Remontada Julen Lopetegui

Julen Lopetegui, bangkit setelah menjalani masa-masa suram sebagai pelatih (Foto: Eurosport)

Dalam budaya Spanyol, ada istilah yang disebut sebagai ‘remontada’ yaitu membalikkan keadaan setelah tertinggal. Barcelona pernah melakukan remontada ketika menang 6-1 melawan PSG tiga tahun lalu. Begitu pula dengan Juventus yang bisa bangkit dari ketertinggalan agregat dua gol melawan Atletico. Remontada paling membekas sudah pasti ketika Liverpool mengalahkan AC Milan pada 2005.

Semalam, giliran Julen Lopetegui yang merasakan makna dari sebuah kata remotanda. Sevilla berhasil mengalahkan Inter Milan dengan skor 3-2 di fina Liga Europa. Tertinggal melalui gol Romelu Lukaku, Los Nervionenses membalikkan keunggulan melalui Luuk de Jong. Sempat disamakan lagi oleh Diego Godin, namun Diego Carlos membuat Sevilla mempertajam rekor mereka di Liga Europa. Enam main, enam menang. 100 persen.

“Para pemain saya bermain sangat bagus. Mereka bekerja sangat keras. Mereka selalu menempatkan harapan dan hasrat ketika bermain. Titel ini saya persembahkan untuk mendiang Jose Reyes, Antonio Puerta, dan semua pemain yang mencintai klub ini. Gelar ini untuk semua pemain Sevilla yang membantu kami dari surga,” ujarnya.

Remontada yang dimiliki Lopetegui bukan karena timnya melakukan comeback. Dalam pertandingan di Cologne tersebut, mereka dua kali unggul dan bermain sangat baik. Mereka tidak merasakan betapa pedihnya tertinggal dua sampai tiga gol lalu menjalani menit-menit yang membuat jantung berdegup kencang.

Remontada untuk Lopetegui dapat diartikan sebagai bangkit dari keterpurukan dalam kariernya sebagai seorang pelatih. Ia pernah merasakan sakitnya dihujat satu negara setelah apa yang sudah ia berikan sepanjang kariernya sebagai pelatih tim muda. Ia juga merasakan keterpurukan saat melatih tim kelas dunia.

“Anda harus tahu bagaimana rasanya menghadapi situasi sulit dan mengatasinya. Ini adalah perasaan bahagia yang luar biasa,” ujarnya.

Sebelum membawa Sevilla juara, Lopetegui pernah menjelma sebagai pelatih yang diperhitungkan di kancah Eropa. Takdir yang cukup adil mengingat kariernya sebagai seorang pemain tidak terlalu bagus. Meski pernah memperkuat Real Madrid dan Barcelona, namuna ia tidak pernah bermain hingga sepuluh pertandingan. Logrones dan Rayo Vallecano adalah tim yang pernah ia perkuat lebih dari 100 laga.

Ia membawa Spanyol juara Euro U-19 pada 2012. Setahun kemudian, giliran Spanyol U-21 yang merasakan nikmatnya menjadi juara bersama Lopetegui. Lepas dari tugas bersama negara, ia kembali melatih klub. Bukan klub Spanyol melainkan klub Portugal, FC Porto. Catatan apik pernah ia buat bersama Porto. Lopetegui tidak terkalahkan di Liga Champions 2014/2015 dan sempat mengalahkan Bayern Munich asuhan Pep Guardiola.

Lopetegui tidak pernah membawa Porto menjadi juara. Namun, rasio kemenangan yang mencapai hampir 70 persen membuat jalannya menuju timnas Spanyol terbuka. Ia ditunjuk menjadi pengganti Vicente del Bosque yang gagal pada Piala Dunia 2014 dan Euro 2016.

Bersama La Roja, Lopetegui semakin bersinar. Sembilan dari sepuluh laga kualifikasi Piala Dunia 2018 berakhir dengan kemenangan. Harapan penggemar Spanyol untuk melihat negaranya kembali berjaya pelan-pelan mulai timbul.

Segala cerita indah berubah ketika Real Madrid tiba-tiba mengumumkan kalau Lopetegui akan menjadi pelatih mereka setelah Piala Dunia berakhir. Sayangnya, pengumuman tersebut dikeluarkan Real Madrid dua hari sebelum Piala Dunia dimulai. Lopetegui sendiri baru mengumumkan telah menerima tawaran Real Madrid, lima menit sebelum klub barunya tersebut membuat pengumuman.

Federasi Spanyol murka. Lopetegui dianggap tidak punya etika dan tidak menghormati timnas Spanyol. Padahal ia baru memperpanjang kontrak hingga 2020. Inilah yang membuatnya diberhentikan sebagai pelatih kepala Spanyol.

“Kami tidak punya toleransi terhadap hal yang menyinggung nilai etik kami. Ini menjadi situasi yang sangat sulit dan menyakitkan. Kami sebenarnya ingin Julen membawa Spanyol memenangi Piala Dunia,” kata Presiden federasi sepakbola Spanyol, Luis Rubiales.

Hujatan menimpa Lopetegui saat itu. Ia pernah disebut pengkhianat oleh Jose Maria Garcia, jurnalis Spanyol. Ia juga menambahkan kalau Lopetegui adalah orang yang egois dan tidak setia. Sumpah serapah penggemar Spanyol tersebut seolah mengiringi perjalanan buruk Lopetegui ketika melatih Real Madrid.

Hanya dalam waktu empat bulan, Lopetegui kembali dipecat. Kekalahan Real Madrid dari Barcelona 5-1 yang membuat kariernya berakhir singkat di Santiago Bernabeu. Los Galacticos memang bermain buruk bersama Lopetegui. Dari 10 laga, hanya 14 gol yang bisa mereka cetak. Enam kekalahan dari 14 laga jelas tidak bisa diterima untuk tim sekelas Real Madrid.

“Pemecatan yang kami buat merupakan sebuah bentuk rasa tanggung jawab sebagai upaya untuk membawa perubahan bagi tim utama ketika semua target bisa dicapai. Belum pernah dalam sejarah Real Madrid meraih hasil seperti ini,” kata pernyataan resmi mereka. Sebuah kalimat yang begitu pedas jika dibaca lebih dalam. Lopetegui kemudian menjalani pengasingan selama delapan bulan sebelum kembali ke kursi pelatih dengan menjadi juru racik Sevilla menggantikan Pablo Machin.

Hidup memang seperti roda yang berputar. Kadang seseorang bisa berada di atas, kadang bisa berada di bawah. Lopetegui kini merasakan nikmatnya berada di atas dengan membawa trofi Europa League yang membuatnya sejajar dengan Juande Ramos dan Unai Emery. Tangisnya pecah ketika ia mengetahui kalau ini menjadi raihan besar dalam kariernya setelah dua tahun penuh gejolak. Kini, Lopetegui berharap untuk bisa berada di atas bersama Sevilla dalam waktu yang cukup lama.