Roberto Rojas, dan Sepakbola yang Berdarah-darah

Buat pesepakbola, membela timnas adalah capaian tertinggi dalam kariernya. Soalnya, pada fase itu, mereka sudah tidak lagi memikirkan materi. Yang ada di kepala mereka adalah kebanggaan atas nilai-nilai nasionalisme yang mereka miliki.

Hal senada yang juga ada di kepala Roberto Rojas. Ia mengerahkan segalanya, agar bisa membanggakan timnas Chile yang ia bela. Sampai-sampai ia harus menganggung akibat atas perilakunya sendiri.

Rojas lahir dan besar di Chile. Ia mengawali kariernya pada 1976 bersama Aviacion. Ia sempat membela Colo-Colo dari 1983 hingga 1987. Di sana, ia berhasil meraih gelar juara nasional pada 1983 dan 1986.

Kariernya menanjak ketika kesebelasan Brasil, Sao Paulo, tertarik merekrutnya. Apalagi, ia main bagus buat timnas Chile di Copa America 1987. Namun, ia hanya bertahan dua tahun di Brasil sebelum akhirnya pensiun. Sebenarnya, usianya saat itu masih 32 tahun, tapi ada satu momen pemantik di mana ia enggan bermain bola lagi.

Momen itu hadir pada 1989 ketika Rojas mengawal gawang Chile pada babak kualifikasi Piala Dunia 1990. Lawannya adalah Brasil, negara tempatnya mengadu nasib. Ia bertanding di Rio de Janiero di Stadion Maracana.

Pertandingan itu merupakan momen menentukan buat Chile. Mereka harus menang apapun yang terjadi. Kalah ataupun seri akan membuat mereka gagal lolos ke Piala Dunia 1990.

Ketika itu, Chile tertinggal 0-1. Sekitar menit ke-70, Rojas tiba-tiba saja terjatuh sembari memegangi dahinya. Sebuah kembang api, dilemparkan dari tribun oleh penggemar Brasil bernama Rosenery Mello do Nascimento, menyala dekat dengan Rojas.

Ketika itu, terlihat bahwa Rojas agaknya terkena lempara kembang api tersebut. Insiden ini tentu saja menggembirakan buat Chile. Soalnya, bisa saja pertandingan dihentikan dan Brasil dianggap kalah sebagai hukuman dari FIFA.

Rojas terlihat begitu meyakinkan. Dahinya berdarah, sampai-sampai ia harus digotong ke luar lapangan. Rekan-rekannya enggan melanjutkan pertandingan karena merasa kondisi di stadion tidak aman. Pertandingan pun tak selesai.

Para pemain serta ofisial Chile, yang dikomandoi kapten tim, Fernando Astengo, meninggalkan lapangan sebagai bentuk protes. Wasit berkebangsaan Argentina, Juan Carlos Loustau, gagal membujuk mereka untuk kembali melanjutkan pertandingan.

Keesokan harinya, stasiun televisi menyiarkan gambar dan sejumlah foto yang mengungkapkan bahwa suar yang dilemparkan oleh penggemar Brasil tidaklah mengenai Rojas. Namun, mendarat beberapa meter jauhnya.

Bukti ini sudah cukup untuk menyeret Rojas sebagai pelaku penipuan. Apalagi, pada dahinya tidak ada tanda-tanda terbakar atau bubuk mesiu. Lantas, mengapa dahinya berdarah?

Setelah melalui rangkaian investigasi, ditemukan fakta bahwa Rojas cedera bukan karena lemparan suar. Setelah diinterogasi, Rojas akhirnya mengakui kalau dirinya menyilet dahinya sendiri dengan menggunakan silet yang ia sembunyikan di sarung tangannya.

Pelatih Chile, Orlando Aravena, sengaja meminta Rojas dan dokter tim, Daniel Rodriguez, untuk tetap berada di lapangan agar membuat pertandingan dihentikan, dan memberikan kemenangan buat Chile, atau dilakukan pertandingan ulang di tempat netral, atau mendiskualifikasi Brasil.

10 hari setelahnya, FIFA memutuskan bahwa Rojas harus dihukum selama-lamanya dari sepakboal profesional. Selain itu, Chile juga dihukum tak bisa mengikuti Piala Dunia 1994 karena sengaja meninggalkan pertandingan.

Sebagai tambahan, FIFA juga memutuskan bahwa pertandingan yang tak usai itu, dimenangi oleh Brasil dengan skor 2-0. Sebagai tambahan, Presiden Sepakbola Chile, Sergio Stoppel, Aravena, Astengo, dan Rodriguez, mendapatkan hukuman oleh FIFA.

Berdasarkan penyelidikan, Aravena ternyata menyuruh Rojas dan Rodriguez lewat walkie-talkie, untuk tetap di lapangan, dan Rojas meninggalkan lapangan dengan tandu. Astengo, juga dihukum tak boleh bermain sepakbola selama lima tahun ke depan, karena memutuskan untuk membubarkan tim dari lapangan.

Aksi yang dilakukan oleh Rojas ini berdampak besar, bukan cuma buat dirinya tapi juga buat timnas Chile. Namun, pada 2001, setelah memberikan permohonan maaf, hukuman Rojas dihapuskan oleh FIFA.