Inter memulai perjalanan dari Serie-B. Hingga pekan ke-15 mereka berhasil menyapu bersih semua partai Serie-B 2018/19. Ungguli pesaing terdekat, Fortitudo Mozzecane dengan 14 poin.
All together!🖤💙 #amale #interwomen #senzafretta #senzatregua @Inter pic.twitter.com/4GnsFeoa9c
— Regina Baresi (@ReginaBaresi) February 16, 2019
Berbeda dengan era 60 atau 70-an, kesebelasan perempuan di Italia kini sudah menyatu dengan tim pria mereka. Dengan begitu, mereka memiliki kondisi keuangan yang stabil. Tak harus merasakan masalah finansial seperti ACF Milan.
Tim nasional Italia juga kembali menembus Piala Dunia. Bila saat berdiri sendiri saja Azzurre berhasil menguasai sepakbola perempuan selama dua dekade (1968-1988). Bagaimana dengan kondisi yang mereka miliki pada 2019?
Cepat atau lambat, Azzurre akan kembali ke habitat mereka. Menambah koleksi empat gelar juara dunia yang didapat di masa lampau.