Diego Maradona gagal membawa Dorados de Sinaloa promosi ke Liga MX setelah ditekuk Atletico San Luis 1-2 di partai final playoff Ascenso MX. Ini adalah kekalahan kedua ‘El Pibe de Oro’ alias Si Anak Emas dari Los Auriazules setelah merasakan hal serupa pada musim sebelumnya.
Sepakbola Meksiko memang memiliki sistem promosi dan degradasi yang berbeda dengan mayoritas liga. Butuh beberapa tahun untuk menentukan siapa yang naik dan turun divisi. Untuk musim 2019, hanya ada sembilan kesebelasan yang berpeluang untuk promosi ke Liga MX. Mereka adalah San Luis, Juárez, Sinaloa, Oaxaca, Sonora, Zacatecas, UdeG, dan Tampico Madero.
Kegagalan ini membuat masa depan Maradona di Sinaloa dipertanyakan. Beruntung pihak Sinaloa masih percaya pada jasanya. “Kita memang kalah di dua final. Namun saat dirinya datang ke sini, kondisi Sinaloa sangatlah buruk. Ia bisa mengubah hal itu. Beberapa pihak tidak melihat hal itu karena kegagalan kami,” kata Presiden Dorados Sinaloa Jorgealberto Hank Inzunza.
“Gagal promosi memang menyakitkan. Namun Maradona tidak melakukan pekerjaan buruk di sini. Semoga kami bisa mempertahankan jasanya. Kontrak dia memang habis, tapi kita lihat saja nanti,” lanjut Inzuza.
Apapun masa depan Maradona bersama Sinaloa, perhatian lebih patut diberikan kepada pihak yang membuat harapan Si Anak Emas pupus. Atletico San Luis mungkin tidak punya nama besar di pinggir lapangan mereka. Alfonso Sosa tidaklah setenar Maradona meskipun memiliki status sebagai mantan pemain tim nasional Meksiko.
Foto: Univision
Namun apabila melihat prestasi sebagai kepala pelatih, Sosa telah tiga kali meraih tiket promosi ke Liga MX. Bersama tiga kesebelasan berbeda pula. Pertama saat ia menangani UdeG (2014), lalu Necaxa (2016), dan San Luis (2019).
Bagaimana San Luis yang notabene kesebelasan papan tengah divisi dua Meksiko dapat mendaratkan Sosa adalah cerita tersendiri. Beberapa tahun lalu Los Auriazules mungkin hanya sekedar kesebelasan papan tengah. Namun kini mereka adalah salah satu calon kekuatan baru di sepakbola Meksiko.
Alasannya? San Luis memiliki disokong oleh pihak yang sama dengan Atletico Madrid. Resmi menjadi kesebelasan satelit Rojiblancos sejak 2017, San Luis mulai berbenah.
“Proyek ini dimulai dari nol. Dulu San Luis tidak memiliki fasilitas latihan setelah Atletico Madrid datang, mereka menyediakan tempat tersebut. Begitu juga dengan administrasi, pemasaran, komunikasi, hingga pemilihan pemain,” kata Direktur Olahraga Los Auriazules Luis Torres Septién.
Foto: Momo-Sissoko.com
Setelah hanya mengakhiri musim 2017/2018 di papan tengah klasemen, Sosa akhirnya dipercaya untuk menangani San Luis. Ia sebelumnya bertugas sebagai direktur teknis klub. Dengan bantuan Atletico Madrid, kualitas pemain di San Luis pun meningkat. Memudahkan tugasnya di pinggir lapangan.
Pemain-pemain yang didatangkan bukanlah nama-nama tenar dan mahal. Hingga 10 Mei 2019, Momo Sissoko mungkin menjadi pemain paling tenar yang pernah dimiliki mereka. Itupun didatangkan dari Mitra Kukar.
Selain Sissoko, San Luis lebih banyak mendatangkan pemain-pemain potensial yang telah terbuang. Diego Pineda, Kevin Lara (eks-Meksiko U20), Nicolas Ibanez (eks-Lanus), Juan Portales (eks-Monterrey), dan Unai Bilbao (eks-Athletic Club).
Ibanez bahkan jadi topskorer klub selama 2019 dengan 10 gol dalam 13 partai. Mereka semua ditambah pemain-pemain muda potensial yang datang sebagai pinjaman, seperti Marcos Astina (Lanus), Oscar Benitez (Benfica), San Luis pun menjadi kesebelasan yang kuat. Juara Apertura 2018 dan menduduki peringkat lima Clausura 2019 sebelum promosi mengalahkan Sinaloa arahan Maradona.
Pro-Kontra Suporter
Foto: El Pais
Kedatangan Atletico Madrid sebenarnya sempat ditolak oleh suporter San Luis. Pasalnya, mereka mengubah warna kebesaran klub menjadi merah-putih. Padahal Los Auriazules berarti emas dan biru.
“Warna merah-putih tidak ada hubungannya dengan sejarah klub ini,” ungkap Eleuterio Gonzalez yang sudah mendukung San Luis sejak 1960. “Apabila mereka datang untuk memberikan tempat bermain kepada orang-orang Spanyol, klub ini akan kehilangan nilai. Kesempatan untuk warga lokal semakin sedikit,” lanjutnya.
Namun Atletico Madrid memperlihatkan bahwa diri mereka tidak ingin mengubah identitas klub. Warna emas dan biru masih digunakan untuk kostum tandang. Jumlah pemain asing San Luis juga hanya 10, lebih sedikit dibandingkan Correcaminos (11), Sinaloa (12), dan Tapachula (14). Dari 10 pemain asing itu, hanya empat yang berasal dari Spanyol.
Ada juga yang melihat sisi positif dari kedatangan Rojiblancos ke Meksiko. “Berkat mereka sepakbola hidup lagi di daerah ini,” kata Martin, salah satu suporter muda San Luis. Tetapi mayoritas masih memberikan penilaian miring. “Para suporter meminta klub ini kembali ke warna tradisional. Mereka bahkan membuat bajakannya di luar stadion karena stok resmi habis terjual,” aku salah satu pekerja klub.
Menunggu ‘El Nino’
Foto: Sport Bible
Perkara warna tidak masuk ke dalam pikiran para petinggi klub. Menurut mereka Atletico Madrid adalah penyelamat San Luis. Setelah sebelumnya sempat memiliki keuangan yang kritis, kini finansial klub mulai membaik, prestasi pun datang.
Atletico San Luis adalah keberhasilan kedua Rojiblancos membangun koneksi di seluruh dunia. Setelah percobaan merekadi Tiongkok (Shanghai Shenhua), Prancis (RC Lens), dan Thailand (Muangthong United) tergolong gagal, Rojiblancos berhasil memberikan dampak besar untuk San Luis.
Berhasil promosi ke Liga MX, Presiden Atletico San Luis pun mulai bermimpi mendaratkan pemain-pemain bintang lewat koneksi di Madrid. Salah satunya adalah Fernando ‘El Nino’ Torres yang tengah mengarungi Liga Jepang bersama Sagan Tosu.
“Torres punya cerita masa lalu bersama Atletico Madrid. Ini adalah mimpi yang sudah kami tunggu sejak lama. Dulu kami bermain di divisi dua, hal itu sulit menjadi kenyataan. Naik ke Liga MX, kami boleh bermimpi lagi. Mendatangkan pemain-pemain terkenal untuk ikut mengangkat nama klub,” kata Presiden Atletico San Luis Alberto Marrero.
Torres masih memiliki kontrak dengan Sagan Tosu hingga 2020. Mereka juga memiliki opsi perpanjangan satu tahun. Namun melihat ‘El Nino’ di Meksiko bukanlah hal yang mustahil. Liga MX adalah kompetisi terbaik di CONCACAF. Beberapa pemain ternama seperti Enner Valencia, Colin Kazim-Richards, dan Andre-Pierre Gignac pun mewarnai kompetisi tersebut.