Saat Turnamen Resmi Diminta Mengalah Demi Ajang Pra Musim

Foto: PSSI.org

Keputusan mengejutkan dibuat oleh Greg Clarke selaku chairman dari FA. Greg memutuskan untuk memundurkan babak 16 besar Piala FA 2018/20 19 pada pertengahan 2019 mendatang. Alasan Greg menunda turnamen tertua di dunia tersebut dikarenakan FA meminta seluruh kesebelasan Premier League untuk mengikuti turnamen Barclays Asia Trophy.

Tentu saja, cerita tersebut hanyalah fiktif semata yang tiba-tiba muncul dalam imajinasi liar saya. Aneh rasanya jika negara dengan tatanan sepakbola rapi dan teratur seperti Inggris, memutuskan untuk memprioritaskan turnamen pra musim ketimbang ajang resmi yang diakui dunia internasional. Bisa-bisa kredibilitas para anggota FA akan dipertanyakan oleh banyak pihak.

Lucunya, kisah tersebut benar-benar terjadi. Sialnya hal tidak lazim seperti ini justru terjadi di Indonesia. Turnamen resmi, yang diakui oleh FIFA maupun AFC, dikalahkan oleh turnamen pra musim yang seharusnya hanya menjadi ajang pemanasan bagi tim-tim peserta untuk mempersiapkan diri jelang kompetisi sesungguhnya.

Kompetisi Piala Indonesia 201820/19 sudah memasuki babak 32 besar. Mulai Februari nanti, leg kedua babak 32 besar siap digelar. Mengingat turnamen ini seperti dipaksakan untuk ada di tengah ruwetnya masalah penjadwalan, ketidakjelasan laga Persebaya vs Persinga Ngawi contohnya, maka keberhasilan mereka menggelar turnamen hingga babak 32 besar, merupakan pencapaian yang patut diapresiasi.

Namun, selepas babak 32 besar selesai digelar, turnamen yang terakhir dimenangi oleh Persibo Bojonegoro ini tidak akan berlanjut ke babak 16 besar. Alasannya pun sangat mengejutkan yaitu untuk memberikan jalan agar PSSI bisa menggelar Piala Presiden 2019. Hal ini tentu saja membuat waktu berakhirnya Piala Indonesia kembali molor.

“Sebenarnya Piala Presiden tidak terjadwal pada tahun ini, tapi karena sponsor ingin ada kesinambungan dengan tahun sebelumnya, maka Piala Indonesia mengalah di bulan Maret yang harusnya mulai memasuki babak 16 besar,” kata Iwan Budianto selaku Wakil Ketua Umum PSSI, seperti dilansir dari FourFourTwo.

Mendengar kabar tersebut, saya langsung kaget dan merasa heran. Apa yang menjadi dasar pemikiran dari orang-orang federasi untuk mengutamakan turnamen pra musim dan menunda Piala Indonesia yang sudah setengah jalan. Tidak hanya itu, keputusan ini kembali menunjukkan kalau federasi tidak pernah konsisten dengan keputusan yang mereka buat.

Jelang musim 2018 berakhir, PSSI sempat memutuskan untuk tidak menggelar Piala Presiden pada 2019 dikarenakan adanya turnamen Piala Indonesia yang membuat jadwal semakin padat. Piala Indonesia kemudian dijadikan ajang pra musim bagi tim-tim peserta untuk mempersiapkan skuatnya jelang kompetisi Liga yang rencananya dimulai setelah pemilihan presiden April mendatang.

Banyak yang menyayangkan keputusan tersebut. Di tengah ruwetnya masalah penjadwalan yang berantakan, PSSI justru menambah masalah dengan memasukkan Piala Presiden dalam kalender sepakbola mereka. Bahkan tidak sedikit yang berkomentar kalau langkah ini adalah salah satu bentuk kemunduran di sepakbola Indonesia ketika ajang resmi diminta untuk mengalah.

Alih-alih menggelar Piala Presiden, mengapa PSSI tidak memilih untuk memajukan jadwal liga dan tetap menjadikan Piala Indonesia sebagai turnamen pra musim? Kalaupun kompetisi nantinya akan berhenti karena pemilu, toh beberapa tim sudah menggelar beberapa pertandingan dan potensi molornya jadwal bisa diperkecil.

Berdasarkan hasil kongres PSSI beberapa waktu lalu, Joko Driyono memutuskan untuk menggelar kompetisi Liga 1 2019 paling lambat pada 8 Mei 2019. Alasan pengunduran jadwal ini dikarenakan adanya pesta demokrasi yaitu Pemilihan Presiden, DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPD, pada 17 April 2019. PT LIB, selaku operator kompetisi, merasa khawatir kalau Liga diputar sebelum Pilpres, maka ada beberapa pertandingan yang tidak akan mendapat izin dari kepolisian.

“Kami memilih menggelar liga Indonesia setelah Pilpres karena ada agenda sepakbola yang juga belum selesai yaitu Piala Presiden. Kemudian akan adanya pertandingan pra musim dan masa-masa kampanye yang mungkin akan memengaruhi perizinan. Jadi, lebih baik kompetisi dimulai setelah Pilpres,” kata Tigor Shalom, selaku COO PT Lib, seperti dilansir Goal Indonesia.

Aneh memang. Kalau benar alasan perizinan menjadi kendala untuk menggelar Liga, lantas mengapa PSSI terkesan gampang untuk menggelar Piala Presiden? Apakah semua pertandingan Piala Presiden nantinya mendapatkan izin? Kalau iya, kenapa tidak memilih mengutamakan liga yang jelas-jelas diakui FIFA? Pertanyaan-pertanyaan ini yang sedang berputar-putar di kepala saya saat ini. Jika terganggu kampanye, bukankah KPU sudah membuka masa kampanye sejak 23 September 2018 lalu yang tidak mengganggu penyelenggaraan Liga 1.

Jika Piala Presiden jadi digelar, maka inilah kali pertama ajang yang pernah dimenangkan oleh Persib, Arema, dan Persija tersebut bertepatan dengan pemilu Presiden. Melihat namanya membawa jabatan tertinggi di sebuah negara, maka bukan tidak mungkin turnamen ini dijadikan momen bagi salah satu calon untuk mejeng di depan orang banyak. Lagipula, bukankah Piala Presiden digelar di rezim petahana sehingga ajang ini menjadi momen yang tepat bagi mereka mencari suara agar menang pada pemilihan nanti?

Apa sih prestisiusnya Piala Presiden sampai-sampai diutamakan? Bukankah pemenang Piala Indonesia memberikan tiket ke Piala AFC, yang merupakan kompetisi nomor dua tertinggi di Asia. Apakah orang-orang yang terlibat di sepakbola Indonesia memang tidak bisa lagi membedakan mana ajang resmi dan tidak resmi, sampai-sampai Robert Rene Albert merasa heran kalau tim-tim bertanding di ajang ini seperti laga Piala Dunia.