Ruben Sosa, El Principito yang Tak Pernah Benar-Benar Jadi Besar

Dia dijuluki El Principito atau Pangeran Kecil, oleh para penggemarnya di Uruguay, menyusul rekan senegaranya, Enzo Francescoli yang disebut El Principe, alias Sang Pangeran. Rekannya itu memang lima tahun lebih tua, dan lebih tinggi hampir empat inci, selain lebih dikenal di level internasional; meskipun Ruben Sosa sebenarnya lebih sukses jika melihat perjalanan kariernya, terutama di Eropa.

Bertubuh pedek dan gempal, dengan tinggi hanya lima kaki delapan inci, Sosa merupakan penyerang kidal dengan kecepatan luar biasa yang membuat banyak pemain bertahan tak berdaya. Gerakannya juga lincah, dengan keterampilan dan akselerasi yang baik. Makanya, dia dikenal sebagai salah satu penyerang Uruguay terbaik dalam 30 tahun terakhir, meski Sosa tak pernah benar-benar jadi besar.

Dari Uruguay ke Spanyol

Lahir di Montevideo, ibukota Uruguay, pada 25 April 1966, Sosa memulai kariernya bersama Danubio pada usia 15 tahun, di awal 1982, dan menjadi salah satu pemain termuda di divisi utama Uruguay. Setahun kemudian, dia turut membantu timnya memenangkan Liguilla Pre-Libertadores de America, turnamen kualifikasi antar negara untuk menentukan klub berhak mendapat tiket Copa Libertadores.

Hanya dalam tiga musim, dengan 72 penampilan dan 27 gol di liga domestik, Sosa berhasil menarik perhatian sepakbola Eropa. Petualangannya di benua biru pun dimulai dari La Liga Spanyol, bersama Real Zaragoza. Pada musim perdana, dia sukses membantu tim mengalahkan Atletico Madrid untuk finish di posisi empat, setelah mereka selalu gagal menembus lima besar di tiga musim sebelumnya.

Mereka juga melaju jauh di Copa del Rey musim 1985/1986 itu, mengalahkan Barcelona di laga final. El Principito mencetak satu-satunya gol, dengan tendangan bebas membentur dinding pertahanan lawan. Itulah trofi domestik pertama Zaragoza selama 20 tahun terakhir. Pada musim terakhirnya di Spanyol, Sosa membukukan 18 gol liga, menunjukkan sinar terangnya di Eropa dalam usia 22 tahun.

Menanjak di Italia

Kenangan terindah Sosa tak diragukan lagi berasal dari masa bersama klub kesayangannya Nacional, di Uruguay, pada periode 1997-2001. Namun, para penggemar di seluruh dunia mungkin akan lebih mengingat kepahlawanannya di Serie A Italia bersama Lazio dan Inter Milan. Musim panas 1988, dia memulai awal dari kariernya yang semakin menanjak, di Negeri Pizza setelah meninggalkan Zaragoza.

Pada masa itu, bintang Argentina, Diego Maradona yang dikalahkannya di semi final Copa America 1987 untuk membawa Uruguay meraih trofi juara, sedang bersinar bersama Napoli, memenangkan Scudetto dan Coppa Italia dua musim sebelumnya. Namun, Sosa mengukir namanya sendiri di Lazio, khususnya sebagai spesialis bola mati, bersama bintang seperti Luigi Di Biagio dan Paolo Di Canio.

Meskipun gagal meraih trofi di kota Roma, tapi Sosa sukses mencetak delapan gol Serie A di masing-masing dua musim pertamanya, serta torehan 11 dan 13 gol pada tahun ketiga dan keempat, untuk membuatnya direkrut Inter pada 1992. Bersama Walter Zenga, Giuseppe Bergomi, Nicola Berti, dan Toto Schillaci, Sosa mulai memainkan sepak bola terbaik dalam kariernya, jadi penantang gelar juara.

Di musim perdananya, I Nerazzurri jadi runner-up liga di bawah rival sekota, AC Milan yang diperkuat barisan Franco Baresi, Paolo Maldini, Demetrio Albertini, hingga trio Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten. Sosa sendiri mampu membuktikan dirinya pantas menggantikan Jurgen Klinsmann yang baru saja pergi; dengan mencetak 20 gol, dan menjadi pencetak gol terbanyak klub di Serie A.

Jadi Juara Eropa

Meski terpuruk di liga pada musim 1993/1994, mereka bermain bagus di Piala UEFA. Bersama Dennis Bergkamp, Sosa di usia 28 tahun berhasil membawa Inter mengangkat trofi, setelah mengalahkan Austria Salzburg dengan agregat 2-0 dalam dua leg partai final, untuk jadi juara Eropa meski hanya di kasta kedua. Musim itu, dia juga kembali menjadi pencetak gol terbanyak klub di liga dengan 16 gol.

Juara Piala UEFA, kini Europa League, itu jadi satu-satunya trofi yang diraihnya bersama Inter, dan satu-satunya selama berkarier di Italia. Tapi, Sosa sangat menikmati kariernya di sana. “Saya punya kenangan indah di Inter, bermain di panggung seperti San Siro. Para penggemar biasa meneriakkan nama saya saat saya mencetak gol, dan itu adalah salah satu tim terpenting bagi saya,” kenangnya.

Sosa bertahan hingga akhir musim 1994/1995, sebelum dia kembali memenangkan Copa America lebih sebulan kemudian; meski hanya duduk di bench pada semi final dan final. Setelah itu, kariernya masih berlanjut bersama Borussia Dortmund di Bundesliga Jerman, walaupun sejak itu tak ada lagi panggilan timnas di usia yang masih 29 tahun tersebut; setelah sempat tampil di Piala Dunia 1990.

Di Jerman, meski hanya semusim, Sosa sempat merasakan jadi juara liga di Eropa. Dia lalu kembali ke Spanyol bersama tim promosi CD Logrones selama semusim lagi, sebelum pulang ke Uruguay untuk menjemput kesuksesan yang tertunda di tanah kelahirannya. Empat musim bersama Nacional, Sosa memenangkan tiga trofi liga domestik, sekaligus jadi pencetak gol terbanyak pada 1998, begitu juga di Copa Libertadores 1999. Lalu, main di China, sebelum kembali ke Nacional dan pensiun pada 2006.

Sumber: These Football Times