Saul Niguez pernah mengalami masa-masa mengerikan dalam hidupnya. Bukan karena ia gagal meraih trofi atau hal lain dalam sepakbola. Akan tetapi, ketika ginjalnya terganggu yang membuatnya buang air sambil keluar darah.
Kengerian ini dimulai pada 2015 silam di sebuah malam dalam pertandingan Liga Champions. Ketika itu, Saul mendapatkan tendangan ke arah perut dari bek Bayer Leverkusen, Kyriakos Papadopoulos. Setelahnya, Saul dirawat di rumah sakit dengan mengalami trauma pada ginjal dan pendarahan dalam. Ia pun tak bisa bermain untuk setidaknya enam pekan.
Setelah enam pekan kondisinya tak membaik. Ia malah harus bermain dengan menggunakan kateter untuk mengosongkan kantung kemihnya. Kateter sendiri merupakan alat berupa selang kecil tipis yang dimasukkan ke dalam saluran kencing agar penggunanya bisa kencing dan membuang urin secara normal.
“Selama dua tahun aku bermain dengan kateter di dalam. Di setiap sesi latihan dan setiap usai pertandingan aku kencing berdarah. Itu amat buruk, sesuatu yang sulit dipahami orang-orang,” kata Saul.
“Aku mempertaruhkan kesehatanku buat klub, untuk meraih mimpi. Aku mengingat segalanya soal cedera itu, apa yang aku rasakan, berapa kali aku muntah, dan seberapa sering aku ditandu. Mencetak gol saat itu adalah kebebasan besar dan emosi buatku. Aku merasa beban telah diangkat dariku,” tutur pemain kelahiran 21 November 1994 tersebut.
Hampir Kehilangan Ginjalnya
Rasa sakit hebat yang menderanya membuat Saul tak tahan lagi. Suatu ketika ia meminta dokter untuk mengangkat ginjalnya. “Dok, ambil sajalah. Aku masih punya satu lagi,” kata Saul.
Perawatan panjang yang ia lakukan membuatnya frustrasi. Toh ia masih tetap kencing darah dan tak ada jaminan kalau dirinya bisa kembali main sepakbola. Kalau satu-satunya cara adalah dengan mengangkat ginjalnya, ia tak merasa masalah.
Sampai suatu hari, asisten pelatih Atletico Madrid, German Burgos, memberinya saran. Saul mendengarkan. Toh Burgos juga punya pengalaman.
Pelatih berkebangsaan Argentina tersebut didiagnosis menderita kanker pada 2003. Ia meminta doktor menunggu sampai Senin untuk mengangkat tumornya, karena Atletico main pada hari minggunya. Di sisi lain, tim dokter memaksa agar tumornya segera diangkat.
Intinya, dari pengalamannya itu, Burgos ingin agar Saul tetap menggunakan kepala dingin. Kalaupun dia tak bisa main bola untuk beberapa bulan, itu adalah kenyataan yang tetap harus ia hadapi, karena itu adalah jalan terbaik untuknya.
“Mono Burgos begitu penting. Dia datang padaku: ‘Dokternya bilang kamu akan membuang ginjalmu. Kamu masih 22! Apa yang kamu bicarakan? Gunakan kepalamu.”
“Aku cuma berpikir soal sepakbola. Aku berpikir: kehilangan ginjal tak masalah, aku masih punya satu. Tapi Mono menceritakan soal apa yang pernah dilaluinya. Dia menatapku: ‘Saul, pikirkan soal hidupmu. Bagaimana kalau kamu punya masalah dengan ginjal yang satunya lagi? Tak ada jalan keluar.’ Dan kami memasangkan kembali kateternya,” kenang Saul.
Wajar kalau Saul merasa tersiksa. Saat bermain dengan kateter, ia tetap merasakan sakit. Dan saat kateternya dilepas, dia tak sepenuhnya sembuh. Tim dokter ingin dia berhenti lalu beristirahat. Namun, ia tak mau itu.
“Aku lelah dengan semua itu dan aku bilang: ‘Dok ambil saja ginjalnya. Cabutlah. Aku akan istirahat selama sebulan tapi aku akan kembali lagi. Dokternya bilang: ‘Aku tak akan mengangkat ginjalmu. Cobalah ini; Coba itu’. Aku bilang: ‘Ya aku mencoba berbagai hal tapi kalau itu tak bekerja, lalu apa? Hal yang sama lagi? Tidak. Aku hanya ingin kembali bermain bagus, merasa enak. Lupakan itu semua. Aku tak takut dijatuhkan lawan. Aku ingin bermain bola,” kata Saul.
Sampai akhirnya Saul pun sembuh. Kerja keras memang tak akan mengkhianati hasil. Apalagi Saul sudah ditempa dengan lingkungan yang keras sejak kecil.
Di usia empat tahun, lawan tandingnya adalah anak umur sembilan tahun. Di usia 11 tahun, ia sudah meninggalkan rumah untuk berlatih sepakbola. Di usia 19 tahun, ia dilarang ayahnya ketika dipinjamkan ke Rayo Vallecano. Namun, Saul tahu kalau segala tantangan yang ada di depannya harus ia hadapi.
Dan kini, Saul adalah kekuatan utama di lini tengah Atletico Madrid. Ia menjadi andalan Atleti karena kemampuan teknis serta determinasi tingginya.
Debut buat tim senior Atleti ia catat di usia 17 tahun 108 hari. Di usia 15 tahun, bakatnya sudah diendus Fulham. Ia hampir terbang ke Inggris dan bermain di Premier League pada usia 16 tahun. Namun, semuanya tak terjadi dan ia tak pernah menyesalinya.
“Aku disiapkan untuk membuat lompatan itu, tapi sesuatu terjadi seperti sekarang dan aku senang aku bertahan. Meskipun butuh waktu yang lebih lama, aku ada di mana aku ada sekarang,” ucap Saul.