Melepas Frenkie de Jong ke FC Barcelona, Ajax Amsterdam tidak kehilangan akal untuk mencari talenta baru. Gelandang asal Romania, Razvan Marin, dipercaya menjadi sosok yang tepat untuk menggantikan de Jong. Ditebus dengan dana sekitar 12 juta euro dari Standard Liege, harapan besar ada di pundak Marin.
Ajax sebenarnya bisa saja mempromosikan pemain-pemain muda yang bermain di divisi dua untuk menggantikan de Jong. Teun Bijleveld, Ryan Gravenberch, dan Dani de Wit tampil impresif di bawah asuhan Michael Reiziegler. Namun Marin sudah diincar Ajax sejak awal musim 2018/2019.
“Kami melihat kualitas Marin secara langsung saat bertemu Standard Liege pada babak kualifikasi Liga Champions. Sejak saat itu mata kami tidak pernah lepas darinya,” kata Kepala Pelatih Ajax Erik Ten Haag. Marc Overmars selaku direktur olahraga klub juga merasa gaya permainan Marin sangat mirip dengan de Jong.
“Salah satu kekuatan utama de Jong adalah giringan bolanya. Itu senjata dia. Marin punya gaya permainan yang sama dengan Marin,” kata Overmars. “Marin adalah pemain dinamis dan bisa menjadi penghubung antara satu sama lain,” tambah Ten Haag.
Pemain veteran tim nasional Belanda yang merumput di Belgia, Ruud Vormer, juga melihat hal yang sama dengan Ten Haag. “Marin adalah salah satu gelandang terbaik di Liga Belgia. Dirinya main secara dinamis. Bisa mengisi pos gelandang bertahan atau pengatur serangan dengan baik,” puji Vormer.
Jebolan ‘Akademi’ Terbaik Romania
Talenta Marin sebenarnya sudah tercium oleh Tottenham sejak masih bersergam Viitorul Constanta di Romania. Viitorul merupakan salah satu kesebelasan pencetak talenta handal di sana. Didirikan oleh legenda sepakbola nasional, Gheorghe Hagi, Viitorul merupakan tim yang menghasilkan nama-nama seperti Ianis Hagi (anak Gheorghe), Cristian Manea, serta Florinel Coman.
Ianis Hagi sempat membela Fiorentina sebelum dipulangkan ke Viitorul. Manea masuk ke dalam daftar incaran AS Roma. Sementara Coman dikaitkan dengan Chelsea. Viitorul tidak pernah kehabisan talenta karena Gheorghe Hagi memang fokus di pengembangan pemain-pemain muda.
“Ada negara-negara yang secara wilayah tergolong kecil atau sempit tapi menghasilkan talenta-talenta terbaik dunia. Belanda, Spanyol, itu yang saya contoh. Jika pihak federasi tidak hati-hati, sepakbola Romania bisa mati dalam satu dekade. Sepakbola adalah gairah hidup saya. Jadi saya mengambil risiko dan jika akademi ini [Viitorul] bisa menjadi contoh, itu sangat bagus,” kata mantan gelandang Barcelona itu.
Belajar dari Anak Gica
Foto: the18
Tidak semua pemain hasil didikan Gica -sapaan Gheorghe Hagi- mendapatkan kesuksesan instan. Ianis yang merupakan anaknya sendiri bahkan hanya tampil delapan kali dalam dua musim bersama La Viola. Tapi itu lebih kepada keputusan klub dibandingkan talenta Ianis.
“Saya sudah berlatih dengan keras. Dijanjikan untuk mendapatkan jam terbang atau diberi kesempatan sebagai pemain pinjaman di kesebelasan lain. Tapi hal itu tidak juga terjadi,” kata Ianis. Musim 2018/19, Ianis Hagi merupakan pemain paling produktif untuk Viitorul. Ia pun kembali diincar kesebelasan dari liga-liga ternama Eropa.
“[Ianis] Hagi tampil dengan sangat baik di Viitorul. Dia ahkan dipanggil untuk membela tim nasional. Saya rasa Fiorentina akan menyesal membiarkan Hagi pergi. Namun dia memang lebih cocok dengan gaya La Liga dibandingkan Serie-A,” kata jurnalis sepakbola Romania, Emanuel Rosu.
Nama Ianis Hagi kini diincar oleh Girona dan AS Roma. Tapi dirinya juga menjadi contoh bagaimana talenta muda bisa meredup jika terlalu terburu-buru pindah ke kesebelasan yang ada dua atau tiga level di atas tim sebelumnya.
Bukan berarti Viitorul merupakan kesebelasan yang bisa diremehkan. Baru lahir pada 2009, Puștii lui Hagi -julukan Viitorul- merupakan salah satu kesebelasan yang diperhitungkan di Liga Romania. Sama seperti FCSB dan CFR Cluj. Tapi menurut koefisien UEFA, ketika Ianis Hagi meninggalkan Viitorul, Romania ada di peringkat ke-24 dan dia langsung pindah ke Italia yang menempati posisi lima besar.
Bergerak seperti Razvan Marin dari Romania ke Belgia lebih masuk akal. Gica sendiri mengakui bahwa Marin merupakan contoh bagi pemain-pemain Romania. “Saya sudah memberikannya ucapan selamat. Dia patut menjadi contoh bagi pemain-pemain di sini. Pertama dia konsisten di Viitorul, lalu memperlihatkan kemampuan mentalnya bersama Standard Liege, kini ia mendapatkan Ajax,” kata Gica.
Amsterdam Tempat Transit Terbaik
Foto: Sporcle
Marin bukan hanya naik level, tapi dia juga memilih kesebelasan yang tepat untuk terus berkembang. Ajax dikenal hebat memaksimalkan talenta-talenta muda. Mereka juga tak ragu untuk melepasnya ke kesebelasan dari liga-liga top Eropa jika memang sudah saatnya untuk dilepas. Dengan kata lain, Ajax merupakan pintu Marin ke Premier League, La Liga, Serie-A, atau liga ternama lainnya.
Pemain kelahiran 23 Mei 1996 itu juga sadar akan hal tersebut. “Saya ingin jadi pemain yang lebih baik lagi. Semua orang tahu tentang Ajax dan pemain-pemain mudanya. Saat pergi dari sini, mereka membela kesebelasan-kesebelasan tenar dunia. Cristian Chivu salah satu contohnya. Saya sempat bicara juga dengan dia,” kata Marin ketika ditanya mengapa memilih Ajax sebagai pelabuhannya.
Marin sadar hidupnya di Amsterdam hanyalah sementara. Setelah itu nama-nama lain, mungkin dari akademi Ajax seperti Teun Bijleveld, Ryan Gravenberch, dan Dani de Wit dapat naik menggantikannya. Tapi selama mengenakan seragam Ajax, dia harus bisa menunjukkan kualitasnya untuk naik ke level berikutnya. Itulah yang akan ia lakukan.
“Chivu mengatakan kepada saya bahwa Ajax adalah tim terbaik untuk saat ini. Dia meminta saya untuk bermain baik di sini dan nantinya kesebelasan lain akan datang,” ungkap Marin.